Rajapatni.com: Surabaya (4/6/24) – MALAM di kawasan Kota Lama Surabaya (KLS) terlihat romantis. Cahaya lampu mereka indahnya gedung gedung kolonial yang telah dicat. Sebuah plataran (plaza) di depan gedung megah Internasio sudah menjelma sembari ruang terbuka yang tidak kalah dari alun alun Batavia dan ꦱꦿꦶꦒꦸꦤ꧀ꦠꦶꦁ Srigunting Semarang. Di Surabaya di kota lama ini, dulunya bernama Willemsplein (Taman Raja Willem)
Dalam perkembangan zaman, Willemsplein berganti nama menjadi ꦠꦩꦤ꧀ꦗꦪꦺꦔꦿꦺꦴꦤꦺꦴ Taman Jayengrono (Raja Surabaya) dan berubah lagi menjadi Taman Sejarah. Kini, akan menjadi nama apa lagi? Taman Jayengrono atau Taman Sejarah, atau taman apalagi?
Pada malam itu (3/6/24) di plataran ini sudah ada beberapa warga yang menikmati suasana malam. Di sebelah plaza ini membujur jalan utama. Dulu jalan, yang menghubungkan Anyer (Jawa Barat) dan ꦥꦤꦫꦸꦏꦤ꧀ Panarukan (Jawa Timur) bernama Heerenstraat, jalan utama. Jalan ini melintas di gedung pemerintah yang berdiri di depan Jembatan Merah (Roodebrug). Kini gedung pemerintah Java’s van den Oosthoek telah dibongkar untuk akses jalan yang menghubungkan jalan Rajawali (Heerenstraat) di barat Jembatan Merah dan jalan Kembang Jepun (Handelstraat) di timur Jembatan.
Pada abad 19, di sepanjang jalan Heerenstraat berjajar bangunan berpilar. Indah dan megah. Bagai pagar raya. Pada era itu, arsitektur bangunan dengan gaya Indies memang trend. Memasuki abad 20, modern, arsitektur bangunan berubah. Kecuali satu bangunan yang berdiri di pojok jalan ꦫꦗꦮꦭꦶ Rajawali dan Branjangan. Bangunan ini tidak terpengaruh zaman. Bagus. Sosoknya menjadi bukti peradaban zaman.
Bangunan berpilar seperti ini hanya ada tiga di kawasan Kota Lama Surabaya. Dua lainnya ada di jalan Mliwis: Pabrik Siropen dan Rumah Tangga. Sedangkan yang berdiri di pojokan jalan Rajawali dan ꦧꦿꦚ꧀ꦗꦔꦤ꧀ Branjangan ini dipakai buka warung dan toko alat tulis.
Pada Senin malam (3/6/24), A Hermas Thony menyempatkan diri untuk melihat dan menikmati suasana malam di KLS. Thony terpesona melihat bangunan ini. Model arsitektur nya berbeda dari semua bangunan di sepanjang jalan Rajawali yang telah disusurinya mulai dari ujung barat hingga disekitar gedung Internasio. Berhentilah Thony di depan gedung berpilar itu dan melihat dari dekat.
Di sana Thony disambut pemilik warung sekeluarga. Tempat ini strategis. Persis menghadap jalan Rajawali.
“Ini mulai dicat oleh pemkot Pak”, jelas pemilik warung kepada Thony.
Memang, dibanding dengan bangunan kolonial di sekitarnya, gedung ini belum dicat. Dulunya gedung ini, berdasarkan sebuah poster yang tertempel di dalam warung, gedung ini adalah ꦄꦥꦺꦴꦠꦶꦏ꧀ꦯꦸꦫꦨꦪ Apotik Surabaya (Soerabaiasche Apotheek) yang mulai berdiri pada 1864. Tidak jauh dari lokasi ini, memang pernah ada rumah sakit. Sekarang rumah sakitnya sudah hilang, tapi keberadaan rumah sakit dapat diidentifikasi melalui nama jalan. Nama jalan itu adalah Oude Hospitaal Straat. Jalan ini ada di jalan Mliwis bagian barat (setelah perempatan Mliwis-Branjangan.
Keberadaan kota lama Surabaya sesungguhnya dapat diidentifikasi jika nama nama Belanda yang sudah dipakai oleh Pemkot dapat dilengkapi dengan terjemahan nama jalan dahulu, yang berbahasa Belanda. Tanpa ada terjemahan, pengunjung dan warga tidak tau bagaimana kota Surabaya, khususnya Kota Eropa yang dulu pernah berkalang tembok dan menjadi kan Surabaya sebagai ꦏꦺꦴꦠꦧꦼꦂꦠꦺꦩ꧀ꦧꦺꦴꦏ꧀ Kota Bertembok (Walled town).
Thony pada kesempatan itu menyampaikan pesan kepada pemilik ꦮꦫꦸꦁ warung untuk bersama sama menyambut Kota Lama Surabaya sebagai wahana wisata baru di Surabaya.
“Nanti keramaian di jalan Tunjungan bisa bergeser ke Kota Lama Surabaya”, ucap Thony melihat ꦥꦺꦴꦠꦺꦤ꧀ꦱꦶ potensi Kota Lama Surabaya.
“Iya, pak. Saya senang disini jadi tempat wisata. Saya mau jika dibantu menata warung saya ini”, ujar ꦱꦿꦶ Sri yang membuka depot macam macam sambelan serta kopi. (nanang PAR)*