Upaya Menjadikan Aksara Jawa Lebih Populer.

Rajapatni.com: Surabaya (13/9/24) – “Aksara Jawa itu masih di level 7 Unicode, perlu diturunkan ke level 5”, begitu kata Setya Amrih Prasaja, pegiat aksara Jawa dari komunitas ꦱꦼꦒꦗꦧꦸꦁ Sega Jabung Yogyakarta dalam sebuah talkshow dalam Peringatan Hari Aksara Internasional 2024 yang diselenggarakan oleh Puri Aksara Rajapatni yang bekerjasama dengan Wisma Jerman pada 8 September 2024 lalu.

Amrih adalah ꦥ꦳ꦶꦭꦺꦴꦭꦺꦴꦒ꧀ filolog yang menjabat sebagai kepala bagian Bahasa, Sastra dan Aksara, Dinas Kebudayaan (Kunda Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu Amrih juga seorang Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Amrih didapuk sebagai narasumber dari sebuah talkshow yang bertema ꦥꦼꦩꦗꦸꦮꦤ꧀ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Pemajuan Aksara Jawa. Selama ini Amrih dengan komunitasnya dan dengan kedinasannya telah berupaya untuk menurunkan level Unicode dari level 7 (limited use) ke level 5 (recommended use). Artinya aksara yang digunakan dalam keseharian. Bukan sekedar dekoratif (level 7) seperti penggunaan sebagai nama jalan dan sign sign lainnya.

Ita Surojoyo (bersanggul) mengikuti jalannya talkshow. Foto: dok PAR

Menurut ꦅꦠꦯꦸꦫꦗꦪ Ita Surojoyo, pendiri Puri Aksara Rajapatni, di level 5 Unicode berarti aksara Jawa sudah digunakan dalam penggunaan sehari hari. Misalnya dipakai untuk sarana menulis keseharian seperti pencatatan dan surat menyurat.

Dalam sebagian paparannya, ꦄꦩꦿꦶꦃ Amrih menyampaikan pengalaman dalam mengajar Aksara Jawa. Menurutnya siswa seharusnya tidak mengatakan dan beralasan bahwa dirinya tidak bisa karena bukan orang Jawa atau berasal dari luar Jawa.

“Saya bukan orang ꦧꦭꦶ Bali dan bukan orang Batak, tapi saya bisa aksara Bali dan Batak. Atau ada diantara hadirin muda yang bisa aksara Hangeul Korea, padahal bukan orang Korea”, jelas Amrih terhadap munculnya alasan ketidakbisaan seseorang karena dirinya bukan pemilik aksara dan bukan dari etnis aksara itu.

Nanang Purwono (kiri), Setya Amrih Prasaja (tengah) dan Novita (moderator).

Sementara itu, datang sebagai narasumber lainnya adalah Nanang Purwono, Ketua ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni. Nanang mengatakan bahwa mengenalkan dan mengajarkan Aksara Jawa di Surabaya adalah tantangan karena Surabaya adalah kota modern dan heterogen. Masyarakat nya tidak hanya terdiri dari warga etnis Jawa tapi beragam. Apalagi personil Puri Aksara Rajapatni hanya dalam hitungan jari. Namun masing masing punya kapasitas di bidangnya yang mumpuni. Masing masing berkolaborasi dan saling mengisi.

Di antara ꦏꦥꦱꦶꦠꦱ꧀ kapasitas yang membawa dampak dalam upaya pengenalan Aksara Jawa ini adalah perlunya peran media sebagai penyebaran pesan dan informasi.

“Sebuah komunitas perlu ꦩꦺꦣꦶꦪ media untuk menyampaikan pesan pesan organisasi dan menyebarkan informasi dan akan sangat penting jika sebuah komunitas memiliki dan mengelola media”, jelas Nanang dalam upaya organisasinya menyampaikan informasi ke berbagai stakeholder.

Karenanya ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni sebagai sebuah komunitas juga memiliki dan mengelola media sebagai sarana berbagi informasi dan berkolaborasi.

“Namanya rajapatni.com”, jelas Nanang.

Nanang yakin melalui ꦩꦺꦣꦶꦪ media ini komunitasnya bisa berbagi informasi dan secara bertahap bisa mengenalkan aksara Jawa kepada publik dan stakeholder terkait. Melalui media rajapatni.com, Nanang juga secara konsisten menggunakan aksara Jawa pada medianya sehingga aksara Jawa secara aktif digunakan sebagai bahasa komunikasi.

Menurut Amrih bahwa semakin sering ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ aksara Jawa digunakan dan apalagi dalam media online maka keberadaan Aksara Jawa di media ini bisa membantu meningkatkan algoritma yang pada gilirannya turut mendorong percepatan proses penurunan dari level 7 ke level 5. (PAR/tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *