Aksara:
Rajapatni.com: SURABAYA – Seorang kawan, yang tinggal di kota Nottingham dan pernah dalam satu ruangan di kelas TV Jornalism di Universitas Nottingham Trent 25 tahun lalu, mengkonfirmasi bahwa benar di The British Library London tersimpan banyak manuscript dari Indonesia.
Saya pun berselancar maya di perpustakaan itu. Wow, tidak salah. Koleksinya luar biasa bagus bagus. Buku bukunya (manuskrip) adalah karya para pujangga di zamannya. Termasuk orang orang penting dan pejabat keraton Yogyakarta.
Ternyata dari informasi, yang dimuat di laman laman tentang the British Library, informasi tentang keberadaan naskah naskah kuno (manuskrip) itu sudah lama ada dan sudah menjadi perhatian keluarga Keraton dan sejarawan, termasuk sejarawan Peter Carey.

Bahkan Proyek Digitalisasi Manuskrip Jawa dari Yogyakarta yang bertujuan untuk mendigitalkan 75 manuskrip dari Yogyakarta sampai sekarang aslinya masih disimpan di British Library.
Salah satu manuskrip yang didigitalkan adalah salinan Baratayuda kawi miring hasil penuturan abad ke-18 dalam bahasa Jawa modern, yang asalnya dari Baratayudha, Mahabharata versi Jawa Kuno yang disusun pada abad ke-11.
Dikutip dari laman https://www.academia.edu/ bahwa manuskrip lain, yang juga dapat diakses secara online, adalah karya sejarah seperti Serat Sakondar, yang menceritakan kedatangan Belanda ke Jawa; Serat Jayalengkara Wulang, berisi instruksi etis dan mistis yang terjalin dengan kisah pengembaraan Pangeran Jayalengkara; dan primbon, kompilasi pribadi teks-teks tentang masalah-masalah agama, seringkali bersifat esoteric.
Kebanyakan Manuskrip itu adalah milik keraton Yogyakarta, yang tentu saja penting bagi keraton. Meski beberapa manuskrip telah didigitalkan, namun secara fisik manuskrip manuskrip asli masih berada di The British Library.

Manuskrip Jawa masih disimpan di The British Library karena beberapa faktor sejarah dan pengelolaan naskah kuno. Sebagian besar, yang merupakan manuskrip Keraton Yogyakarta, yang dibawa ke Inggris pada masa lalu dan masih belum dikembalikan, karena Indonesia dinilai belum mampu menangani dan merawat naskah-naskah tersebut secara profesional.
Benarkah demikian?
Secara alamiah di Indonesia kondisinya memang lebih lembab. Berbeda dengan di Inggris yang alamnya lebih kering. Naskah sebaiknya disimpan pada suhu sekitar 20 derajat Celcius dan kelembaban kurang dari 55% untuk menjaga stabilitas fisik dan kimia kertas. Secara alami kondisi suhu seperti itu ada di Inggris.
Apalagi kertas adalah bahan yang lebih rentan terbakar. Keraton kasunanan Surakarta (1985) dan bahkan Museum Nasional (2024) sebagai tempat yang terhitung aman juga pernah terbakar. Karenanya manuscript harus mendapatkan penanganan dan pengelolaan yang baik dan aman. (PAR/nng).