Berharap Walikota Surabaya Kenalkan Kiat Surabaya Dalam Beraksara Nusantara Dalam Forum Munas VII Apeksi 2025

Aksara:

Rajapatni.com: SURABAYA – Dalam sebuah diskusi budaya di Padepokan Bhima Sakti, Pacet, Kabupaten Mojokerto pada 9 Februari lalu, saya menyampaikan dalam forum itu bahwa dalam rangka Pemajuan Aksara Jawa di Surabaya tidak lepas dari intervensi Pemerintah, yang terdiri dari unsur Eksekutif dan Legislatif. Intervensi itu sebagai penguatan aksi budaya komunitas, yang berharap bisa mengenalkan kembali peradaban budaya aksara Jawa.

 

Kebijakan Walikota

Karena intervensi itu, diakui, akhirnya di Surabaya secara fisik hadir tulisan beraksara Jawa yang tersebar di seluruh penjuru kota Surabaya melalui 154 kantor kantor Kelurahan, yang tersebar di 31 kecamatan. Secara non fisik juga sudah berjalan kegiatan edukasi belajar Aksara Jawa oleh komunitas Puri Aksara Rajapatni dengan fasilitasi tempat kegiatan oleh pemerintah kota Surabaya.

Bahkan baru baru ini fasilitas tempat tambahan akan dibuka di Rumah Bahasa, yang bertempat di lingkungan Balai Pemuda Surabaya. Kedua fasilitasi itu disediakan oleh Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Surabaya.

Ini semua sesungguhnya tidak lepas dari kebijakan Walikota Surabaya dalam penggunaan aksara Jawa di kantor kantor pemerintah kota Surabaya. Tujuannya adalah menjaga dan melestarikan aksara Jawa sebagai bagian dari identitas budaya bangsa, yang ada di Surabaya.

Faktanya memang keberadaan aksara Jawa dari peninggalan masa lalu masih dapat dilihat. Misalnya inskripsi pada salah satu gapura Ampel, prasasti beraksara Jawa di Masjid Kemayoran dan inskripsi pada makam di komplek Pesarean para Bupati Surabaya di Sentono Agung Botoputih Pegirian Surabaya.

Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan aksara Jawa ini juga diikuti oleh masyarakat kota Surabaya baik untuk label produk maupun penulisan pada Jersey tim olahraga serta penulisan pada spanduk lapak lapak UMKM. Juga hadir media online, yang memposisikan diri sebagai media aksara Jawa. Semua itu dilakukan secara mandiri dengan kesadaran untuk melestarikan aksara Jawa.

Bahkan keberadaan geliat aksara Jawa di Surabaya ini terdengar di mancanegara. Dari mereka tidak jarang juga memberikan informasi tentang aksara Jawa di negaranya masing masing.

 

Harapan Kepada Walikota Surabaya

Aksi budaya literasi tradisional di kota modern Surabaya juga mendapat apresiasi dari pegiat aksara dari berbagai daerah. Misalnya datang dari penggerak aksara Nusantara dan pengasuh pondok pesantren Bina Aksara Mulya Piyungan Yogyakarta, Achmad Fikri AF.

Melalui ajang Munas VII Apeksi Bisa Sosialisasikan Aksara asli Indonesia. Foto: sub

Fikri menilai bahwa aksi beraksara Jawa di Surabaya sangat inspiratif dan ia berharap dalam pertemuan Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia), walikota Surabaya bisa berbagi pengalaman dalam menggerakkan implementasi aksara Nusantara, khususnya aksara Jawa.

Belum lama Kementerian Kebudayaan RI bersama para pegiat aksara Nusantara berdiskusi secara hybrid tentang nominasi aksara Nusantara sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage/ICH) ke Unesco. Selain itu Pemerintah RI melalui Kementerian Kebudayaan juga berupaya membawa aksara Nusantara ke UNESCO melalui digitalisasi dan pengarusutamaan naskah kuno (manuskrip) melalui program Memory of the World (MoW).

Bahkan pemerintah memiliki program MAMDIN (Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Indonesia), yang bertujuan agar aksara Nusantara dapat diakses dan digunakan di internet dalam format Internasional Domain Name (IDN).

Gerakan sadar aksara Nusantara (Indonesia) ini harus masif, sistematis dan menyeluruh, yang dilandasi dengan penuh kesadaran. Surabaya sebagai kota modern sudah mulai mengenalkan objek tradisional sebagai identitas bangsa ini. Upaya ini tidak lepas dari peran Pemerintah Kota Surabaya.

Surabaya tuan rumah Munas VII Apeksi 2025. Foto: sub

Karenanya seiring dengan upaya pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan dalam upaya membawa Aksara Nusantara ke UNESCO harus diiringi oleh kesadaran para stakeholder termasuk pemerintah Kota yang segera akan bertemu dalam Munas VII Apeksi di Surabaya mulai 6-10 Mei 2025.

Sementara itu komunitas Aksara Jawa Surabaya, Puri Aksara Rajapatni, juga berharap kepada Walikota Surabaya Eri Cahyadi bisa berbagi pengalaman dalam membawa literasi tradisional Aksara Nusantara Jawa di kota Surabaya dalam forum Munas VII Apeksi. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *