Rajapatni.com: Surabaya (23/10/24) – Gunung ini terlihat dari ꧌ꦯꦫꦨꦪ꧍ Surabaya bila cuaca cerah. Apalagi di pagi Hari. ꧌ꦱ꧀ꦠꦿꦸꦏ꧀ꦠꦸꦂ꧍ Struktur gunung ini memuncak mengerucut. Letaknya sekitar 45 kilometer dari Kota Surabaya. Secara ꧌ꦄꦢ꧀ꦩꦶꦤꦶꦱ꧀ꦠꦿꦱꦶ꧍ administrasi gunung ini berada di dua Kabupaten. Yaitu Kabupaten Mojokerto dan Pasuruan. Dialah Gunung Penanggungan, yang juga disebut Gunung Pawitra, yang ꧌ꦧꦼꦫꦂꦡꦶ꧍ berarti suci.
Cukup ꧌ꦧꦼꦫꦭꦱꦤ꧀꧍ beralasan disebut Gunung Suci dan ini terbukti dengan banyak ditemukannya situs dan peninggalan ꧌ꦄꦂꦏꦺꦪꦺꦴꦭꦺꦴꦒꦶ꧍ arkeologi yang bersifat Hindu Budha. ꧌ꦏꦉꦤ꧍ Karena kekayaan peninggalan budaya religi ini, kawasan Gunung Penanggungan telah ditetapkan menjadi kawasan ꧌ ꦕꦒꦂꦧꦸꦢꦪ꧍ Cagar Budaya pada tahun 2015.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan “Satuan Ruang ꧌ꦒꦺꦪꦺꦴꦒꦿꦥ꦳ꦶꦱ꧀꧍ Geografis Kawasan Penanggungan sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat ꧌ꦥꦿꦺꦴꦮ꦳ꦶꦤ꧀ꦱꦶ꧍ Provinsi” melalui Surat Keputusan Gubernur ꧌ꦗꦮꦠꦶꦩꦸꦂ꧍ Jawa Timur no. 188/18/Kpts/013/2015 tanggal 14 Januari 2015.
Penulis pada tahun 1998 pernah mendaki gunung ini melalui desa Tamiajeng menuju ꧌ꦥꦸꦚ꧀ꦕꦏ꧀꧍ puncak dan turun melalui desa Seloliman di mana ꧌ꦠꦼꦂꦝꦥꦠ꧀꧍ terdapat Petirtaan Jolotundo. Di sepanjang jalan menuruni gunung ꧌ꦩꦼꦭꦺꦮꦠꦶ꧍ melewati beberapa Candi sebelum bertemu Petirtaan Jolotundo di kaki gunung.
Dilihat dari sisi sejarah, gunung Penanggungan memang memiliki nilai yang penting ꧌ꦏꦉꦤ꧍ karena di sekujur lerengnya dipenuhi ratusan situs-situs arkeologi dan ꧌ꦱ꧀ꦥꦶꦫꦶꦠꦸꦮꦭ꧀ꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ꧍ spiritual Nusantara dari era Hindu-Buddha. Situs situs ini berada di bagian barat sampai utara (Kecamatan Trawas, Mojokerto)
Sebelum dikenal ꧌ꦱꦼꦧꦒꦻ꧍ sebagai Gunung Penanggungan, gunung ini dikenal sebagai Gunung Pawitra. Nama “Pawitra” sudah dikenal sejak ꧌ꦄꦧꦢ꧀꧍ abad ke-10 Masehi. Arti kata “pawitra” dalam bahasa Jawa kuno adalah keramat, suci, kesucian, atau sari.
Nama Pawitra tertulis pada ꧌ꦥꦿꦯꦱ꧀ꦠꦶ꧍ Prasasti Cunggrang yang ditemukan di Desa Sukci, Gempol, Pasuruan, di kaki gunung sebelah timur Penanggungan.
Prasasti Cunggrang dikeluarkan oleh raja Mataram Kuno, Mpu Sindok, pada sekitar tahun 929 Masehi. ꧌ꦥꦿꦯꦱ꧀ꦠꦶ꧍ Prasasti itu menyebut keberadaan sebuah ꧌ꦥꦼꦂꦡꦥꦴꦤ꧀꧍ pertapaan dan sumber air di Pawitra. Sumber air yang ꧌ꦝꦶꦩꦏ꧀ꦱꦸꦢ꧀꧍ dimaksud adalah petirtaan (pemandian) Belahan atau Candi Belahan saat ini, sekitar 4 kilometer dari ꧌ꦝꦺꦱꦱꦸꦏ꧀ꦕꦶ꧍ Desa Sukci.
Prasasti Cunggrang ditulis dengan menggunakan Aksara Jawa kuno dengan bahasa Jawa Kuno, yang ꧌ꦧꦼꦫꦔ꧀ꦏ꧍ berangka tahun ꧌꧇꧘꧕꧑꧇ꦱꦏ꧍ 851 Saka atau 929 Masehi. Prasasti Cunggrang masih berada di Dusun Sukci, Desa Bulusari, ꧌ꦏꦼꦕꦩꦠꦤ꧀꧍ Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, (PAR/nng)
Ref: