Rajapatni.com: SURABAYA – Disadari betul bahwa bahasa dan aksara adalah identitas bangsa. Bangsa Indonesia sungguh sungguh memiliki identitas itu. Bahasa dan aksara adalah dua entitas yang berbeda tapi “bersenyawa”.
Indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa daerah. Tetapi jumlah aksara yang dimiliki hanya sekitar 15. Apalagi aksara di negeri ini menghadapi kepunahan karena jarang dan bahkan tidak dipakai. Lebih mirisnya ada daerah di Sulawesi malah menggunakan aksara asing Korea untuk fungsi fungsi resmi dan tidak resmi.
Gawat dan bahaya. Daerah itu sudah kehilangan identitas. Bayangkan kalau aksara aksara Nusantara ini hilang dari bumi Indonesia. Maka adalah penting menjaga dan melestarikan bahasa dan aksara Nusantara.
Pada 21 Februari ini diperingati Hari Bahasa Ibu Internasional. Secara global telah diserukan pentingnya menjaga bahasa ibu. Indonesia kaya akan bahasa Ibu. Indonesia juga punya beragam aksara Nusantara. Tapi jarang digunakan.
Apresiasi Gubernur Bali Karena Berani

Gubernur Bali terpilih periode 2025–2030 Wayan Koster menyatakan akan tancap gas setelah dirinya dilantik menjadi gubernur pada 20 Februari 2025. Yaitu membuat satu gebrakan mewajibkan seluruh produk industri maupun UMKM yang beredar di Bali menggunakan aksara Bali dalam nama produk di kemasannya.
Hal ini pernah disampaikan Gubernur Bali periode 2018-2023 itu saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Bulan Bahasa Bali ke-7 Tahun 2025, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Sabtu (15/2/25).
“Di periode kedua, saya akan tancap gas untuk percepatan perluasan pemantapan penggunaan aksara Bali di segala lini kehidupan, termasuk produk-produk hasil UMKM di Bali akan distandarkan kewajiban menggunakan aksara Bali,” tandas Koster yang dikutip dari nusabali.com.
Koster menegaskan komitmen menjaga dan melestarikan bahasa, aksara, dan sastra Bali sangat penting untuk dilakukan. Aksara Bali merupakan salah satu unsur kebudayaan dan identitas utama yang dimiliki masyarakat Bali.
Menurut Koster, penggunaan aksara Bali dalam kemasan produk sudah dilakukan oleh produsen arak Bali. Saat memimpin Bali pada periode ke dua (2025-2030), Koster akan segera mengeluarkan regulasi berupa peraturan gubernur (pergub) atau surat edaran (SE), yang mewajibkan produsen menyertakan aksara Bali pada nama nama (merek) yang ditampilkan dalam kemasan.
Koster mengatakan masyarakat Bali harus bersyukur karena memiliki warisan berupa aksara sendiri. Menurutnya tidak semua bangsa di dunia memiliki warisan aksara sebagai sebuah identitas unik. Hal ini menunjukkan bahwa peradaban orang Bali terbilang tinggi karena mampu mewariskan budaya berupa aksara.
“Kalau kita sudah diberikan, bikin tidak bisa, menggunakan juga tidak bisa, menurut saya itu kebangetan, dosa kepada leluhur. Harusnya kita bangga punya aksara Bali,” tambah Koster.
Sikap dan kebijakan pemerintah Bali yang diwakili oleh Gubernur Bali, Wayan Koster, patut dicontoh oleh daerah daerah lain yang masih memiliki aksara. Ini adalah upaya dalam penyelamatan dan pelestarian aksara Nusantara bersama. Jika semua kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota memiliki kesadaran bersama dalam menjaga identitas bangsa, maka bangsa ini semakin kuat sebagai bangsa yang berbeda diantara negara negara lain. Bangsa yang semakin beridentitas.
Usulan ke Presiden Prabowo Subianto
Komunitas Aksara Jawa Surabaya, Puri Aksara Rajapatni, mengusulkan kepada pemerintah pusat, Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian Kebudayaan tentang penggunaan aksara Nusantara pada pecahan mata uang rupiah, penggunaan aksara Nusantara untuk labelling produk produk lokal, membangun aplikasi digital yang bisa mentranswarakan dari sumber prasasti dan manuskrip manual menjadi swara termasuk penggunaan aksara Nusantara untuk pengkayaan motif batik Nusantara.
Siapa berani menjaga identitas bangsa seperti gubernur Bali, Wayan Koster? (PAR/nng)