Jejak Warisan Budaya Keris dan Aksara Jawa di Surabaya.

Rajapatni.com: Surabaya – “Keris Warisan leluhur budaya bangsa yang Tak lekang oleh zaman” menjadi tema diskusi publik yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan , Kepemudaan, Olahraga Dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya di lapangan Tugu Pahlawan Surabaya pada Kamis siang (21/11/24). Hadir sebagai pembicara adalah Basuki Teguh Yuwono, seorang Empu Keris dari museum Brojobuwono Surakarta Jawa Tengah; MM Hidayat, seorang kolektor Keris Surabaya dan Nanang Purwono, pegiat sejarah dan budaya Surabaya.

Basuki Teguh Yuwono dalam paparannya mengatakan bahwa Keris jangan dilihat fisiknya saja, tapi perlu dilihat maknanya sebagai warisan budaya tak benda (intangible heritage) bangsa Indonesia. Keris mencerminkan nilai-nilai budaya, keteguhan, kewibawaan, nasionalisme, patriotisme, dan bahkan keragaman bangsa Indonesia. 

Ilustrasi Keris Mpu Gandring yang menewaskan 7 turunan dalam cerita sejarah Kerajaan Singasari. Foto: ist

Keris perlu juga dilihat dalam kacamata kekinian sesuai perkembangan zaman agar Keris ikut lestari dimana zaman itu berada, baik untuk masa sekarang maupun mendatang. Betapapun zaman berubah, Keris harus tetaplah eksis.

Salah seorang peserta dari Komunitas Pasopati menyampaikan gagasannya bahwa untuk Pelestarian Keris perlu ada intervensi pemerintah untuk lebih sering mengadakan kegiatan untuk mempromosikan Keris. Ini sangat penting agar generasi muda selalu terupdate tentang Keris dalam berbagai aspeknya.

Sementara itu Basuki mengatakan dan berharap bahwa dengan adanya Kementerian Kebudayaan yang baru, maka akan ada lembaga negara yang secara khusus akan menangani urusan urusan Kebudayaan termasuk diantaranya Keris.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon sebagai Ketua Umum Sekretariat Nasional Keris Indonesia pernah menyatakan bahwa dalam upaya melestarikan Keris sebagai warisan pusaka, maka perlu menggiatkan kembali pameran, bursa keris, penerbitan buku, serta melakukan edukasi baik di dalam dan luar negeri.

Di Surabaya sendiri keberadaan Keris sebenarnya bukanlah hal yang baru. Secara historis Keris sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Surabaya pada masa lalu. 

Menurut Hidayat ada beberapa Mpu pembuat Keris di kampung Kampung di Surabaya. Misalnya di kampung Ampel Gading dan Pandean. Nama Kampung Kampung ini sebagaimana didapat dari beberapa serat seperti Asmaradana Dan Dandanggula. Demikian isi paparan Hidayat.

Sementara itu Nanang Purwono menambahkan bahwa Keris juga menjadi pusaka yang dibawa oleh pejuang pejuang Surabaya. Simbolisasi Keris yang pernah dibawa oleh pejuang Surabaya ini sebagaimana terlihat pada patung Trip di jalan Gunungsari Surabaya.

Selain itu Keris juga menjadi aksesoris ruang kerja bupati Surabaya Ario Nitiadiningrat sebagaimana terlihat pada foto dokumentasi bupati Surabaya pada tahun 1920-an.

Merawat dan melestarikan Keris sebagai warisan budaya serupa dengan upaya melestarikan Aksara Jawa. Keduanya adalah fakta di Surabaya pada masa lalu. Hidayat dalam paparannya menampilkan data mengenai keberadaan Mpu (pembuat Keris) yang ditulis dalam Aksara Jawa. 

Data keberadaan Mpu yang ditulis dalam aksara jawa. Foto: MM Hidayat

Karena Aksara di Surabaya adalah fakta dan Aksara adalah bentuk tradisi intelektual yang dihasilkan dan sekaligus digunakan oleh para leluhur, maka perlu ada porsi Aksara Jawa dalam sejarah Kota Surabaya sebagai tambahan konten di Museum Pendidikan Kota Surabaya. Bahwa Aksara Jawa sudah digunakan di Surabaya pada Abad ke 15 yang terus berlanjut hingga Abad 19, dimana bukti bukti otentiknya masih dapat dijumpai.

Dalam kesempatan diskusi publik ini juga dilakukan kajian atas sebilah Keris yang menjadi koleksi Museum Tugu Pahlawan. Selain itu sebuah Keris dari keluarga Kanjeng Pangeran Adipati Aryo Karyonagoro dari Surakarta dihibahkan kepada Museum Tugu Pahlawan yang diserah terimakan kepada Kepala Dinas Kebudayaan Kepemudaan Olahraga Dan Pariwisata, Hidayat Syah. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *