Rajapatni.com: Surabaya (11/10/24) – Dari kacamata orang sekarang di tahun 2024, era modern, Aksara Jawa, yang tradisional, terlalu berjarak dari kehidupan masyarakat dan peradaban Surabaya yang modern ini. Padahal aksara Jawa ini adalah bentuk literasi tulis yang sudah pernah dipakai di era Sunan Ampel di abad 15 dengan bukti berupa pahatan aksara Jawa pada salah satu gapura paduraksanya.
Kehidupan kosmopolitan sejak era kolonial hingga pasca kemerdekaan menjadikan aksara Jawa terpelanting dari wadahnya, rumahnya, yaitu Surabaya. Kota Surabaya pada masa lalu pernah berjuluk Surapringga. Nama Surapringga terdokumentasikan pada sebuah prasasti pembangunan masjid Kemayoran pada tahun 1840-an. Nama Surapringga juga dipakai pada mata uang logam keluaran Pemerintah Inggris yang berkuasa di Hindia Belanda pada awal abad 19. Menariknya nama Surapringga ini tertulis dalam aksara Jawa.

Satu lagi dimana aksara Jawa digunakan. Yaitu pada komplek Pesarean Agung Botoputih Pegirian yang menjadi peristirahatan terakhir para bupati Surabaya. Inskripsi aksara Jawa tertulis pada badan salah satu makam tua, yang terbuat dari batu kapur atau batu andesit. Komplek pesarean ini diduga lebih muda dari komplek Sunan Ampel. Namun dari nama nama kampung di sekitar Pesarean menunjukkan pernah adanya kawasan klasik. Misal nama Botoputih, Kebon Dalem, Srengganan dan Kertopaten.

Diakui bahwa Aksara Jawa di Surabaya masih terlalu asing bagi masyarakat kota. Bahkan aksara Jawa bagai aksara asing, yang lebih asing dari pada aksara asing seperti China, Jepang dan Korea. Anak muda Surabaya lebih cepat mengenal aksara Hangeul Korea dari pada aksara asli, Jawa. Tapi, bukan berarti tidak ada yang mau dan sadar mengenal dan belajar aksara Jawa. Telah lahir sebuah komunitas aksara Jawa dengan nama Puri Aksara Rajapatni.

Puri Aksara Rajapatni hadir dalam upaya pelestarian Aksara Jawa. Kegiatannya adalah mengenalkan aksara jawa kepada masyarakat kota Surabaya melalui kegiatan Sinau Aksara Jawa. Komunitas ini juga beradvokasi mengenai penggunaan aksara Jawa kepada walikota Surabaya, yang hasilnya adalah penggunaan aksara Jawa sebagai nama nama di kantor kantor di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya.
Dalam upaya pemajuan aksara Jawa, Puri Aksara Rajapatni berkolaborasi dengan berbagai stakeholder mulai dari unsur pemerintah, dunia usaha, akademisi, media dan komunitas. Dalam pembelajaran Aksara Jawa, selain mengenalkan menulis dan membaca secara manual, para pembelajar juga dibantu mengakses aplikasi untuk penggunaan secara digital. Para peserta sinau aksara Jawa, tidak hanya peserta lokal tetapi juga meliputi ekspatriat seperti keluarga Konjen Jepang dan keluarga asal Amerika.

Kerjasama antar negara ini juga penting bagi Puri Aksara Rajapatni, khususnya negara negara yang memiliki aksara Tradisional seperti Jepang dan India. India adalah negara dengan aksaranya Dewanagari dan Pallawa yang termasuk induk aksara Nusantara. Banyak bukti bukti sejarah yang berupa prasasti yang menggunakan aksara Jawa Kuna, Kawi serta Pallawa dengan bahasa Sansekerta yang digunakan di India. (PAR/nng)
bersambung …..