Prapanca, Aksara Jawa Kuna dan Produk Intelektual Leluhur. Siapa Peduli?

Rajapatni.com: Surabaya (22/10/24) – Piala Prapanca dikenal sebagai bentuk penghargaan pada Lomba Karya Jurnalistik yang  diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim. Penggunaan nama Prapanca ini ada kaitannya dengan nama seorang Juru tulis Kerajaan Majapahit, Empu Prapanca, tepatnya di era Raja Hayam Wuruk pada 1365 M

Mpu Prapanca adalah pujangga yang menulis karya terkenal. Yaitu Kakawin Negarakertagama (ꦏꦏꦮꦶꦤ꧀ꦤꦴꦒꦫꦏꦽꦠꦴꦒꦩ) atau Kakawin Desyawarnana (ꦏꦏꦮꦶꦤ꧀ꦢꦺꦯꦮꦂꦟ꧀ꦤꦤ).

Naskah Kakawin Negarakertagama. Foto: ist

Naskah Kakawin Nagarakretagama ini ditulis menggunakan aksara Jawa Kuno atau Kawi, aksara yang memang umum digunakan di era Majapahit. Selanjutnya aksara ini dianggap sebagai induk Aksara Jawa dan Aksara Bali. 

Aksara Kawi (Jawa Kuna) sekarang tidak digunakan secara umum. Sebagai turunannya, yaitu Aksara Jawa dan Bali, yang masih digunakan hingga sekarang. Aksara Bali umum digunakan di Bali. Aksara Jawa masih langka di Tanah Jawa, termasuk di Kota Surabaya. Ada penulisan Aksara Jawa Kuno di Surabaya, tepatnya di lapik arca Joko Dolog sebagai perwujudan Raja Kertanegara.

Aksara Kawi atau Jawa Kuno yang sekarang menurun menjadi Aksara Jawa Baru (Carakan) adalah sisa peradaban literasi intelektual Majapahit. Karenanya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur mengabadikannya lewat nama lomba karya tulis Jurnalistik, Piala Prapanca. 

Lomba ini mengabadikan karya tulis yang luar biasa, yang dibuat Empu Prapanca yang bernama Negarakertagama. Melalui ajang lomba oleh PWI Jatim diharapkan muncul karya tulis karya tulis yang luar biasa di Jawa Timur seperti halnya Negarakertagama oleh Empu Prapanca.

Jika Piala Prapanca dilihat dari sisi Jurnalistik, siapa yang mau melihat dari sisi intelektualnya bahwa Aksara Jawa Kuna yang menurunkan Aksara Jawa Baru adalah produk intelektual pada masa lalu. Banyak Naskah dan manuskrip yang ditulis menggunakan Aksara Jawa. 

Manuskript adalah buku kuno yang menyimpan ilmu. Ada ilmu pengobatan, pemerintahan, Keagamaan dan bahkan kuliner. Hanya karena generasi sekarang tidak bisa membacanya, maka banyak ilmu leluhur yang tidak diketahui dan dipelajari. 

Aksara Jawa Kuna dalam penulisan Negarakertagama. Foto: ist/goingtotehran.com

Banyak manuskrip beraksara Jawa dan Nusantara tersimpan di perpustakaan Luar Negeri. Bergeming Kah kita untuk mengetahui isinya. Maukah Kita mempelajari Aksara Jawa sebagai langkah awal untuk mengenal manuskript kita, sebagai produk intelektual leluhur? 

Aksara Jawa merupakan hasil karya intelektual para leluhur. Diantaranya, Aksara Jawa bisa digunakan untuk menulis bahasa Jawa, bahasa Sunda, Madura, Sasak, Melayu, Sansekerta, dan Kawi. Aksara Jawa juga bisa untuk menulis Bahasa Indonesia. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *