Rajapatni.com: Surabaya (27/9/24) – Dari dua Provinsi sebelah: Provinsi Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur bisa belajar, khususnya dalam upaya melestarikan aksara. Jawa Timur memiliki kekayaan tinggalan nenek moyang yang berupa aksara seperti Kawi, Jawa dan Pegon. Kekayaan ini terbentang jauh ke belakang mulai dari era kerajaan Majapahit, Singasari, Kahuripan hingga Medang.
Peninggalannya masih dapat ditemukan dan dibuktikan, baik yang sudah tersimpan di dalam museum maupun dan yang masih in situ. Namun semua itu seolah menjadi kenangan yang tidak lagi digunakan. Kecuali oleh kalangan tertentu dan di daerah tertentu saja.
Undang Undang 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan telah mengamanatkan untuk pelestariannya. Pun juga dengan Undang Undang 24/2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Sebagai turunannya, provinsi DIY dan Bali telah membuat produk hukum berupa Peraturan Gubernur (Pergub). Di DIY sudah ada Pergub nomor 5/2023 yang mengatur tentang Aksara. Pergub ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah DIY nomor 2/2021 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa.
Sementara itu di Bali juga sudah ada Peraturan Gubernur Bali no 80/2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali. Kedua provinsi itu sudah memasukkan Aksara dalam peraturannya.
Bagaimana dengan Jawa Timur yang menjadi rumah bagi beragam Aksara Nusantara ini?
Jawa Timur sesungguhnya sudah memiliki Peraturan Gubernur nomor 19/2014 yang mengatur tentang mata pelajaran Bahasa Daerah sebagai muatan lokal wajib di sekolah/madrasah. Pokoknya adalah peraturan yang mengatur tentang mata pelajaran Bahasa Daerah.
Sayang ruang lingkupnya hanya ada di lingkungan sekolah (terbatas), bukan di ranah publik dan masyarakat umum. Padahal bahasa berkaitan dengan aksara, yang selain diampu oleh dunia pendidikan, juga layak diampu oleh perangkat lainnya.
Maka, Pergub Jatim no 19/2014 hendaknya disertai mata pelajaran Aksara Jawa. Sehingga secara formal ada upaya pelestarian yang bersifat struktural dan masif di jalur pendidikan.
Di luar jalur pendidikan, perlu juga ada Pergub Jatim yang mengampu dan mengatur tentang Aksara Jawa dan pergub ini bisa berdiri dibawah UU nomor 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan UU nomor nomor 24/2009 tentang Bendera, bahasa dan lambang negara serta lambang negara termasuk lagu kebangsaan.
Melalui perubahan pada Pergub Jatim no 19/2014, Pemerintah Provinsi Jatim sudah mulai memikirkan upaya pelestarian Aksara Jawa sebagai bagian dari penyelamatan Aksara Nusantara.
“Untuk sekarang kita bisa cermati Pergub Jatim no 19/2014 dimana Aksara Jawa bisa dimasukkan dan dikembangkan melalui jalur pendidikan”, demikian pungkas A. Hermas Thony, pembina Komunitas Aksara Jawa, Puri Aksara Rajapatni.
Selanjutnya, jika kelak ada pembahasan untuk hadirnya Pergub Jatim tentang perlindungan, pengembangan, pelestarian dan pemanfaatan aksara jawa, maka ini akan menjadi jawaban atas perhatian pemerintah Jatim terhadap kekayaan literasi Jawa Timur khususnya Aksara Jawa. (PAR/nng)