Rajapatni.com: SURABAYA – Jangan kaget jika Kota Surabaya memiliki jejak literasi tradisional yang berupa Aksara Jawa. Jejak ini terukir pada salah satu gapura di komplek Sunan Ampel. Posisi gapura, yang berbentuk Paduraksa ini, berada di area paling Selatan dari titik lokasi makam Sunan Ampel. Gapura ini namanya Gapura Munggah, langsung menghadap jalan Sasak.

Aksara Jawa ini terukir pada blandar kayu gapura. Menurut pembacaan hasil diskusi sementara oleh petugas Museum Mpu Tantular pada 2018, inskripsi Aksara Jawa itu berbunyi
“adhanawalewa Wawadha Aranga Asasawapa”, yang diperkirakan berupa tulisan sengkalan yang berarti tahun 1461 Saka atau tahun 1539 M.

Aksara Jawa ini terhitung satu satunya petunjuk zaman paling tua. Tahun 1539 M adalah masa runtuhnya Majapahit ketika Kerajaan Islam mulai bangkit. Aksara ini termasuk langka dan rawan hilang tertelan zaman karena materinya terbuat dari bahan kayu. Bahkan sekarang ini, inskripsinya sudah mulai aus dan agak sulit dibaca. Karenanya inskripsi Aksara Jawa pada gapura Sunan Ampel ini perlu perlindungan.
Caranya adalah melalui perlindungan hukum. Yakni melalui penetapan Cagar Budaya. Sesuai dengan amanat Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya bahwa benda dan bangunan masuk dalam kategori Cagar Budaya bila Berusia minimal 50 tahun; Mewakili masa gaya minimal 50 tahun; Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Selain itu, Gapura beraksara Jawa ini memiliki hubungan erat dengan sejarah dan kebudayaan masyarakat, serta memiliki nilai penting. Aksara Jawa pada gapura ini menunjukkan peradaban masyarakat Surabaya di Ampel Denta yang sudah berpengetahuan tulis.

Dikuwatirkan ketika bangunan yang diduga Object Diduga Cagar Budaya (ODCB) tidak segera ada perlindungan, dia bisa saja dibongkar atas nama pembangunan. Pengalaman ini terjadi pada bangunan di komplek Rusah Sakit Kelamin di Jalan Indrapura Surabaya. Karena di komplek itu hanya bangunan induk yang tertempel placard Cagar Budaya, maka bangunan lainnya yang sesungguhnya terkoneksi dengan bangunan induk bisa dibongkar.
Pengalaman terhadap salah satu gapura Sunan Ampel pernah terjadi. Yaitu gapura yang berbentuk bentar di Timur masjid Ampel.
“Gapura belah bentar sirna dibongkar tahun 70-an karena mereka awam warisan budaya. Maksud saya, jangan sampai kedepannya gapura paduraksan seperti Gapura Munggah juga ikut dibongkar berganti baru”, terang Shohib pegiat sejarah setempat.
Untuk itu, media ini berkonfirmasi ke Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya tentang keberadaan gapura tahun 1539 M yang diduga Cagar Budaya.
“O, ingatku, memang Ampel itu situs mas. Coba ntar kita bahas utk BCB dan struktur CB nya”, kata Ketua TACB Kota Surabaya, Retno Hastijanti.
Sementara dari data lapangan yang diperoleh Shohib bahwa plakard Cagar Budaya yang tertempel pada dinding masjid mengatakan bahwa status sebagaimana bunyi plakard adalah Bangunan Cagar Budaya. Bukannya Situs.

Tentang keberadaan inskripsi (prasasti) pada media kayu di Gapura Ampel ini juga telah dilaporkan ke Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Trowulan.
“Malam Bu. Bu, menginfokan bahwa di blandar di salah satu gapura Sunan Ampel ada inskripsi Aksara Jawa dalam bentuk sengkalan yang dalam tahun Saka menunjukkan 1461 atau Masehi 1539. Itu hasil pembacaan petugas Museum Mpu Tantular pada 2018. Kami ingin ada kawan kawan dari BPKW XI untuk melihat dan ngecek keberadaan inskripsi (prasasti kayu) di Gapura Ampel ini Bu.”, tulis Tim pegiat Aksara Jawa Surabaya, Rajapatni, melalui pesan Whatsapp. (PAR/nng)