Rajapatni.com: Surabaya (18/8/24) – Pangeran Diponegoro dikenal sebagai ꦥꦃꦭꦮꦤ꧀ꦤꦱꦶꦪꦺꦴꦤꦭ꧀ Pahlawan Nasional Indonesia. Ia memimpin perlawanan terhadap Belanda yang berlangsung mulai tahun 1825 hingga tahun 1830. Perang Diponegoro ini juga dikenal sebagai Perang Jawa (Java Oorlog).
Karena tipu muslihat pihak Belanda, yang berupa undangan pertemuan antara Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock dengan ꦥꦔꦺꦫꦤ꧀ꦝꦶꦥꦺꦴꦒꦫ Pangeran Diponegoro di Magelang, justru berujung penangkapan terhadap Pangeran Diponegoro. Dari penangkapan itu Pangeran Diponegoro dibuang ke Manado, Sulawesi Utara dalam kurun waktu 1831-1832.
Dalam pengasingan itulah Pangeran Diponegoro menulis riwayat perjalanannya. Di dalamnya ia menuliskan secara rinci peristiwa Perang Diponegoro atau ꦥꦼꦫꦁꦗꦮ Perang Jawa yang berlangsung dari 1825 hingga 1830 yang berakhir dengan penangkapan dirinya di Magelang karena tipu muslihat Belanda.
Menurut data yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, catatan yang berbentuk buku itu ditulis menggunakan ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Aksara Jawa. Buku ini merupakan biografi pertama dalam kesusastraan Jawa modern.
Buku, yang masih tersimpan di Belanda ini, diberi judul “ꦧꦧꦣ꧀ꦝꦶꦥꦺꦴꦤꦼꦒꦫ Babad Diponegoro: Door Diponegoro Self Vervaardigd Sijdens zijn Ballingschap te Manado”, yang artinya Babad Diponegoro: Oleh Diponegoro buatannya sendiri pada masa pengasingannya di Manado.
Dalam beberapa halaman awal, Diponegoro menggambarkan peristiwa Jawa ini melalui mocopatan, yang diantaranya melalui ꦩꦶꦗꦶꦭ꧀ mijil, Kinanti, sinom, dandanggula, durma, maskumambang, Asmaradana, pangkur dan megatruh.
Macapat ini menggambarkan kisah manusia di dunia. Ia juga menuliskan kisah runtuhnya sisa-sisa Majapahit pada 1527 hingga Perjanjian Giyanti pada 1755.
Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan keadaan ꦏꦼꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤꦤ꧀ꦔꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ Kesultanan Ngayogyakarta dan riwayat hidup Diponegoro dari kelahirannya pada 1785 hingga diasingkan ke Manado pada 1830.
Di buku, yang disimpan di perpustakaan Universitas Leiden Belanda ini, Diponegoro menuliskan dalam Aksara Jawa yang indah. Catatan Diponegoro ini cukup rinci sehingga bisa dikatakan sebagai sebuah ꦏꦂꦪꦱꦱ꧀ꦠꦿ karya sastra modern di eranya. Bahkan lukisan Pangeran Diponegoro disimpan di Museum Bronbeek yang baru dibuka pada 16 Agustus 2024.
Kemampuannya menulis dan menggunakan Aksara Jawa menunjukkan bahwa ia tidak hanya seorang pahlawan yang cerdik dan cerdas. Boleh dibilang ia adalah seorang ꦕꦼꦤ꧀ꦝꦶꦏꦶꦪ cendikia, scholar. Sangat beralasan jika kemudian UNESCO mencatat Babad Diponegoro sebagai warisan dokumenter dunia, Memory of the World (MOW) pada tahun 2013. (PAR/nng).