Aksara Sejarah:
Rajapatni.com: SURABAYA – Penguasa Ampel Denta di Surabaya tertulis dalam sebuah manuskrip (Tjatetan 1878) yang ditulis oleh lingkungan Kerajaan Surakarta, Pakubuwono. Tidak ada nama dari buku catatan, yang berukuran 28 cm x 38 cm. Sekarang keberadaan manuskrip ini ada di tangan seorang warga Surabaya di daerah Petemon.
Menyimak isi catatan bahwa catatan ini berkisah tantang silsilah para penguasa di Jawa. Mulai dari keluarga Keraton Surakarta hingga penguasa yang ada di Surabaya. Yaitu tersebut penguasa di Ampel Denta (Sunan Ampel) dan nama Pangeran Pekik Surabaya.
Zaman penguasa Ampel Denta dan zaman Pangeran Pekik memang terpaut jauh. Sekitar 200 tahun. Sunan Ampel hidup di abad 15. Sementara Pangeran Pekik hidup di abad 17. Tapi Pangeran Pekik tersebut sebagian keturunan Sunan Ampel.

Silsilah Pangeran Pekik yang si atasnya ada penguasa Ampel Denta ini terlihat dari catatan kerton Surakarta tahun 1878.
Hubungan kekeluargaan ini tampak pada cerita dinikahkannya Pangeran Pekik, putera penguasa Surabaya Jayalangkara dengan adik Sultan Agung, Ratu Pandansari. Pernikahan itu sesungguhnya ada tendensi politik sebagai upaya menaklukkan pemberontakan Giri Kedaton.
Sekitar tahun 1630 Sultan Agung menjalin hubungan persaudaraan dengan Pangeran Pekik. Ia menikahkan adiknya yang bernama Ratu Pandansari dengan pangeran dari Surabaya, Pangeran Pekik, putera Jayalengkara.
Pernikahan ini dilatar belakangi oleh adanya potensi pemberontakan di Giri Kedaton yang akhirnya terjadi pada 1633, yang mana Giri Kedaton mencoba mau lepas dari kekuasaan Mataram. Pernikahan Ratu Pandansari dengan Pangeran Pekik karena Pekik, yang masih keturunan Sunan Ampel ini, dianggap berpengetuh dalam menyelesaikan pemberontakan Giri Kedaton.
Pangeran Pekik adalah keturunan Sunan Ampel. Sedangkan Sunan Ampel juga merupakan guru dari Sunan Giri dari Giri Kedaton. Sebuah siasat yang sangat jitu.
Pada 1638 Pangeran Pekik pun diperintahkan untuk maju menumpas pemberontakan Giri Kedaton. Singkat cerita, Panembahan Kawis Guwa (Giri Kedaton) dapat dikalahkan oleh Pengeran Pekik dan dibawa menghadap ke Mataram.
Itulah mengapa dalam catatan, yang dibuat oleh keluarga Keraton Surakarta pada 1878, nama Pangeran Pekik masuk dalam daftar silsilah penguasa Jawa. Tidak lupa nama penguasa Ampel Denta pun juga masuk dalam silsilah tersebut.
Melalui silsilah itu setidaknya kita bisa mengerti bagaimana hubungan kekeluargaan yang pernah terjalin antara Surabaya dan Mataram. Sekaligus bisa memahami betapa berpengaruhnya Sunan Ampel sebagai lambang kekuasaan kala itu. Sehingga nama Sunan Ampel dijadikan komoditas politik.
Secara fisik buku catatan (manuskrip) itu ditulis tangan dengan menggunakan aksara Jawa. Kiranya manuskrip ini perlu diamankan agar tidak sampai keluar Surabaya. Bagi kebanyakan orang manuskrip ini secara fisik jelek. Tapi bagi kota Surabaya, ini menjadi sumber sejarah, yang perlu dijaga. Benda seperti ini tidak ada duanya. (PAR/nng).