Rajapatni.com: Surabaya (21/9/24) – Walikota Surabaya Eri Cahyadi beserta istri, ꦫꦶꦤꦶꦆꦤ꧀ꦝꦿꦶꦪꦤꦶ Rini Indriyani, bisa bertahan lebih dari dua jam menyaksikan ludruk Gen Z, yang berjudul Aji Saka Surapringga, Geger ing Bhumi Karembangan. Acara budaya ini digelar di pelataran Gedung Internasio di Kota Lama Surabaya (20/9/24).
Pertunjukan, yang memadukan upaya ꦥꦼꦊꦱ꧀ꦠꦫꦶꦪꦤ꧀ pelestarian Aksara Jawa dan budaya Ludruk itu, dimulai sejak hadirnya walikota Surabaya Eri Cahyadi yang didampingi istri. Di sepanjang jalannya pertunjukan, lebih dari dua jam, Eri Cahyadi terus dibuat tertawa oleh adegan adegan lucu dan menghibur dari pasangan Surojoyo (Robert) dan Kartoboyo (Saipul).
Surojoyo dan Kartoboyo adalah nama tokoh utama dalam cerita “Aji Saka Surapringga, Geger ing Bhumi Karembangan”. Mereka adalah ꦄꦧ꧀ꦝꦶꦤꦼꦒꦫ abdi negara yang berdinas di Kelurahan Karembangan, Kadipaten Surapringga.
Mengawali pergelaran itu, Eri Cahyadi dalam sambutannya, ꦩꦼꦔꦗꦏ꧀ mengajak warga kota Surabaya untuk terus dan mau berupaya melestarikan budaya ludruk. Eri Cahyadi mengapresiasi kolaborasi dalam pementasan itu.
Pementasan ini didukung oleh orang orang yang terhimpun dalam komunitas ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni, Paguyuban Cak Ning Surabaya, Karang Taruna dan Surabaya Next Leader yang disutradarai Robert Luntas.
Pergelaran ludruk gabungan Gen Z ini disaksikan oleh ratusan penonton dan tamu tamu undangan yang diantaranya adalah Konjen Kehormatan ꦆꦤ꧀ꦝꦶꦪ India di Surabaya, Manoj Bhat; Taipei Economic and Trade Office (TETO) di Surabaya, William C. Jiang; Akademi Kerfinanz di Mannheil, Jerman, Reza Abadi;
Outbond Coordinator Rotary Youth Exchange – Rotary District 3420 Surabaya, Enny; dan Kepala Bidang Bahasa, Sastra dan Aksara, Dinas Kebudayaan DIY Satya Amrih Prasadja.
Menurut Konjen Kehormatan India Manoj Bhat, pertunjukan ini sangat bagus sebagai cara dalam mengenalkan dan ꦩꦼꦩ꧀ꦥꦼꦂꦠꦲꦤ꧀ꦏꦤ꧀ mempertahankan tradisi dan budaya lokal Surabaya, yang dikemas secara kekinian sesuai zaman. Namun tidak meninggalkan dasar cerita yang bersifat faktual.
Sementara itu, tamu asal Jerman kelahiran Iran ꦉꦗ꦳ꦄꦧꦣꦶ Reza Abadi memperhatikan penggunaan kata “Pahlawan” yang sempat digambarkan dan diceritakan oleh pasangan Surojoyo dan Kartoboyo mengenai nilai kepahlawanan kota Pahlawan Surabaya. Seketika itu Reza langsung mencari tahu makna “Pahlawan” dari sumber Google.
Secara spontan dia menunjukkan ke media ini (rajapatni.com) hasil browsing kata ꦥꦃꦭꦮꦤ꧀ “Pahlawan” dan mengatakan bahwa kata Pahlawan berasal dari bahasa Persia: پهلوان, yang berarti pejuang. Nilai Perjuangan dan kepahlawanan inilah yang diangkat oleh pasangan Surojoyo dan Kartoboyo.
Fragmen Wisman di Kota Lama
Pergelaran ꦄꦗꦶꦱꦏꦱꦸꦫꦥꦿꦶꦁꦒ Aji Saka Surapringga, Geger ing Bhumi Karembangan ini adalah ekspresi peringatan Hari Aksara Internasional 2024. Dalam lakon itu dipertontonkan fragmen kunjungan wisman, yang diantar oleh pemandu wisata (guide).
