Rajapatni.com: Surabaya (28/9/24) – Provinsi Jawa Timur adalah rumah bagi aksara Nusantara, khususnya Kawi, Jawa Kuna, Jawa Baru (Carakan) dan Pegon (Arab Gundul).
Hingga kini bukti dan jejaknya masih ada, baik yang tersimpan di museum museum, perpustakaan dan di tangan para kolektor maupun yang masih tersebar di tempat tempat aslinya (in situ).
Bukti bukti itu berupa prasasti yang terbuat dari batu maupun lempengan logam dan manuskrip. Bahkan manuskrip manuskrip penting tersimpan di beberapa museum dan perpustakaan di luar negeri, seperti di Belanda dan Inggris. Sebuah prasasti yang berasal dari Jawa Timur, Prasasti Pucangan dari era Airlangga, tersimpan di museum Kalkuta, kota Kalkuta, India. Namanya berubah menjadi Calcuta Stone (Prasasti Kalkuta).
Padahal di dalam manuskrip yang beraksara Jawa tersimpan berbagai informasi penting yang menunjukkan tingginya peradaban nenek moyang. Kita perlu tahu seperti apa isinya atau kita harus terputus dari peradaban leluhur bangsa ini.
Karenanya, berbagai pihak di Jawa Timur harus sadar dan bersinergi untuk menjaga warisan budaya itu dengan cara mengenalkan aksara Jawa ke generasi muda sekarang dan mendatang. Dengan mempelajari dan tahu aksara Jawa maka akan menjadi tangga atau jembatan untuk menghubungkan generasi muda ke warisan pusaka bangsa ini. Ada peribahasa “tak kenal maka tak sayang”.
Aksara Jawa bukan hanya sekedar bentuk tulisan, tetapi juga cerminan kekayaan budaya, sejarah, dan spiritualitas masyarakat Jawa.
Berukut kutipan dari www.jatimnews.com yang bersumber pada www.kompiwin.com.
KEJAYAAN AKSARA JAWA DI ZAMAN KLASIK
Sejarah aksara Jawa dapat ditelusuri hingga zaman klasik di Jawa Tengah dan Timur pada abad ke-9 hingga ke-14. Pada masa itu, aksara Jawa digunakan untuk menulis berbagai jenis teks, mulai dari literatur, naskah keagamaan, hingga prasasti. Kehadiran aksara Jawa menjadi bukti kemajuan peradaban di wilayah Jawa pada masa tersebut.
CIRI KHAS AKSARA JAWA
Aksara Jawa memiliki bentuk-bentuk unik yang berbeda dari aksara-aksara lain di Nusantara. Bentuk aksara ini mengandung unsur-unsur geometris dan melengkung, yang memberikan kesan estetika yang khas. Aksara Jawa memiliki total 20 aksara vokal dan 32 aksara konsonan, serta memiliki bentuk baku dan bentuk sandangan.
PERKEMBANGAN DAN EVOLUSI
Aksara Jawa mengalami perkembangan dan evolusi seiring berjalannya waktu. Pada awalnya, aksara ini digunakan secara luas dalam teks-teks klasik, termasuk kitab-kitab keagamaan seperti Ramayana dan Mahabharata yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Jawa. Namun, seiring masuknya pengaruh bangsa Eropa, aksara Jawa tergantikan oleh aksara Latin. Sekarang Aksara Jawa menjadi asing yang lebih asing daripada aksara asing.
AKSARA JAWA DALAM KEHIDUPAN MODERN
Meskipun penggunaannya telah menurun, aksara Jawa tidak pernah benar-benar hilang. Sejak tahun 1970-an, aksara Jawa telah diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia, terutama di daerah Jawa. Aksara Jawa kembali mendapatkan tempatnya dalam kesusastraan, kaligrafi, dan seni, serta dipelajari oleh generasi muda yang ingin memahami akar budaya mereka.
TEKNOLOGI DAN AKSARA JAWA
Perkembangan teknologi juga telah mendukung pelestarian aksara Jawa. Aplikasi dan situs web telah dikembangkan untuk mengajarkan dan mempromosikan aksara Jawa kepada masyarakat luas. Teknologi juga memudahkan konversi aksara Jawa ke bentuk digital, menjadikannya lebih mudah diakses oleh banyak orang.
Aksara Jawa adalah simbol penting dari kekayaan budaya, sejarah, dan kepercayaan masyarakat Jawa. Sejarah dan perkembangan aksara ini mencerminkan perjalanan peradaban Jawa dari masa ke masa.
Dengan upaya pelestarian yang terus berlanjut, aksara jawa lengkap akan terus menyala sebagai lambang kekayaan budaya Indonesia dan warisan dari zaman klasik yang patut kita hargai dan pelajari. (PAR/nng)