Negarawan dan Budayawan A. Hermas Thony: Undang Undang Kepahlawanan Demi Keberlanjutan NKRI.

Rajapatni.com: Surabaya (25/8/24) – “Melindungi negara yang berdaulat”. Itulah statement penuh ꦱꦼꦩꦔꦠ꧀ semangat demi keberlanjutan kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Tahun 2024, bangsa Indonesia memperingati HUT ke 79 Kemerdekaan Republik Indonesia.

Kedaulatan adalah segalanya bagi kehidupan ꦧꦼꦂꦧꦁꦱ berbangsa dan bernegara. Karenanya ketika bangsa ini merdeka dan lepas dari belenggu penjajahan pada 17 Agustus 1945, segala daya upaya dikerahkan untuk mempertahankan kemerdekaan.

Adalah Surabaya, kota yang kali pertama menyeru “lebih baik mati daripada dijajah kembali” ketika Sekutu mulai masuk dengan dalih menjaga ketentraman. Ternyata kedatangan ꦱꦼꦏꦸꦠꦸ Sekutu diboncengi tentara Belanda.

Pada 19 September 1945, terhitung hanya satu bulan dua hari ꦥꦱ꧀ꦕ pasca kemerdekaan, arek arek Surabaya berani menurunkan dan menyobek bendera Merah-Putih-Biru, yang berkibar di salah satu menara ꦲꦺꦴꦠꦺꦭ꧀ꦪꦩꦠꦺꦴ Hotel Yamato, sekarang Hotel Majapahit.

Arek arek menjaga kedaulatan bangsa. Apalagi di penghujung bulan Agustus 1945 keluar seruan untuk mengibarkan ꦧꦼꦤ꧀ꦝꦺꦫ bendera Merah-Putih. Lha kok, pada 19 September 1945, warga Belanda di Surabaya menaikkan bendera Merah-Putih-Biru di hotel, yang berdiri di jalan Tunjungan, kawasan kaum elit bangsa Eropa.

Pasca insiden bendera, secara beruntun terus terjadi upaya upaya menjaga ꦏꦼꦩꦼꦂꦣꦺꦏꦄꦤ꧀ kemerdekaan meski mati adalah taruhannya. Pada 22 Oktober 1945 di Markas Nahdlatoel Oelama di Bubutan dilakukan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, yang diinisiasi oleh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) K.H. Hasyim Asy’ari dan puluhan kiai se-Jawa Madura.

Pada tanggal 30 Oktober 1945, terjadilah ꦆꦤ꧀ꦱꦶꦣꦺꦤ꧀ insiden yang mengguncang dunia dimana seorang brigadir Sekutu dari Inggris tewas terbakar di dalam mobil yang ditumpangi. Peristiwa ini terjadi di barat sungai Kalimas dan sekaligus membuat Inggris murka.

Atas tekad bulat dan didasari keberanian, arek arek Surabaya tidak takut meski ꦣꦶꦈꦭ꧀ꦠꦶꦩꦠꦸꦩ꧀ diultimatum Inggris agar pejuang Surabaya menyerah, yang jika tidak menyerah, Surabaya akan dibumihanguskan dari sektor darat, laut dan udara.

Meski demikian, arek arek Surabaya tidak gentar. Mereka lebih baik mati daripada dijajah kembali. Maka pecahlah ꦥꦼꦫꦁ perang dahsyat pada 10 November 1945. Atas peristiwa itu, maka diperingati secara nasional Hari Pahlawan untuk menghargai jasa jasa para pahlawan dan pejuang yang gugur dalam mempertahankan kedaulatan Bangsa. Itulah semangat kota Surabaya.

 

Agresi Militer I

Pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, kondisi bangsa justru kian mencekam. Belanda akhirnya benar benar hadir kembali dalam paket ꦄꦒꦿꦺꦱꦶꦩꦶꦭꦶꦠꦺꦂ Agresi Militer. Menurut literasi Wikipedia, Agresi militer merupakan penggunaan kekuatan bersenjata dari suatu negara untuk menyerang negara lain.

Di Indonesia ꦣꦶꦏꦼꦤꦭ꧀ dikenal dengan Agresi Militer I dan II. Agresi Militer Belanda I, yang juga dikenal sebagai Operatie Products, adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia, yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Tujuan utama agresi Belanda ini adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak.

Agresi ini dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook, yang menegaskan bahwa hasil Perundingan ꦭꦶꦔ꧀ꦒꦂꦗꦠꦶ Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi. Ini adalah penafsiran pihak Belanda atas Perundingan Linggarjati. Sementara dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Meja Bundar.

 

Agresi Militer II

Setelah paket Agresi Militer I, lalu Belanda bergiat kembali dalam paket Agresi Militer II atau disebut ꦎꦥꦼꦫꦱꦶꦒꦒꦏ꧀ Operasi Gagak. Operasi ini terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya.

Jatuhnya ibu kota ꦤꦼꦒꦫ negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera, yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara.

Untuk resminya, Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara dan Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi.

Pemerintahan Syafruddin ini dikenal dengan ꦥꦼꦩꦼꦫꦶꦤ꧀ꦠꦲꦤ꧀ꦝꦫꦸꦫꦠ꧀ꦫꦺꦥꦸꦧ꧀ꦭꦶꦏ꧀ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪ Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatera, maka juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang sedang berada di New Delhi. Ini yang kemudian dikenal dengan Exile Government of Republic Indonesia. Agresi Militer II ini berlangsung mulai 19 Desember 1948 hingga 5 Jan 1949.

Upaya pemindahan pusat pemerintahan dari ꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ Yogyakarta ke Bukittinggi ini sebagai upaya untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Pemerintah Republik Indonesia masih ada bila Ibukota Pemerintahan di Yogyakarta dikuasai oleh Belanda.

 

Undang Undang Kepahlawanan dan Kejuangan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah ꦲꦂꦒꦩꦠꦶ Harga Mati. Ini bukan hanya menjadi semboyan tapi harus menjadi sikap nasionalisme yang mutlak bagi seluruh anak bangsa.

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia memiliki ꦆꦣꦺꦤ꧀ꦠꦶꦠꦱ꧀ identitas kebangsaan, yakni Bhineka Tunggal Ika, sebagai nilai dasar persatuan bangsa.

Mengamati catatan ꦱꦼꦗꦫꦃ sejarah di atas setelah pasca kemerdekaan, dua kota Surabaya dan Bukittinggi bagai sebuah kendang, yang memiliki dua sisi dan bisa beresonansi bunyi jika sisinya ditabuh.

Indonesia harus dijaga agar NKRI tetap ada. Kini ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪ Indonesia masih berusia 79 tahun. Di bumi yang sama pernah ada Negeri Koloni Belanda yang bernama Hindia Belanda. Usianya dikenal 350 tahun. Pun demikian dengan negara sebelumnya, Majapahit, usianya hampir 200 tahun.

Untuk melanggengkan NKRI, tidak salah bila terus ada upaya upaya menjaganya. Gagasan ꦭꦲꦶꦂꦚ lahirnya Undang Undang Kepahlawanan dan Kejuangan bukan hal yang muluk muluk. Undang Undang Kepahlawanan dan Kejuangan adalah upaya menjaga kedaulatan dan kemerdekaan dengan nilai nilai luhur di dalamnya, yaitu keberagaman atau kebhinekaan.

A Hermas Thony dengan koleksi benda benda budaya Nusantara. Foto: Thony

Gagasan segar ini dilontarkan A. Hermas Thony, seorang ꦤꦼꦒꦫꦮꦤ꧀ negarawan dan budayawan Surabaya. Thony, selama duduk di kursi DPRD Kota Surabaya, pernah menghasilkan Perda inisiatif Cagar Budaya Kota Surabaya (2001-2004) dan Raperda inisiatif Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Kota Surabaya (2019-2024).

Pada purna tugas sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya (2019-2024), sebagai ꦤꦼꦒꦫꦮꦤ꧀ negarawan dan budayawan Surabaya, Thony tetap berupaya mendorong lahirnya Perda Inisiatif Dewan yang bisa dipakai sebagai payung hukum dalam memelihara pemajuan kebudayaan berdasarkan UU 5/2017 dan nilai nilai Kejuangan dan Kepahlawanan Kota Surabaya.

Sekalipun nanti perdanya sudah ada, Hermas Thony menegaskan bahwa Undang-Undang Khusus untuk Surabaya sebagai ꦏꦺꦴꦠꦥꦃꦭꦮꦤ꧀ Kota Pahlawan sangat penting, terutama untuk memperkuat kesejarahannya, spirit kejuangan dan kepahlawanan Surabaya yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia secara luas.

“Saya berpikir Perda Surabaya Kota Pahlawan nanti harus ada payung undang undangnya, seperti Jogjakarta, karena ini sangat spesifik dan sekaligus untuk memperkuat ꦏꦼꦱꦼꦗꦫꦲꦤ꧀ kesejarahan, spirit kejuangan dan kepahlawanan bangsa”, kata Thony.

Thony (kanan) berdiskusi sejarah dan budaya dengan Fadli Zon (kiri) di Jakarta. Foto: thony

Belakangan Thony berada di ꦗꦏꦂꦠ Jakarta dan sempat bertemu beberapa tokoh nasional, termasuk Fadli Zon, yang dikenal memiliki perhatian terhadap sejarah dan budaya.

“Pak Fadli Zon sangat mendukung lahirnya undang-undang untuk ꦏꦺꦴꦠꦗꦸꦮꦁ Kota juang dan ke Pahlawan Surabaya,” ujar Hermas Thony.

Dalam diskusi dengan Fadli Zon, Hermas Thony juga membahas pentingnya mengakui ꦧꦸꦏꦶꦠ꧀ꦠꦶꦔ꧀ꦒꦶ Bukittinggi sebagai Kota juang, mengingat peran historisnya untuk mempertahankan adanya pusat pemerintahan negara.

“Surabaya sebagai Kota Pahlawan. Bukittinggi sebagai Kota Juang”, pungkas Thony. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *