Rajapatni.com : Surabaya – Bertempat di plataran replika Candi Penataran Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya, jagong Budaya Rembulan Kemajapahitan digelar. Kegiatan ini diadakan setiap empat bulan sekali dan dimaksudkan untuk menjaga dan melestarikan nilai nilai peninggalan Majapahit serta memberikan bekal kepada mahasiswa UWK akan nilai nilai Kemajapahitan sehingga mahasiswa UWK memiliki kekhasan dan ketangguhan di antara mahasiswa universitas lain pada umumnya.
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya adalah Universitas yang memiliki orientasi pada nilai nilai Kemajapahitan dengan penokohkan sosok Raden Wijaya, Raja Pertama Majapahit. Dalam “Buku Pintar Jati Diri Kemajapahitan”, yang diterbitkan UWKS, disana disebutkan sifat Raden Wijaya yang perlu ditauladani.
Raden Wijaya adalah seorang ksatria sekaligus raja, yang Teguh, Teteg, Tatag, Tanggon dan Trapsila.
Karenanya setiap tahun dalam menyongsong tahun ajaran baru, mahasiswa barunya diajak berkunjung ke situs situs Majapahit di Trowulan termasuk ke Candi Penataran di Blitar, yang candinya menjadi logo Universitas. Kunjungan dan orientasi sejarah Kemajapahitan ini untuk melihat dari dekat kebesaran Majapahit.
Selain itu di lingkungan kampus juga masih digelar jagong Budaya Purnama Kemajapahitan yang menjadi wadah dalam upaya Pelestarian seni dan budaya Jawa. Wadah ini menjadi etalase unjuk talenta di bidang seni san budaya. Terbukti kelompok Unit Kegiatan Mahasiswa UKM KTKL UWKS berhasil menjadi juara II Nasional LO Kreatif, Kategori Unjuk Talenta.
Yang tidak kalah memukaunya adalah persembahan gamelan Digital dari siswa siswi SMPN 29 Surabaya. Mereka memainkan gamelan dengan menggunakan gadget mereka. Penggunaan teknologi ini merupakan upaya memajukan budaya Jawa. Ternyata memainkan Gamelan dengan menggunakan HP juga bisa.
Menurut Dr Fransisca, yang membawa dan memperkenalkan gamelan Jawa melalui teknologi digital di lingkungan SMPN 29, bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari pengabdian layanan masyarakat UWKS dan upaya Pemajuan Kebudayaan.
Jagong budaya Purnama Kemajapahitan pada malam itu juga diisi dengan bedah pentingnya mengenal Aksara Jawa dalam upaya Pelestarian budaya Jawa. Bedah budaya Aksara Jawa ini menghadirkan ketua komunitas Puri Aksara Rajapatni, Nanang Purwono, yang selama ini turut mengiringi pengenalan dan pemakaian Aksara Jawa di Surabaya.
Menurut Nanang yang juga alumni UWKS, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya sebagai lembaga intelektual sudah selayaknya turut mengawal, mengenalkan dan menyebarkan literasi tradisional intelektual yang pernah dipakai oleh nenek moyang. Yakni Aksara Jawa, yang pada masa sekarang memang masih digunakan tetapi dalam lingkup yang sangat terbatas.
Yakni Aksara Jawa Baru atau Carakan (Hanacaraka). Namun tidak menutup kemungkinan mahasiswa UWK juga diperkenalkan Aksara Jawa Kuna (Kawi) sebagai tambahan wawasan tentang Kemajapahitan. Aksara Kawi banyak ditemui dalam bentuk prasasti di Pusat Informasi Majapahit (PIM) Trowulan Kabupaten Mojokerto.
Pengenalan Aksara Jawa Carakan ini bisa diperkenalkan melalui orientasi Mahasiswa baru ketika mereka diajak berkunjung ke Trowulan selain mengunjungi situs Situs purbakala.
Penggunaan Aksara Jawa bisa juga diaplikasikan pada penamaan Fakultas dan nama nama Kantor serta ruang fungsional di lingkungan Universitas Wijaya Kusuma. Selama ini sudah ada penulisan Aksara Jawa untuk nama gong Kiai Madularas dan Satria Wijaya Kusuma Corner. Penggunaan Aksara Jawa ini bisa lebih ditingkatkan untuk menambah nuansa Pelestarian budaya Jawa dan Kemajapahitan.
Untuk lebih memperkenalkan nilai nilai Kemajapahitan, UWKS memasukkannya dalam kurikulum belajar. Setiap mahasiswa harus mengambil matakuliah Kemajapahitan. Nilai mata kuliah ini adalah 2 SKS. Dengan demikian nilai nilai Kemajapahitan bisa diperkenalkan secara terstruktur dan masif. (PAR/nng).