Mahasiswa Thailand Sehari Mengenal Situs dan Peradaban Majapahit.

Sejarah Budaya:

Salah satu mahasiswi Thailand mengabadikan arca Garuda Wisnu yang menjadi lambang Universitas Airlangga. Foto: nanang

Rajapatni.com: SURABAYA – Tujuh belas mahasiswa Universitas Kasetsart Thailand, yang didampingi oleh lima staf dan mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, mengunjungi beberapa situs Majapahit di Trowulan pada Selasa (25/2/25).

Rombongan mahasiswa Thailand kunjungan ke Trowulan. Foto: nanang

Kunjungan budaya ini merupakan bagian dari program Student Inbound yang digelar oleh Universitas Airlangga dalam upaya menginternasionalisasi kampus. Menurut dosen pendamping Moordiati, ada beberapa negara yang datang dan belajar di Unair dalam Student Inbound Program. Sebelumnya, diantaranya, adalah rombongan mahasiswa dari UK dan juga kelompok pada dosen dari Amerika Serikat. Salah satu dari agenda kegiatan ini adalah mengenalkan budaya Indonesia yang ada di Surabaya dan Jawa Timur.

Ke 17 mahasiswa Universitas Kasetsart Thailand ini diantaranya telah mendapatkan materi Sinau Aksara Jawa, termasuk membatik dan pada Selasa (25/2/25) mereka diajak berwisata sejarah dan budaya di situs situs bekas kerajaan Majapahit.

Lokasi pertama yang mereka kunjungi adalah Pusat Informasi Majapahit (PIM) di Trowulan, yang memang menyimpan ribuan koleksi serpihan benda benda arkeologi dari bangunan candi yang tersebar di Jawa Timur. Ada arca, koin, konstruksi bangunan rumah dari era Majapahit, relief, tegel tegel kuno, sumur Jobong dan tidak ketinggalan prasasti prasasti dengan inskripsi aksara Jawa Kuna atau Kawi.

Prasasti beraksara Jawa Kuno ini sekaligus sebagai bukti penggunaan aksara Kawi di era Majapahit. Sebelumnya mereka telah mendapat pengenalan Aksara Jawa Kuna (Kawi) dan aksara Jawa baru Carakan Hanacaraka di kampus FIB Unair.

Kali ini dengan menyaksikan prasasti secara langsung di PIM, para mahasiswa Thailand semakin mengenal aksara, yang merupakan turunan dari aksara Pallawa India, yang riwayatnya serupa dengan aksara Thai. Aksara Jawa Kuna (Kawi) dan Thai adalah serumpun yang menjadi turunan dari aksara Pallawa.

Wisnu naik garuda menjadi latar para mahasiswa dalam potret kenangan tentang logo universitas Airlangga. Foto: par

Selain memperhatikan aksara Kawi, mereka juga diajak mengenal patung Garuda Wisnu, yang menjadi simbol Raja Airlangga. Yakni dewa Wisnu yang sedang menunggang Garuda. Melihat arca ini adalah bagian untuk mengenal raja Airlangga, yang menjadi simbol universitas Airlangga sehingga cerita ini menjadi oleh oleh narasi yang bisa mereka bawa pulang ke negerinya.

Selain itu, mereka juga diperkenalkan dengan buah Maja, yang rasanya pahit yang juga menjadi latar belakang asal usul nama Majapahit. Secara sekilas fisik, buah Maja memang terlihat segar yang enak dimakan, tapi ternyata buahnya pahit dan tidak bisa dimakan. 

Mendengar cerita sambil memandang buah Maja, mereka seolah tidak percaya sehingga mereka mendekat dan memegang buah yang masih bergelantungan di pohon termasuk ada yang sudah jatuh dari pohon. Ada yang akan mencoba mencicipinya. Namun mereka percaya buah maja rasanya memang pahit.

Lantas masih dari area Pusat Informasi Majapahit, mereka mengalihkan perhatian pada kolam Segaran yang ada di seberang PIM. Diceritakan bahwa kolam Segaran menjadi simbol luasan wilayah Majapahit yang meliputi darat dan lautan. Sagaran berasal dari kata segara (laut). Segaran menjadi simbolisasi bahwa Wilwatikta memiliki wilayah yang meliputi daratan dan lautan dan Majapahit memang punya kekuatan laut yang dipimpin oleh Laksamana Nala.

Candi Bajang Ratu. Foto: par

Setelah dari PIM, rombongan melanjutkan menjelajah desa Temon dimana terdapat peninggalan Candi Bajang Ratu dan Candi Tikus. Yang menarik dari Candi Bajang Ratu adalah adanya bekas kotak kotak ekskavasi atas kelanjutan tembok pada sayap kiri dan kanan Gapura Paduraksa candi Bajang Ratu.

Ini menarik perhatian mahasiswa Thailand yang turut menduga mengenai luasan area yang bergapura Padu Raksasa. Tentu jika ekskavasi itu dilanjutkan akan ketemu struktur yang panjangnya melebihi pagar tembok pada area Candi. Belajar dari ekskavasi di Situs Kumitir dan Situs Klinterejo, panjang struktur pondasi pagar bisa sampai 200 meter. Pun demikian bila ekskavasi di Candi Bajang Ratu ini dilanjutkan.

Sebelum akhirnya sampai di arca Budha Tidur (Sleeping Budha) di desa Bejijong, mereka juga mengunjungi Candi Tikus, yang ketika ditemukan pada 1914 merupakan sarang tikus.

Mengenal salah satu dari agama yang pernah dianut oleh masyarakat majapahit. Foto: par

Di lokasi Sleeping Buddha, para mahasiswa ini berkesempatan melihat image patung pendiri dan sekaligus raja pertama Majapahit Dyah Wijaya dan perdana menteri Gajah Mada yang berhasil mempersatukan Nusantara melalui sumpah amukti Palapa. Kedua patung ini melengkapi cerita Majapahit yang dinarasikan di sepanjang perjalanan dari Surabaya ke Trowulan oleh pemandu dari Puri Aksara Rajapatni.

Menurut pemandu bahwa Buddha adalah agama yang dianut oleh masyarakat Majapahit selain Hindu. Dengan adanya patung Buddha di kawasan Trowulan menjadi simbol bahwa masyarakat Majapahit menganut ajaran Siwa Buddha. Karenanya di beberapa situs Majapahit ada yang bersifat Buddha, seperti Candi Boyolangu (Gayatri Rajapatni) di Tulungagung.

Dua mahasiswa mendapat hadiah kalender beraksara Jawa dari Rajapatni. Foto: nanang

Karena wisata ini bermuatan edukatif, maka ada quis dan mereka mendapat hadiah atas pertanyaan yang bisa dijawab. Hadiahnya adalah kalender 2025 yang bergambar dan berisi aksara Jawa yang dibuat oleh Puri Aksara Rajapatni.

“This is a souvenir for you to bring home”, pungkas pemandu dari Puri Aksara Rajapatni. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *