Desa Bejijong Trowulan Ekspresi Kampung Majapahit.

Replika rumah Majapahitan di Pusat Informasi Majapahit (PIM) Trowulan. Foto: ist

Rajapatni.com: SURABAYA – Orang awam, ketika mendengar Kerajaan Majapahit, bayangannya sering terbawa ke sosok bangunan megah dimana bangsawan kerajaan bertempat tinggal. Bayangan itu lumrah karena mereka sudah terpapar dengan bayangan rumah raja sebagaimana ada di Keraton Kasultanan Yogyakarta  dan Kasunanan Surakarta.

Jika dikomparasikan dengan di mancanegara seperti India, dimana di komplek kuta raja masih memiliki wujud bangunan istana megahnya. Maka sudah barang tentu wisatawan yang datang ke bekas ibukota Kerajaan Majapahit berharap bisa melihat hal serupa seperti di Yogyakarta, Surakarta, India dan bahkan di Oxford, Inggris.

Tetapi kenyatannya apa yang ada di Trowulan, yang diyakini sebagai ibukota Kerajaan Majapahit, hanyalah serpihan dan struktur yang sudah tercerai berai dan terpendam. Dalam beberapa ekskavasi terakhir seperti di Situs Kumitir dan Klinterejo, yang tersisa hanyalah pondasi pagar/tembok atau talud. Itupun sudah tidak utuh dan terputus putus. 

Masih terlalu sulit membayangkan keberadaan bangunan. Seperti apakah bentuk istana, rumah dan tempat ibadah. Sementara ini masih sebatas analisa dan dugaan dugaan serta angan angan.

Replika rumah Majapahitan di Pusat Informasi Majapahit (PIM) Trowulan. Foto: ist

Tetapi berdasarkan beberapa sumber relief di beberapa candi dari era Majapahit seperti  Candi Minak Jinggo (Trowulan) dan Candi Tegowangi (Kediri), dapat diperoleh gambaran bangunan dari era Majapahit. Menurut Supriyadi, pegiat budaya di desa Bejijong, bahwa rumah rumah Mojopahitan di desanya bersumber dari relief dari Candi Minak Jinggo di Trowulan.

Sebuah relef dengan gambar rumah hunian pada Candi Tegowangi yang menjadi sumber model rumah mojopahitan di Bejijong. Foto: ist

 

Relief rumah hunian pada Candi Minak Jinggo di Trowulan. Foto: ist

Sementara itu replika, yang dipamerkan di PIM dengan struktur bangunan yang berdiri pada lahan berlantai tanah yang dipadatkan dan ada pasangan batu alam, bertiang dan berdinding kayu serta beratap kayu tipis (sirap) adalah hasil rekontruksi Saiful Usman, arkeolog Universitas Indonesia, berdasarkan riset tesisnya.

“Beliau itu arsitek yang mendalami tentang Majapahit. Untuk penelitian di Trowulan, ia bersama Prof. Mundarjito”, terang Rizky, Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI.

Mengamati replika bangunan rumah yang menjadi benda pamer di PIM, dapat diduga bahwa rumah Majapahitan mengandung nilai nilai spiritual tentang keserasian dan keseimbangan. 

Polanya teratur dan simetris. Satu pintu di tengah dan diapit dua jendela di kira dan kanan. Tata letak dan orientasi bangunan dalam permukiman merupakan sebuah ekspresi kosmologi berdasarkan sistem kepercayaan dan tradisi-tradisi berbasis budaya yang diyakini masyarakat saat itu.

Rumah hunian, tidak sekedar menjadi payung dan pelindung, namun memberikan makna bagi penghuninya sebagai tuntunan hidup. Misalnya keseimbangan dan keserasihan, yang artinya menjaga hubungan baik antara manusia dengan Tuhan sebagai sang Pencipta (Hablummin Allah) serta Menjaga hubungan baik antara manusia dengan manusia (Hablummi nanas). 

Bahkan pada bagian atap bangunan di kedua sisinya terdapat mahkota yang melambangkan sepasang nisan, sebagai pengingat akan datangnya kematian.

Pelihat pemaknaan itu, sebuah bangunan didirikan tentunya berdasarkan pada ide, konsep, makna dan budaya, yang berkembang saat itu. Hal ini membuat hunian menjadi salah satu identitas.

Pada era majapahit, bangunan dibagi menjadi dua macam. Yaitu bangunan dengan konstruksi dari susunan batu dan lainnya kontruksi kayu. Konstruksi berbahan batu merupakan bangunan sakral layaknya candi. Sedangkan yang dari kayu, identik dengan bangunan profan seperti rumah.

Sedangkan replika hunian Majapahit di PIM adalah gambaran rumah rakyat. Replika ini juga memiliki kemiripan dengan relief pada beberapa candi yang menjadi inspirasi model model rumah Mojopahitan di desa Bejijong. Sementara replika replika di desa Bejijong adalah kombinasi yang disesuaikan zaman. Modelnya adalah rumah yang seharusnya berkontruksi kayu, seperti tampak pada relief) tapi dibuat dengan batu bata. Fungsi sekarang ini dapat dipakai untuk kebutuhan zaman. Ada yang dipakai untuk stand dagang, ruang tamu, kamar dan fungsi fungs sosial budayai lainnya.

Rumah Mojopahitan di Bejijong Trowulan. Foto: ist

Secara konstruksi dan tata ruang di desa Bejijong, tatanan rumah rumah replika Majapahitan itu mampu memberikan gambaran keadaan sebuah desa di era Majapahit. Maka jadilah desa Bejijong sebagai Kampung Majapahit. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *