Aksara, Budaya dan Sejarah:
Rajapatni.com: SURABAYA – Rasa penasaran rombongan mahasiswa dari Universitas Marburg Jerman terbayar sudah. Mereka secara langsung menyaksikan khasanah keragaman Kota Lama Surabaya pada Jumat (14/3/25). Mulai dari kisah etnik group, keragaman aksara, hingga kekayaan rempah rempah Nusantara. Endingnya adalah bukti nyata keberadaan rempah di Surabaya yang menjadi komoditas di era Sunan Ampel abad 15.
Kehadiran para mahasiswa dari universitas Marbrug Jerman ini terkait dengan program edukasi budaya, yang menjadi materi perkuliahan di kampusnya. Surabaya masuk dalam daftar kunjungan di Indonesia. Sebelum tiba di Surabaya, mereka sempat berkunjung di kota Tua Jakarta, Yogyakarta, Surakarta dan berikutnya Surabaya sebelum mengakhiri dengan kunjungan di Bali.
Untaian kunjungan ini adalah mempelajari budaya dan sosial yang dampaknya ke ekonomi. Untuk hal tersebut, Surabaya adalah jawabannya. Surabaya menjawab pertanyaan dan keingintahuan tentang budaya, sosial dan ekonomi.
Kunjungan pertama mereka di Surabaya adalah kawasan Zona Eropa Kota Lama Surabaya. Dengan titik awal di pelataran Taman Sejarah (Willemsplein), mereka mendapat overview tentang konsep Kota Lama yang diperkenalkan pemerintah. Bahwa Kota Lama Surabaya meliputi kawasan Eropa, Pecinan, Melayu dan Arab.
Kemudian ditambahkan narasi tentang keberadaan budaya lokal, selain budaya maca negara (Eropa, Pecinan, Melayu dan Arab) oleh pemandu, yang sekaligus pegiat budaya dari Puri Aksara Rajapatni. Melalui ajang wisata budaya dan sejarah Universitas Marburg dan Puri Aksara Rajapatni merajut kerjasama.
Budaya lokal, yang dimaksud pemandu dari Puri Aksara Rajapatni, adalah aksara Jawa yang digunakan sebagai bentuk komunikasi tulis oleh komunitas Jawa dan Madura yang sudah mendiami kawasan Eropa sebelum mereka datang dan membuka permukiman di kawasan ini.
Sejarah Pertahanan Trunojoyo di kawasan ini menjadi bukti sejarah Surabaya ketika mempertahankan teritori Surabaya dari ancaman serangan VOC yang dipimpin oleh Speelman. Kawasan Kota Lama Surabaya kala itu sebagai perbentengan Trunojoyo, bangsawan Madura.
Untuk menunjukkan budaya aksara Jawa, komunitas Puri Aksara Rajapatni memasang banner bergambar peta lama Surabaya yang menggambarkan Surabaya tahun 1750 dan tulisan tulisan Aksara Jawa untuk pedagang setempat utamanya di jalan Glatik, Mliwis dan Krembangan Timur. Melalui penulisan aksara Jawa itulah, rombongan mahasiswa Jerman ini bisa belajar tentang budaya Jawa pada masa lalu.

Ketika berada di salah satu stand warung, rombongan diajak berinteraksi dengan pedagang yang etnis Madura. Untuk membuktikan bagaimana bahasa Madura, bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, pemandu meminta seorang pedagang bicara dalam bahasa Madura, Jawa dan Indonesia. Ini untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa Jerman bahwa ketiga bahasa itu total berbeda. Ini sekaligus menunjukkan keragaman di Surabaya.
Bukti keragaman lainnya dari Indonesia di Surabaya ketika mereka diajak ke toko rempah rempah di jalan Panggung. Lebih dari 100 jenis rempah rempah terkumpul di toko ini. Kata penjual rempah bahwa komoditas rempah di tokonya 90 persen dari berbagai daerah di Indonesia dan sisanya 10 persen import dari China dan India.

Rombongan mahasiswa yang berusia muda ini kemudian membeli berbagai rempah sebagai oleh oleh tentang keragaman rempah dari Surabaya. Ini sebagai bukti bahwa Surabaya adalah rumah keberagaman. Yang mereka beli sebagai oleh oleh diantaranya cengkeh, kayu manis, lada, dan racikan wedang uwuh.
Keragaman lain di Surabaya adalah Pasar Ikan Pabean. Ikan adalah satu kata, tapi jenis ikan bermacam macam seperti yang dapat mereka lihat di pasar Pabean. Bahwa Surabaya menjadi etalase keberagaman ikan dari penjuru Jawa Timur.
Jelajah sejarah dengan moda jalan kaki mulai dari zona Eropa, Pecinan, Melayu dan berakhir di Zona Arab ini, berakhir dengan mengunjungi Masjid Ampel. Seperti pada umumnya, sebelum memasuki kawasan dalam Makam Sunan Ampel, setiap peserta diminta mengenakan sarung untuk laki laki dan kerudung untuk perempuan sebagai wujud hormat dan rasa toleransi.

Memasuki gapura ketiga yang berada persis di barat Masjid Ampel, mereka ditunjukkan pada relief bunga cengkih sebagai simbol dan legitimasi bahwa rempah rempah adalah hasil alam Nusantara.
Sementara pada gapura yang berdiri di paling selatan dari masjid Ampel yang disebut Gapura Munggah, mereka diajak melihat pembuktian bahwa Aksara Jawa tertulis pada blandar kayu gapura. Inskripsi ini juga sekaligus pembuktian tentang tradisi tulis para leluhur yang sudah menggunakan aksara Jawa.
Melalui kelas terbuka Surabaya ini, mahasiswa Marburg Jerman bisa mengenal dan belajar keberagaman Indonesia yang sesantinya berbunyi Bhineka Tunggal Ika. (PAR)nng)