Rajapatni.com: SURABAYA – Perjuangan ꧌ꦩꦼꦔꦼꦤꦭ꧀ꦏꦤ꧀꧍ mengenalkan kembali aksara Jawa di Surabaya belum selesai. Jalan masih panjang. Maklum, selama ini masih selangkah saja. Ya, karena tatarannya masih ꧌ꦱꦼꦧꦠꦱ꧀꧍ sebatas diksi “mengenalkan kembali” saja. Belum menggunakannya. Apalagi menggunakan dalam kehidupan sehari hari seperti zaman dulu, “ini ibu Budi”. ꧌ꦗ꦳ꦩꦤ꧀꧍ Zaman memang sudah berubah. Tetapi jika ada yang sudah mencoba membiasakan seperti dulu, itu ꧌ꦭꦸꦮꦂꦨꦶꦪꦱ꧍ luar biasa.
꧌ꦧꦼꦂꦨꦒꦻ꧍ Berbagai cara sudah dicoba, bukan cuma omong dan retorika belaka. Aksi nyata sudah ada, bukan ꧌ꦱꦼꦏꦼꦝꦂ꧍ sekedar mimpi dan wacana. ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni menjalaninya setengah mati. Memeras otak, meregangkan otot, demi sang Aksara bisa kembali di hati.
꧌ꦧꦼꦂꦓꦼꦫꦏ꧀꧍ Bergerak di lapangan bertaruh raga, menguji ilmu aksara Jawa yang sebetulnya belum seberapa. Masih terlalu kecil ꧌ꦝꦶꦧꦟ꧀ꦝꦶꦁ꧍ dibanding disana yang masih buta aksara. Peregangan otot tiada arti, kecuali melalui meja ꧌ꦭꦺꦒꦶꦱ꧀ꦭꦱꦶ꧍ legislasi.
꧌ꦩꦺꦩꦁ꧍ Memang harus ada produk legislasi, yang bisa menjadi dasar dan payung hukum dalam aplikasi aksara Jawi, yang ꧌ꦱꦼꦏꦫꦁ꧍ sekarang masih berupa mimpi. Mimpi besar bisa bermain dan bercanda dengan aksara agar menjadi pembiasaan dan ꧌ꦧꦸꦢꦪ꧍ budaya.
꧌ꦲꦚ꧍ Hanya produk legislasi yang bisa mengatur demi pemakaian dan penggunaan sehari hari, apakah melalui jalur edukasi ataupun ꧌ꦄꦝ꧀ꦩꦶꦤꦶꦱ꧀ꦠꦿꦰꦶ꧍ administrasi yang mana warga kota bisa tunduk terhadap ꧌ꦫꦺꦒꦸꦭꦱꦶ꧍ regulasi.
Di meja ꧌ꦝꦺꦮꦤ꧀꧍ Dewan, isu budaya sudah mulai masuk dalam pembahasan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Surabaya. Di sanalah ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni sebagai bagian dari masyarakat akan menyampaikan argumentasi terkait dengan perlunya ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ Aksara Jawa masuk dalam Peraturan Daerah (Perda) secara eksplisit.
Dengan ꧌ꦗꦼꦭꦱ꧀꧍ jelas terwadahinya dalam Perda, maka implementasi ke bawah juga akan lebih jelas perlakuannya. ꧌ꦱꦼꦲꦶꦔ꧀ꦒ꧍ Sehingga aksara Jawa bisa dijadikan ꧌ꦥꦼꦩ꧀ꦧꦶꦪꦱꦴꦤ꧀꧍ pembiasaan sehari hari.
Maka ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ Aksara Jawa tidak lagi pada tataran “dikenalkan kembali”, tetapi sudah pada tataran “digunakan lagi”. (PAR/nng)