Rajapatni: Menjunjung Langit

Aksara:

Rajapatni.com: SURABAYA – Aksara Jawa tidak sekedar goresan yang bermakna, tidak sekedar mewakili rasa. Aksara Jawa adalah jiwa. Ia menjadi ekspresi apa sejatinya manusia.

Sejatinya manusia adalah makhluk Tuhan yang berakal budi, berpotensi, dan memiliki tanggung jawab. Manusia juga merupakan makhluk sosial yang saling memberi manfaat.

Aksara Jawa identitas bangsa. Foto: ist

Aksara Jawa adalah Budi pekerti, yang diharapkan bisa mengekspresikan potensi, yang dimiliki manusia agar bisa memberi manfaat antar sesama dan lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab kepada sang pencipta, Tuhan Yang Maha Esa.

Berbuat baik tidaklah mudah. Merawat dan menjaga aksara Jawa adalah contohnya. Aksara ini adalah identitas bangsa Jawa, identitas bangsa Indonesia. Budaya bangsa Jawa sungguh mendalam luar biasa. Tidak hanya bersifat lokal, tetapi universal. Bangsa manapun di belahan dunia bisa belajar dan menerapkannya dalam kehidupan sehari hari.

Ia santun. Ia mengandung sikap baik, halus, dan sopan yang memperhatikan etika dalam berinteraksi sosial. Ia mengajarkan sikap santun, yang berarti berperilaku sesuai norma dan aturan yang berlaku. Itu idealnya.

Secara fisik, aksara Jawa memang produk literasi, yang bisa dimaknai sesuai pandangan dan keyakinan orang. Pemakna bisa berbeda beda. Tapi intinya sama. Mengekspresikan kebaikan.

Karenanya mempelajari aksara Jawa adalah mempelajari peradaban Jawa. Peradaban Jawa merupakan peradaban, yang sudah berlangsung berabad-abad dan meninggalkan banyak peninggalan. Peradaban ini terbentuk melalui perjalanan waktu panjang dan diwarnai oleh peradaban Hindu dan Budha.

Pun demikian dengan aksara Jawa, yang riwayatnya berkembang dari aksara Pallawa, menjadi Jawa Kuna (Kawi) dan akhirnya Jawa Baru (Carakan Hanacaraka).

Jangankan mau belajar dan mempelajari, persepsi orang di sekitar saja berbeda beda terhadap upaya pemajuan Aksara Jawa. Siapa kuat, dia akan mampu menembus aral (rintangan).

Hanya Gusti, Tuhan Yang Maha Esa, yang bisa membantu dan welas asih membersamai umatnya yang rindu peradaban mulia bangsa Jawa. Dalam diri bangsa Jawa tersimpan banyak nilai nilai luhur. Tapi sayang sering didustakan, dianggap tidak benar (membohongkan atau menganggap bohong) dan lain lain.

Terserahlah siapa yang menilai. Sejauh itu semua untuk kebaikan, yang logis dan masuk akal, maka apa salahnya. Demikian pula dengan upaya mensosialisasikan aksara Jawa.

Ada ungkapan lama yang mengatakan: “Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung” Artinya bahwa dimanapun kita berada, kita harus menghormati dan mengikuti adat istiadat serta aturan yang berlaku di tempat tersebut.

Dari sudut pandang budaya peribahasa itu mengajarkan kita untuk berperilaku dan bersikap sesuai dengan budaya dan adat istiadat setempat. Apalagi kita berada di bumi sendiri, di rumah sendiri, maka selayaknya kita menjunjung langit itu. Setidaknya mau mengenal rumah sendiri.

Apresiasi yang sangat besar buat Pemerintah Kota Surabaya, yang secara praktis dan teknis sudah mulai mengenalkan budaya aksara Jawa. Satu, melalui Raperda Pemajuan Kebudayaan dan dua, melalui Program program dalam penggunaan aksara Jawa. Rahayu. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *