Rajapatni.com: Surabaya (12/5/24) – RAJAPATNI, nama pembesar kerajaan Majapahit yang dipakai sebagai nama komunitas budaya khusus membidangi Aksara Jawa, Puri Aksara Rajapatni. Dalam safari kebudayaan dan peradaban, Tim ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni berkunjung ke Candi Singasari di Kabupaten Malang. Nama Rajapatni dan Singasari, secara historis memang punya keterkaitan erat.
ꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Rajapatni adalah salah satu dari empat putri Raja terakhir Singasari, Kertanegara. Perjalanan budaya itu dimaksudkan untuk lebih mengenal jejak leluhur, yang tidak lain adalah Rajapatni yang selanjutnya dikenal sebagai Ratu Majapahit, kerajaan besar yang bangkit pasca kerajaan Singasari. Rajapatni adalah anak Raja Kertanegara, yang diperistri oleh Raja Majapahit pertama, Raden Wijaya.
Dalam kitab Negarakertagama disebutkan bahwa Kertanegara mempunyai empat putri. Mereka adalah Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari, Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri ꦫꦗꦺꦤ꧀ꦝꦿꦣꦺꦮꦶꦣꦾꦃꦣꦺꦮꦶꦒꦪꦠꦿꦶ Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri atau Rajapatni. (wikipedia).
Karena ada hubungan anak (Rajapatni) dan ayah (Kertanegara) itulah, maka Tim ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni berperjalanan menuju Candi Singasari. Dalam perjalanan budaya ini, setidaknya tim Puri Aksara Rajapatni dapat mempertebal khasanah kesejarahan dan kebudayaan terkait dengan Ratu Rajapatni, yang namanya dipakai sebagai nama komunitas pelestari Aksara Jawa di Surabaya, Puri Aksara Rajapatni.
Selain dikenal sebagai istri Raden Wijaya, raja pertama kerajaan Majapahit, ꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Rajapatni juga dikenal sebagai seorang putri yang cantik jelita. Kecantikannya seperti seorang bidadari. Menurut Ita Surojoyo, Pendiri Puri Aksara Rajapatni, Rajapatni juga merupakan simbol ilmu pengetahuan dan ibu yang bijak.
“Beliau ini seorang ibu yang bijak selanjutnya menurunkan raja raja Majapahit”, jelas Ita
Sekarang, di lingkungan Candi Singasari, secara fisik sudah banyak diketahui bagaimana sosok ꦕꦤ꧀ꦝꦶꦱꦶꦔꦱꦫꦶ Candi Singasari beserta serpihan bangunan Candi yang berupa arca arca dan bebatuan andesit dalam berbagai ukuran.
Bangunan Candi Singasari, yang terletak di tengah halaman terbuat dari bebatuan andesit, berdiri menghadap ke barat pada alas bujur sangkar berukuran 14 m × 14 m dan tinggi candi sekitar 14 m.
Tubuh candi berdiri di atas batur kaki (pedastal) setinggi sekitar 1,5 m, tanpa hiasan atau ꦫꦺꦭꦶꦪꦺꦥ꦳꧀ relief pada kaki candi. Tangga naik ke selasar kaki candi tidak diapit oleh pipi tangga, yang umumnya berhias makara seperti yang terdapat pada candi-candi lain.
Pintu masuk ke ruangan di tengah tubuh candi menghadap ke selatan, terletak pada sisi depan bilik penampil (bilik kecil yang menjorok ke depan).
Pintu masuk ini terlihat sederhana tanpa bingkai berhiaskan pahatan. Di atas ambang pintu terdapat pahatan kepala Kala atau ꦏꦶꦂꦠꦶꦩꦸꦂꦏ Kirti Murka. Kepala Kala ini dipercaya mengusir roh jahat yang dapat membawa bencana.
Berdasarkan penyebutannya pada Kitab Negarakertagama pupuh 37:7 dan 38:3 serta Prasasti Gajah Mada bertanggal 1351 M yang terletak di halaman kompleks candi, candi ini merupakan tempat ꦥꦼꦤ꧀ꦝꦂꦩꦄꦤ꧀ “pendharmaan” bagi raja Singasari terakhir, Kertanegara, yang mangkat pada tahun 1292 akibat istananya diserang tentara Gelang Gelang yang dipimpin Jayakatwang. Kuat dugaan, candi ini tidak pernah selesai dibangun (wikipedia). Tidak ada relief relief yang menghiasi Candi yang bersifat Siwa-Budha.
Selain Candi Singasari sebagai bangunan utama, di sekitarnya terdapat arca arca dan bebatuan andesit bekas reruntuhan bangunan Candi. Arca arcanya pada umumnya sudah kehilangan bagian kepala. Diduga ada peradaban yang sengaja merusak keberadaan arca arca itu.
A Hermas Thony, penasehat Puri Aksara Rajapatni yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya menyayangkan pernah adanya suatu masa dimana vandalisme itu terjadi. Yaitu dimana ada perusakan perusakan atas arca arca yang ada.
“Coba kita lihat hampir semua kepala arca sudah hilang. Termasuk ada kerata yang ditarik sejumlah lembu dimana kepala Badan penunggangnya sudah hilang”, kata Thony sambil menunjuk pada arca yang terbuat dari andesit warna merah.
Meski demikian Candi Singasari ini masih menjadi jujugan pengunjung untuk berdoa. Misalnya, dalam pengamatan tim ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni, masih berdatangan pengunjung untuk berdoa. Ada satu keluarga dari Bali dan ada pula pengunjung berkebangsaan India yang melakukan ritual di sana. (nanang PAR) *