Rajapatni.com: Surabaya (21/7/24) – Dalam pasal 5, Undang Undang ꦥꦼꦩꦗꦸꦮꦤ꧀ꦏꦼꦧꦸꦣꦪꦄꦤ꧀ Pemajuan Kebudayaan, tentang 10 Obyek Pemajuan Kebudayaan (OPK) disebutkan sebagai berikut. Yakni 1) Tradisi lisan; 2) Manuskrip; 3) Adat istiadat; 4) Ritus; 5) Pengetahuan tradisional;6) Teknologi tradisional; 7) Seni; 8) Bahasa; 9) Permainan rakyat; dan 10) Olahraga tradisional.
Terkait dengan Bahasa, dijelaskan bahwa bahasa adalah sarana komunikasi ꦄꦤ꧀ꦠꦂꦩꦤꦸꦱꦶꦪ antarmanusia, baik berbentuk lisan, tulisan, maupun isyarat, misalnya bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Di Indonesia terdapat sekitar 700 bahasa daerah yang tersebar di berbagai pulau, dari ujung Sumatra hingga Papua. Bahkan, dalam satu provinsi bisa terdapat berbeda-beda bahasa daerah.
Sementara simbol simbol bahasa, yang umumnya disebut ꦄꦏ꧀ꦱꦫ Aksara. adalah bagian dalam bahasa yang menjadi bagian dari OPK. Jika di Indonesia ada 700 bahasa daerah, ternyata hanya ada 12 bahasa yang memiliki aksara lokal. Ke-12 aksara lokal tersebut adalah aksara Jawa, Bali, Sunda Kuno, Bugis atau Lontara, Rejang, Lampung, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing, dan Kerinci (Rencong atau Incung).
Dengan jelas, salah satunya adalah ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Aksara Jawa. Seiring dengan berjalannya waktu, aksara Jawa ini semakin menghadapi kepunahan. Sampai sampai aksara Jawa menjadi aksara asing, yang lebih asing dari pada aksara asing seperti China, Jepang, Korea dan Thailand.
Kita bisa melihat bagaimana Tiongkok, Jepang, Korea, bahkan Thailand menjadi terus berkembang dan mengglobalkan kebudayaannya tanpa kehilangan salah satu ꦆꦣꦺꦤ꧀ꦠꦶꦠꦱ꧀ identitas kulturalnya, yakni aksara itu.
ꦥꦼꦊꦱ꧀ꦠꦫꦶꦪꦤ꧀ Pelestarian aksara bisa menjadi semacam katalog kunci pembuka kebudayaan. Jika suatu hari generasi setelah kita tergerak mencari akar kebudayaannya, maka gerbang awal harus dibuka dengan kunci berupa aksara-aksara yang telah disimpan dengan rapi, ataupun yang telah dipergunakan dengan semestinya
Kami, ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni, berharap agar aksara Jawa bisa terdokumentasikan dengan baik. Hal ini selanjutnya bisa dibawa ke meja diskusi para penggiat kebudayaan dan pemerintahan. Tujuannya untuk dirumuskan kembali, disesuaikan dengan kebutuhan tutur saat ini.
Di Surabaya, telah hadir ꦏꦺꦴꦩꦸꦤꦶꦠꦱ꧀ komunitas aksara Jawa, yang dengan getol dan sungguh sungguh turut melestarikan aksara Jawa. Sampai akhirnya Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, melalui Sekda Kota membuat Surat Edaran (SE) tertanggal 19 September 2023, mengenai penggunaan kembali Aksara Jawa untuk penamaan kantor kantor di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya.
Sekarang di seluruh kantor kelurahan (145 kantor) kantor kecamatan (31), kantor OPD (sekitar 20), Kantor Balai Kota beserta bidang bidangnya, Kantor DPRD Kota Surabaya beserta ruang ruangnya, ꦫꦸꦩꦃꦱꦏꦶꦠ꧀ꦈꦩꦸꦩ꧀ Rumah Sakit Umum dan fasilitas umum lainnya.
Upaya mengembalikan Aksara Jawa tidak cukup pada ꦥꦼꦤꦸꦭꦶꦱꦤ꧀ penulisan pada fasilitas umum dan kantor pemerintah saja, tetapi yang lebih penting adalah pengajaran aksara Jawa pada publik. Kegiatan pengajaran pada publik, Sinau Aksara Jawa, adalah kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh Puri Aksara Rajapatni.
Komunitas yang berbasis di Surabaya ini tidak sekedar mengajarkan aksara Jawa kepada publik, Puri Aksara Rajapatni sekaligus berkampanye penggunaan Aksara Jawa. Karenanya komunitas ini mengelola website yang secara khusus digunakan untuk menyuarakan, mendokumentasikan dan menginformasikan serta menggunakan hal Ikhwal mengenai aksara Jawa.
Selain itu, spanduk dan banner banner beraksara Jawa juga dibuat dan diberikan kepada pedagang kaki lima, pujasera, sentra wisata kuliner secara cuma cuma. Juga pembuatan label (stiker) produk produk UMKM yang berupa botol minuman kemasan.
Selama ini ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni juga mendokumentasikan prasasti, inskripsi dan literasi literasi beraksara Jawa yang ditemukan di Surabaya sebagai wujud peninggalan nenek moyang.
Dalam kiprahnya ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni tidak hanya mendokumentasikan aksara Jawa tetapi juga mengembangkan baik secara manual maupun digital. Yaitu melalui penggunaan alat komunikasi berupa gadget dan tablet. Peserta Sinau Aksara Jawa setelah purna kegiatan kelas, mereka ditampung dalam wadah WhatsApp group (WAG) dimana di dalamnya aksara Jawa digunakan dan dibiasakan penggunaanya.
Disadari bahwa pengunaan aksara Jawa yang masih bersifat ꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦪꦺꦴꦤꦭ꧀ tradisional ini harus berhadapan dengan situasi yang moderen dan heterogen. Berharap Aksara Jawa tetap lestari dan terdokumentasikan dengan baik. (Nanang).