Aksara:
Rajapatni.com: SURABAYA – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Surabaya sedang menggodok Raperda Pemajuan Kebudayaan. Pegiat aksara Surabaya, Puri Aksara Rajapatni, mengusulkan agar Aksara masuk sebagai Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK).
Sesuai UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, di pasal 5 berbunyi bahwa ada 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK), yang terdiri dari Tradisi lisan, Manuskrip, Adat istiadat, Ritus, Pengetahuan tradisional, Teknologi tradisional, Seni, Bahasa, Permainan rakyat, Olahraga tradisional.
Dari 10 Objek yang ada, ternyata Aksara sebagai identitas bangsa belum tersebut dan oleh sebab itu aksara daerah (Nusantara) perlu menjadi Objek Pemajuan kebudayaan.
Meski dalam penjelasan pada Undang Undang, Bahasa dijelaskan sebagai sarana komunikasi antar manusia, baik berbentuk lisan, tulisan, maupun isyarat, misalnya bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Bahasa X Aksara

Meski sudah ada Bahasa, tapi bahasa tidaklah sama dengan aksara. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.
Sementara aksara adalah sistem penulisan suatu bahasa yang menggunakan simbol-simbol atau rangkaian huruf/aksara untuk mewakili bunyi atau ujaran.
Sedangkan “isyarat” sendiri sebagaimana dimaksudkan dalam konteks Undang Undang Pemajuan Kebudayaan adalah merujuk pada berbagai bentuk ekspresi dan penggunaan bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan, ide, nilai, dan budaya tertentu.
Menurut tokoh penggerak budaya, sekaligus inisiator Perda Pemajuan Kebudayaan Kota Surabaya bahwa makna “isyarat” adalah berupa mimik dan bahasa tubuh (body language), seperti mengangguk, berkedip, melambaiman tangan dan masih ada lagi lainnya.
Mengamati penjelasan bahasa sebagai mana tersebut di atas, bahwa isyarat bukanlah bahasa. Tapi Aksara adalah sistem penulisan suatu bahasa yang menggunakan simbol-simbol atau rangkaian huruf untuk mewakili bunyi atau ujaran.
Perlunya Aksara Demi Pemajuan Object Manuskrip dan Pengetahuan Tradisional.
Indonesia selain kaya akan bahasa daerah, juga memiliki aksara Daerah yang kondisinya memprihatinkan. Aksara daerah ini menjadi penting dalam kontek Pemajuan Kebudayaan Kota Surabaya karena aksara ini memiliki relevansi dengan Manuskrip dan pengetahuan tradisional, yang menjadi bagian dari 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK).

Bagaimana bisa memajukan Manuskrip, yang umumnya ditulis dalam aksara daerah, termasuk Jawa? Untuk memajukan Manuskrip, yang tidak hanya dijaga dan dilindungi secara fisik, tetapi isinya harus dimengerti dan dipahami. Nah, untuk memahaminya, maka seseorang harus bisa membacanya.
Karenanya adalah perlu menjaga, melindungi, dan melestarikan aksara daerah (Nusantara) dengan cara mempelajarinya. Jika tidak mengerti aksara daerah, misalnya aksara Jawa, bagaimana bisa membaca manuskrip yang beraksara daerah Jawa (Nusantara) untuk dimajukan.
Tidak cuma Manuscript, ada objek lain yang membutuhkan aksara daerah. Yaitu pengetahuan tradisional.
Pengetahuan Tradisional
Sesuai dengan penjelasan dalam UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan bahwa Pengetahuan Tradisional adalah seluruh ide dan gagasan dalam masyarakat yang mengandung nilai-nilai setempat sebagai hasil pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan lingkungan, dikembangkan secara terus menerus dan diwariskan lintas generasi. Pengetahuan tradisional antara lain kerajinan, busana, metode penyehatan, jamu, makanan dan minuman lokal, serta pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta.
Bukan tidak mungkin bahwa pengetahuan tradisional ini bersumber dari manuscript. Misalnya cara membuat jamu, seperti tertulis di Serat Centhini dan Serat Primbon Jampi Jawi. Manuskrip ini juga menjelaskan khasiat berbagai tanaman obat dan metode pengobatan tradisional Jawa.
Karenanya Aksara daerah (Jawa/Nusantara) sangat relevan dengan objek Pemajuan kebudayaan lainnya yang patut dimajukan. Itulah sebabnya mengapa Aksara daerah sebagai identitas bangsa perlu menjadi Object dalam Obyek Pemajuan Kebudayaan dalam Perda Pemajuan Kebudayaan Kota Surabaya. (PAR/nng)