Rajapatni.com: Surabaya – Dalam suatu kesempatan bisa terpilih dan mengikuti program Internasional atas nama daerah dan negara, adalah suatu kebanggaan. Siapapun orangnya (partisipan), mereka adalah duta daerah, yang bisa dan bertugas menyampaikan dan memperkenalkan citra daerah dan bangsa kepada pihak lain, minimal kepada sesama partisipan dalam wadah internasional itu. Penulis telah beberapa kali mengikuti program Internasional antar negara.
Berikut yang bisa kita pelajari dan yang tentu bermanfaat kelak bagi siapapun yang berkesempatan menjadi peserta pelatihan internasional (International Training Program) di manapun negara tujuannya.
Dalam wadah inilah terjadi interaksi untuk saling memperkenalkan negara masing masing sehingga terbangun rasa saling belajar dan memahami atas segala perbedaan dan persamaan antar bangsa.
Karenanya setiap partisipan akan lebih maksimal hidup dalam Program international bila sebelum berangkat ke negara tujuan, mereka telah mempersiapkan diri, dibekali fisik dan mental. Mereka siap dengan segala kebutuhan selama tinggal di suatu negara. Sebagai duta bangsa, setidaknya mereka siap dengan produk budaya untuk diperkenalkan apakah dalam momen keseharian maupun dalam momen tertentu seperti cross cultural atau cultural talent show.
Bagi mereka yang bisa menari, menyanyi atau memainkan alat musik termasuk pamer busana daerah akan membantu dalam proses interaksi dan bahkan berdiplomasi budaya.
Karena wadah itu bersifat internasional, maka persiapan bahasa, penguasaan bahasa adalah mutlak karena bahasa menjadi alat dalam berkomunikasi dan berdiplomasi. Umumnya, atas produk budaya yang dibawa, dikenakan atau ditampilkan akan muncul sejumlah pertanyaan dari peserta lain yang ingin tahu lebih lanjut tentang kebiasaan dan benda budaya yang berbeda.
Maka disitulah fungsi penguasaan bahasa oleh setiap individu atau peserta dalam menjawab dan menjelaskan pertanyaan pertanyaan yang muncul baik formal maupun in formal. Mampu menjelaskan berarti berhasil dalam berdiplomasi atas nama bangsa.
Tidak hanya kualitas kemampuan bahasa yang menjadi taruhan, tetapi juga penguasaan konten atau pokok bahasan dalam sebuah interaksi yang menjadi fokus dalam program Internasional itu. Semakin peserta menguasai konten program dan ditunjang dengan penguasaan bahasa, maka akan semakin percaya diri seorang itu dalam interaksi selama program berlangsung. Mereka tidak minder dan tidak pesimis. Sehingga bisa terhindar dari adanya potensi culture shock.
Culture Shock atau Gegar Budaya adalah reaksi normal saat seseorang mengalami perbedaan budaya, lingkungan, atau cara hidup baru di luar negeri. Gegar Budaya ini bisa terjadi bagi seseorang yang tinggal di luar Negeri dengan situasi dan kondisi yang baru serta berbeda. Khususnya bila peserta tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru baik dalam bahasa, lingkungan, Sosial, makanan, kebiasaan kebiasaan dan cuaca.
Akibat dari ketidakmampuan untuk beradaptasi atas perbedaan perbedaan kebiasaan, maka bisa menimbulkan gangguan emosi seperti cemas, bingung, pesimis, kangen rumah, rindu, amarah, stress, frustasi, hingga depresi, yang akibatnya membuat tujuan dalam program gagal.
Tapi bagi mereka yang bisa menikmati perbedaan perbedaan yang ada, maka mereka bisa merasakan kenikmatan kondisi itu dalam situasi apapun. Malah kondisi yang sesungguhnya tidak nyaman bisa menjadi kenikmatan dan suasana indah tersendiri.
Bagi mereka yang overconfidence dalam sebuah program internasional, dikhawatirkan justru tindakannya kurang mencerminkan kekhasan bangsanya. Mereka cenderung larut pada budaya negara itu atau budaya lain yang kurang mencerminkan budaya asli yang seharusnya dipertontonkan atas nama daerah dan bangsa.
Hidup dalam sebuah program internasional memang ada koridor koridor yang mencerminkan suatu bangsa, yang diwakilinya sehingga semua peserta dalam wadah program bisa belajar dari masing masing peserta yang mewakili suatu negara. Itulah arti sebuah program Internasional dirancang. (PAR/nng).