Rajapatni.com: Surabaya (3/6/24) – Pengalaman pertama begitu ꦩꦼꦔꦼꦱꦤ꧀ꦏꦤ꧀ mengesankan. Itulah kesan para mahasiswa Universitas Staffordshire, UK, ketika belajar menulis Aksara Jawa. Menuliskan nama mereka masing masing dalam aksara Jawa.
Rencananya mereka belajar menulis aksara Jawa dalam dua kali ꦥꦼꦂꦠꦼꦩꦸꦮꦤ꧀ pertemuan. Pertemuan pertama (3/6/24) di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair dan pertemuan kedua (4/6/24) di Museum Pendidikan Surabaya.
Ketika mendengar pengenalan aksara Jawa, yang merupakan aksara lokal (asli), bayangan mereka menerawang jauh ke belakang akan pernah adanya aksara awal mereka. Aksaranya Latin tapi berbeda cara ꦥꦼꦤꦸꦭꦶꦱꦤ꧀ penulisan dengan sekarang. Yaitu Welsh.
Bahasa Welsh, yang disebut Cymraeg atau Gymraeg, adalah anggota Britonik dari rumpun bahasa Keltik, yang digunakan sebagai bahasa ibu di negara Wales (Cymru), ꦧꦿꦶꦠꦤꦶꦪꦫꦪ Britania Raya dan di koloni imigran Wales di Lembah Chubut di Patagonia, Argentina.
Saat ini bahasa Welsh, yang menggunakan aksara Latin, diakui sebagai bahasa ꦩꦶꦤꦺꦴꦫꦶꦠꦱ꧀ minoritas di Inggris. Meski menggunakan aksara Latin, tetapi ada sejumlah aksara seperti huruf W dan Y, yang tidak diucapkan sebagai konsonan. Tetapi diucapkan sebagai huruf (suara) vocal. Bahasa Welsh digunakan secara resmi di Wales.
Bagi para mahasiswa Staffordshire ini, Walsh dianggap langka, tidak umum seperti dulu. Begitu mereka ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦤ꧀ꦝꦶꦁꦏꦤ꧀ membandingkan dengan aksara Jawa yang dulu populer, kini semakin berkurang penggunanya.
“Ini kesempatan yang bagus bagi mereka belajar Aksara Jawa karena mereka bisa mengenal budayanya sendiri”, kata dosen pendamping, Dr. Marc Estibeiro.
Ketika ditanya oleh ꦆꦠꦯꦸꦫꦗꦪ Ita Surojoyo, pengajar aksara Jawa, umumnya mereka mengatakan bahwa mereka tidak punya aksara lain, kecuali aksara Latin. Hanya salah satu dari mereka yang bernama Osman. Osman mengenal aksara Arab. Dia masih menggunakan aksara Arab. Osman mengatakan kalau dalam penulisan aksara Arab, ia menulis dari kanan ke kiri.
Karena Osman sudah mengatakan bahwa ia kenal aksara Arab, maka dijelaskan pula ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦄꦫꦧ꧀ Aksara Arab, yang dipakai di Jawa, tetapi bukan untuk bahasa Arab, melainkan dalam bahasa Jawa.
“Ini namanya aksara Pegon. Hurufnya Arab, bahasanya Jawa”, jelas Nanang melengkapi.
Kiranya mahasiswa lainnya belum kenal aksara Arab atau Pegon, maka ꦆꦠꦯꦸꦫꦗꦪ Ita Surojoyo pun menuliskan Aksara Arab di papan tulis. Osman mengenalnya.
Pada hari pertama belajar Aksara Jawa, para mahasiswa ini sudah mengenal keragaman aksara lokal di Surabaya. Aksara lokal yang akhirnya nya membentuk aksara ꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ Nusantara.
Menulis nama nama asing tidak ditulis berdasarkan alphabet yang membentuk nama itu, namun berdasarkan bunyi bagaimana nama itu diucapkan. Jadi aksara Jawa adalah voice based, yaitu aksara yang ditulis berdasarkan bunyi.
Dalam bahasa Inggris pun masing masing penutur juga berbeda beda karena aksentuasinya yang berbeda. Misalnya kata yang sama, pengucapannya bisa berbeda, jika yang mengucapkan orang Inggris dan Amerika. Beda pengucapan, beda tulisan aksara Jawanya.
Adanya perbedaan ini dapat dipahami oleh para ꦩꦲꦱꦶꦱ꧀ꦮ mahasiswa dan inilah keunikan bahasa dan khususnya aksara Jawa. Di sinilah mereka belajar keragaman budaya, khususnya budaya iterasi. (Nanang PAR)*