꧌ꦱꦩ꧀ꦧꦸꦠ꧀ꦲꦫꦶꦧꦲꦱꦅꦧꦸ꧍ Sambut Hari Bahasa Ibu Internasional: Agar Berbahasa Jawa Yang Baik, Kenali Dulu  Aksara Jawa.

Sambut Hari Bahasa Ibu Internasional. Foto: ist

Rajapatni.com: SURABAYA – Dalam acara talkshow di RRI Pro4 Kanal Budaya, pada Kamis (23/1/25) ada penelpon yang bertanya sekaligus ꧌ꦩꦼꦔꦸꦔ꧀ꦏꦥ꧀ꦏꦤ꧀꧍ mengungkapkan rasa keprihatinannya terkait dengan ꧌ꦉꦟ꧀ꦝꦃꦚ꧍ rendahnya kemampuan anak muda sekarang dalam berbahasa Jawa yang baik.

“Lha iya anak anak zaman sekarang itu kok tidak bisa membedakan ꧌ꦥꦼꦔꦸꦕꦥꦤ꧀꧍ pengucapan dalam bahasa Jawa antara makna “pasir” dan “takut”, komen Bu Setya, penelpon.

Dijelaskan oleh ꧌ꦤꦫꦱꦸꦩ꧀ꦧꦼꦂ꧍ narasumber dalam acara itu bahwa apabila mereka mengenal aksara Jawa, maka mereka bisa ꧌ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦺꦝꦏꦤ꧀꧍ membedakan pengucapan kosa kata dalam bahasa Jawa, yang berarti “pasir” dan “takut”. 

Kalau “pasir” dalam ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ aksara Jawa menggunakan konsonan DHA (ꦝ), “wedhi”. Sedangkan arti “takut” dalam Aksara Jawa menggunakan ꧌ꦏꦺꦴꦤ꧀ꦱꦺꦴꦤꦤ꧀꧍ konsonan DA (ꦢ), “Wedi”.

Dengan mengetahui Aksara Jawa, tentunya akan ada pengucapan yang benar dan mereka bisa ꧌ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦺꦝꦏꦤ꧀꧍ membedakan mana itu Wedhi (pasir) dan Wedi (takut). 

“Wedhi” dilafalkan dengan D berat, dengan ꧌ꦲꦸꦗꦸꦁꦭꦶꦝꦃ꧍ ujung lidah di langit-langit mulut. Sedangkan “wedi” (D ringan) dilafalkan dengan ujung lidah pada bagian belakang gigi depan atas.

꧌ꦄꦥꦿꦺꦱꦶꦪꦱꦶ꧍ Apresiasi Bahasa dan Aksara Jawa.

Sambut Hari Bahasa Ibu Internasional. Foto: ist

Dalam ꧌ꦏꦼꦲꦶꦝꦸꦥꦤ꧀꧍ kehidupan sehari-hari, bagi orang Jawa tampaknya tidak bisa dilepaskan dari penggunaan Bahasa Jawa. Selain sebagai bahasa ibu, Bahasa Jawa ꧌ꦠꦼꦂꦯꦼꦧꦸꦠ꧀꧍  tersebut bagi orang Jawa juga sebagai bahasa pergaulan, yang digunakan dalam komunikasi terutama dalam ruang lingkup ꧌ꦩꦯꦫꦏꦠ꧀ꦗꦮ꧍ masyarakat Jawa. 

Namun dalam praktiknya Bahasa Jawa diterapkan atau ꧌ꦝꦶꦥꦼꦂꦓꦸꦤꦏꦤ꧀꧍  dipergunakan lebih luas dalam kehidupan baik di dalam keluarga rumah tangga, ꧌ꦥꦼꦂꦓꦲꦸꦭꦤ꧀꧍  pergaulan dengan para tetangga, teman atau relasi lainnya.

Meski sudah terbiasa menggunakan Bahasa Jawa dalam pergaulan ꧌ꦩꦲꦸꦥꦸꦤ꧀꧍ maupun dalam komunikasi sosial, namun dalam praktiknya sering dijumpai kekeliruan atau ketidak-tepatan dengan penggunaan Bahasa Jawa. ꧌ꦩꦼꦱ꧀ꦏꦶꦥꦸꦤ꧀꧍ Meskipun mereka sama-sama memahami ketika berkomunikasi dengan Bahasa Jawa, tetapi penggunaan praktik dalam berbahasa Jawa tersebut ꧌ꦩꦱꦶꦃ꧍ masih banyak campur-aduk, misal  antara Bahasa Jawa dengan Bahasa Indonesia. 

Unggah Ungguh ꧌ꦧꦲꦱ꧍ Bahasa

Bahkan, meskipun menggunakan Bahasa Jawa, tetapi penerapannya juga masih banyak yang salah atau keliru ꧌ꦠꦼꦫꦸꦠꦩ꧍ terutama mengenai Unggah-Ungguh Basa Jawa dalam praktik berkomunikasi. Hal itu ꧌ꦝꦶꦱꦼꦧꦧ꧀ꦏꦤ꧀꧍ disebabkan karena bahwa dalam Bahasa Jawa terdapat tiga jenis bahasa.

Menurut Wawan Susetyo, ꧌ꦧꦸꦢꦪꦮꦤ꧀꧍ budayawan, sastrawan dan penulis asal Tulungagung, ketiga jenis bahasa (unggah Ungguh itu adalah:

Yakni; Pertama, Basa ngoko; yakni Bahasa Jawa yang diucapkan oleh sesama teman dalam pergaulan, teman sekolah, dan sebagainya yang ꧌ꦥꦿꦶꦤ꧀ꦱꦶꦥ꧀ꦚ꧍ prinsipnya memiliki tingkat sederajat. 

Kedua, ꧌ꦧꦱꦏꦿꦩ꧍ Basa Krama; yakni Bahasa Jawa yang diucapkan oleh anak muda kepada orang yang lebih tua, sesama orang tua di lingkungan tetangga dan sebagainya. 

Ketiga, Basa ꧌ꦏꦿꦩꦲꦶꦔ꧀ꦒꦶꦭ꧀꧍ Krama Inggil; Bahasa Jawa yang diucapkan oleh anak kepada orang tua, murid kepada guru, anak muda kepada orang yang dihormati dan ꧌ꦱꦼꦧꦒꦻꦚ꧍ sebagainya. 

Lebih dari itu, bahwa dalam praktik sehari hari, penggunaan Bahasa Jawa diharapkan juga bisa  memahami mengenai duga kira-kira dan duga prayoga, yang artinya ꧌ꦱꦺꦴꦥꦤ꧀ꦱꦤ꧀ꦠꦸꦤ꧀꧍ sopan-santun atau tata krama. 

Artinya dalam kehidupan sehari-hari diharapkan masyarakat ꧌ꦩꦼꦩꦶꦭꦶꦏꦶ꧍ memiliki duga kira-kira dan duga prayoga. Dalam praktik sehari-hari, misalnya seorang ꧌ꦥꦼꦗꦧꦠ꧀꧍ pejabat, yang melakukan korupsi uang negara, itu tergolong orang yang tidak memiliki duga prayoga. Hal ꧌ꦱꦼꦫꦸꦥ꧍ serupa seperti anak kecil yang tiba-tiba bertingkah tidak sopan kepada orang yang lebih tua, itu juga tidak memiliki duga prayoga. 

꧌ꦥꦼꦂꦭꦶꦟ꧀ꦝꦸꦔꦤ꧀꧍ Perlindungan, Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Aksara Jawa

Berkenaan dengan perlindungan, pengembangan dan pembinaan Bahasa dan Aksara Jawa ꧌ꦱꦼꦠꦶꦝꦏ꧀ꦚ꧍  setidaknya ada beberapa poin yang patut dijadikan sebagai bahan pertimbangan, yakni;

  1. Pengajaran Bahasa dan Aksara Jawa di sekolah (SD, SMP dan SMA) semestinya ꧌ꦩꦼꦟ꧀ꦝꦥꦠ꧀꧍ mendapat jam yang proporsional. Sebab Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu atau bahasa pertama yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik di ꧌ꦫꦸꦩꦃ꧍ rumah, dalam pergaulan sesama teman, dan sebagainya. 
  2. Perlunya pengembangan dan pembinaan Bahasa dan Aksara Jawa ꧌ꦩꦼꦭꦭꦸꦮꦶ꧍ melalui peningkatan dan dukungan oleh media berbahasa Jawa, seperti Majalah Jaya Baya, Panjebar Semangat, dan sebagainya. 
  3. Perlunya perlindungan Aksara Jawa yang maknanya ꧌ꦲꦝꦶꦭꦸꦲꦸꦁ꧍ adiluhung dan bersifat universal melalui payung hukum.
  4. Perlunya pengembangan dan pembinaan Bahasa dan Aksara Jawa melalui media sosial maupun televisi yang menggunakan Bahasa Jawa dan ꧌ꦩꦼꦩ꧀ꦥꦿꦺꦴꦩꦺꦴꦱꦶꦏꦤ꧀꧍ mempromosikan Aksara Jawa.
  5. Perlunya pengembangan dan pembinaan Bahasa dan Aksara Jawa melalui diselenggarakannya berbagai ꧌ꦱꦫꦱꦺꦲꦤ꧀꧍ sarasehan budaya di luar sekolah.

Itulah Bahasa dan Aksara Jawa yang sudah menjadi ꧌ꦅꦝꦺꦤ꧀ꦠꦶꦠꦱ꧀꧍ identitas bangsa Indonesia. (PAR/wa/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *