Rajapatni.com: Surabaya (26/5/24) – Terus turut berkontribusi dengan iklas menjadi nilai tersendiri bagi komunitas ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni Surabaya. Adalah berkontribusi untuk mengembalikan peradaban Bangsa Jawa, yang terancam punah. Yaitu Aksara Jawa, literasi tulis yang terus tergerus zaman dan peradaban asing. Sementara bangsa (masyarakat) Jawa terus kehilangan jatidiri. Sebuah slogan pun muncul dalam masyarakat Jawa ꦮꦺꦴꦁꦗꦮꦆꦭꦁꦗꦮꦤꦺ “Wong Jawa ilang Jawane” (Orang Jawa kehilangan Jawanya).
Rasanya tidak rela dengan slogan itu. Orang Jawa harus menjaga sifat dan identitas kejadiannya. Salah satu identitas itu adalah literasi tulis yang disebut Aksara Jawa.
Komunitas ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni secara mandiri (swadesi) terus berupaya dan bekerja untuk mendukung kebijakan pemerintah Kota Surabaya dalam mengembalikan Aksara Jawa. Beberapa kegiatan ditopang dengan kekuatan sendiri demi kepentingan umum sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Upaya memperkenalkan ke masyarakat umum terus dilakukan, bahkan secara door to door. Misalnya pemasangan spanduk untuk ꦥꦼꦣꦒꦁꦏꦏꦶꦭꦶꦩ Pedagang Kaki Lima (PKL) dan warung warung makan. Harapannya PKL dengan spanduk bertulis Aksara Jawa dapat dilihat oleh para pelanggan.
Dalam rangka menghidupkan kembali kawasan Kota lama Surabaya, ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni membantu dan mendukung pedagang kali lima (warung makan dan minuman) setempat dalam mempersiapkan diri untuk mennyambut datangnya para pengunjung ke kawasan Kota Lama Surabaya, khususnya ke RT 3 RW 10 di Jalan Mliwis, Kelurahan Krembangan, Kecamatan Krembangan, Surabaya.
Ketua RT 03 RW 10 Kelurahan Krembangan, Ricky Sutiono yang tinggal di ꦗꦭꦤ꧀ꦩ꧀ꦭꦶꦮꦶꦱ꧀ jalan Mliwis, menyambut gembira gagasan pemasangan banner untuk pedagang di lingkungannya karena banner itu edukatif. Selain mengandung sejarah, juga sangat edukatif karena bercerita tentang peradaban dalam lapisan zaman.
Informasi yang akan tertulis dalam banner mengandung cerita klasik, kolonial dan sekarang. Tentunya selain informasi daftar menu masakan dan makanan serta minuman. Selain ada ꦤꦱꦶꦕꦩ꧀ꦥꦸꦂ Nasi Campur, Nasi Lodeh dan sayur Asem, juga ada yang menjajakan rujak cingur khas Surabaya, gado gado dan lontong mie. Semua masakan khas Surabaya. Aneka makanan dan minuman ini bisa dinikmati sambil menikmati suasana jalan yang eksotik.
Di kedua jalan ini: jalan Mliwis dan ꦗꦭꦤ꧀ꦒ꧀ꦭꦠꦶꦏ꧀ Jalan Glatik yang dulunya bernama jalan Dwaar Boomstraat dan Stadhuizsteeg adalah nama nama jalan yang menunjukkan ada infrastruktur kota pada era Hindia Belanda. Misalnya Dwaar Boomstraat yang berarti jalan Duane Samping, dulunya di sekitaran itu pernah ada kantor Duane. Begitupun dengan Stadhuizsteeg yang berarti gang Balai Kota karena di sekitaran situ pernah ada gedung Balai Kota Surabaya sebelum berpindah ke Ketabang.
Warung warung di Jalan Mliwis dan Glatik turut bercerita tentang peradaban ꦏꦺꦴꦠꦯꦸꦫꦨꦪ kota Surabaya masa lalu.
“Nanti pada pedagang dan warga kita kumpulkan untuk mendapat cerita ini ya”, kata Ricky, Ketua RT 03 RW 10 ketika jagong sore di jalan Glatik.
Sementara itu, warga setempat yang membuka ꦮꦫꦸꦁ warung di sana, Ismail, sempat menunjukkan video hasil rekaman ketika Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, inspeksi jalan Glatik dan Mliwis.
“Mungkin pak Eri Cahyadi akan melihat kampung kami ketika peresmian ꦏꦺꦴꦠꦭꦩꦯꦸꦫꦨꦪ Kota Lama Surabaya”, tambah Ismail yang menemani Rajapatni ngopi di jalan Glatik.
Ngopi di jalan Glatik atau Mliwis dengan suasana dan pemandangan yang eksotik gedung gedung kolonial akan semakin menambah kenikmatan di ꦱꦼꦚ꧀ꦗꦲꦫꦶ senja hari.
Sebelumnya di tempat yang sama Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, A Hermas Thony, juga sudah bertemu dangan warga setempat dan mengimbau agar warga bisa menyambut upayab baik pemerintah kota Surabaya dalam merevitalisasi kawasan Kota Lama Surabaya.
“Kalau pemerintah sudah berusaha baik, warganya harus bisa menyambut dengan kreatifitas sepaya semuanya bisa berjalan baik”, kata Thony dalam inspeksinya pada Sabtu sore (25/5) 24).
Dalam pantauan Rajapatni minggu sore bahwa di ujung utara jalan Glatik sudah terpasang payung payung sebagai bagian dari bakal wisata kuliner. Sementara warga yang selama ini membuka ꦈꦱꦲꦏꦸꦭꦶꦤꦺꦂ usaha kuliner juga harus berperan mengisi kampungnya untuk meramaikan kawasan wisata sejarah Kota Lama Surabaya. (nanang PAR)*