Wisman diperankan oleh John Pierce asal ꦄꦩꦺꦫꦶꦏ Amerika yang pernah menjadi salah satu peserta dalam kelas Sinau Aksara Jawa, yang diselenggarakan oleh Puri Aksara Rajapatni. Sementara guide diperankan oleh Ita Surojoyo, pengajar Aksara Jawa dari kelas Sinau Aksara Jawa sekaligus pendiri Puri Aksara Jawa.
Dalam fragmen itu digambarkan kegiatan wisatawan John Pierce, yang dipandu oleh ꦅꦠꦯꦸꦫꦗꦪ Ita Surojoyo, sedang berwisata di Kota Lama Surabaya. Ita menjelaskan gedung gedung dan tempat bersejarah di kawasan ini. Termasuk keberadaan monumen mobil Mallaby, yang menjadi simbol keberanian arek arek Surabaya dalam menghadapi tentara Sekutu.
Dalam fragmen itu, lantas mereka melihat atraksi abdi negara Surojoyo dan Kartoboyo, yang sedang mempertahankan argumentasinya masing masing demi menjalankan tugas negara di Karembangan, Surapringga.
Wisatawan dan pemandu itu lantas diterima oleh kedua abdi. Singkat cerita wisatawan John Pierce menunjukkan keahliannya dalam ꦩꦼꦤꦸꦭꦶꦱ꧀ menulis aksara Jawa setelah belajar Aksara Jawa bersama ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni. Maka ditulisnya aksara Jawa itu dalam kertas besar yang berbunyi “Arek Surabaya Wani”. Lantas hasil penulisan aksara Jawa itu ditunjukkan kepada penonton, yang bunyinya “Arek Surabaya Wani”. John Pierce juga membacakan isi tulisan itu dalam bahasa Jawa. Spontan penonton tepuk tangan.
Kontan aksi literasi ini mendapat sambutan dari hadirin dan fragmen ini menandai arti peringatan Hari Aksara Internasional 2024 di kota Surabaya. Sebagai pembungkus selesainya pagelaran ini, ada jejeran aksara Jawa dalam bentuk signage mulai aksara ꦲ Ha hingga ꦔ Nga.
Jejeran Sangkan Paran
Secara khusus, ꦗꦼꦗꦼꦫꦤ꧀ jejeran aksara Jawa pada penutupan pertunjukan ludruk itu, kalau dibaca adalah bacaan Carakan terbalik. Yakni mulai dari kiri kekanan adalah Nga hingga Ha. Menurut filolog dari Jogya, Setya Amrih Prasadja, yang hadir pada malam itu, bahwa pembacaan aksara Jawa terbalik memiliki makna spiritual.
Jika dimulai dari Ha ke Nga berarti dari awal ꦱꦁꦏꦤ꧀ (Sangkan) ke akhir ꦥꦫꦤ꧀ (paran). Dengan dibaca terbalik dari Nga ke Ha berarti dari Tiada (Paran) menjadi Ada (Sangkan).
Sangkan Paran secara literal bermakna ꦩꦤ MANA (sangkan) dan ꦄꦏꦤ꧀ꦏꦼꦩꦤ AKAN KEMANA (paran) atau berarti sebuah konsep, yang menyatakan asal dan akhir seluruh alam raya.
Konsep sangkan paran dalam tradisi Jawa mempunyai tujuan untuk menyatakan permulaan dan akhir dari penciptaan (Firdausy & Syarifah, 2017).
Secara literatur, jejeran aksara Jawa terbalik dari Nga ke Ha, yang tertampilkan pada ludruk Gen Z itu, kita ꦣꦶꦄꦗꦏ꧀ diajak berkreasi untuk menghasilkan (mengadakan) sesuatu dari TIADA menjadi ADA. Ini sebuah pesan bagi generasi muda Gen Z dari tidak ada untuk berkarya menjadi ada (menghasilkan sesuatu).
Sama seperti pesan ꦱꦸꦏꦂꦤ Soekarno, apa yang dapat kamu berikan kepada negara, jangan bertanya apa yang dapat negara berikan kepadamu. (PAR/nng).