Serial Javagraph (5): Prasasti Wurare Beraksara Jawa Kuna, Berbahasa Sansekerta. 

Rajapatni.com: Surabaya (18/10/24) – Aksara Jawa Kuna ada di Surabaya. Meski bukan asli dan asal Surabaya. Tetapi keberadaannya sudah lebih dari 200 tahun. Sekarang posisinya ada di Taman Apsari. Aksara itu terpahat pada lapik arca Joko Dolog yang menjadi perwujudan Raja Kertanegara (1268-1292).  

Raja Kertanegara adalah Raja terakhir Kerajaan Singasari (1222 – 1292). Ia wafat di tangan Jayakatwang, Raja Kediri pada 1292. 

Berdasarkan pembacaan pada Prasasti yang disebut Wurare bahwa prasasti ini tertulis dalam Aksara Jawa Kuna dengan Bahasa Sansekerta.  Prasasti Wurare ini dibuat pada 1211 Saka atau 1289 M, berisi tentang gagasan upaya penyatuan kembali wilayah Panjalu dan Jenggala. Prasasti ini juga menjadi tanda penobatan Raja Kertanegara sebagai Buddha Mahaksobhya.

Prasasti ini berasal dari desa Bejijong, Trowulan Kabupaten Mojokerto yang kemudian dibawa oleh Resident Surabaya, Van Sallis, ke Surabaya pada tahun 1811 an. Pada saat itu ditempatkan di Kebun Taman di belakang kediaman residen Surabaya, Huiz van Simpang, yang sekarang jadi Grahadi. Titik penempatan arca seperti yang bisa dilihat hingga sekarang.

Inskripsi Aksara Jawa Kuno ini sangat indah dan rapi serta jelas, tidak aus. Sangat mudah dibaca. Kiranya inskripsi prasasti Wurare ini yang terindah yang ada di Jawa Timur. Selain terpahat rapi, besaran per aksaranya juga sangat relatif sama sehingga seperti pahatan mesin. 

Prasasti Wurare atau arca Joko Dolog. Foto: nanang

Sebuah karya teknik ukir batu yang luar biasa dari leluhur Jawa. Setiap Aksara memiliki kedalaman ukir batu yang mega luar biasa. Bagaimana batu bisa diukir seperti itu?. Ukir kayu pun belum tentu bisa. Tentu mereka memiliki tekhnik tekhnik dan Tekhnologi tradisional dalam pembuatan ukir prasasti batu.

Jika ukir prasasti ini dibandingkan dengan sejumlah prasasti yang dikoleksi di Pusat Informasi Majapahit (PIM) dan Kantor Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jawa Timur, tidak ada inskripsi yang seindah prasasti Wurare.

Sebetulnya bukan untuk dibandingkan tetapi untuk menunjukkan bahwa di Pusat purbakala dan arkeologi di Jawa Timur ini tersimpan banyak prasasti yang menggunakan Aksara Jawa Kuno atau Kawi.

Salah satu koleksi prasasti di PIM Trowulan. Foto: nanang

Aksara ini memang umum digunakan di era Majapahit dan merupakan aksara turunan dari Aksara Pallawa dan dianggap sebagai induk Aksara Jawa dan Aksara Bali. Aksara Pallawa sendiri berasal dari India.

Aksara Kawi memiliki ciri-ciri yang diantaranya  adalah merupakan abugida, di mana setiap hurufnya melambangkan bunyi suku kata bervokal /a/. Kosa kata Kawi ini masih umum ditemukan di dalam masyarakat Tengger Bromo. Kosa kata kosa kata mereka masih dibaca /A/, seperti “Aku mangan segA rong DinA” (saya makan nasi dua hari). Kawasan Tengger Bromo memang menjadi jejak peradaban Majapahit.

Di PIM dan Kantor BPK Wilayah XI inilah dapat dilihat bagaimana Aksara Jawa Kuna atau Kawi. Salah satu dari koleksi itu adalah Prasasti Gemekan atau Masahar yang merupakan peninggalan Kerajaan Medang dengan rajanya Mpu Sindok. 

Prasasti berangka tahun  852 Saka atau 930 Masehi yang ditemukan di desa Sooko, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Angka tahun ini menunjukkan bahwa jauh sebelum ada Majapahit, sudah ada peradaban yang lebih tua dan sudah menggunakan literasi Aksara. 

Bahasanya adalah Sansekerta. Sansekerta yang tergolong bahasa Asing ini menunjukkan sudah adanya hubungan antara Jawa dan bangsa lain, khususnya India. Jejak hubungan antara India dan Jawa cukup banyak, seperti halnya Aksara Pallawa yang digunakan pada era Raja Purnawarnan di daerah Jawa Barat. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *