
Rajapatni.com: SURSBAYA – Perpustakaan adalah ukuran peradaban tertinggi dari suatu daerah. Itulah kutipan statement dari filsuf Hypatia, yang disampaikan oleh moderator Kukuh Yudha Karnanta ketika membuka acara Forum Perangkat Daerah / Lintas Perangkat Daerah Dalam Rangka Penyempurnaan Rancangan Awal Rencana Kerja Dinas Perpustakaan dan Kearsipan kota Surabaya tahun 2025 di Convention Hall Siola jalan Tunjungan Surabaya pada 26 Februari 2025.
Pernyataan itu logis karena di dalam perpustakaan memang tersimpan berbagai koleksi buku, yang isinya tersusun dari rangkaian aksara (huruf) dimana pada akhirnya masing masing buku mengabadikan dan mendokumentasikan berbagai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain buku menjadi wadah transformasi pengetahuan dari penulis kepada pembaca.
Salah satu di antara sejumlah program Dispusip Kota Surabaya adalah pengenalan naskah naskah kuno, khususnya 10 naskah yang dimiliki oleh Museum Pendidikan Surabaya. Menurut Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya, Mia Santi Dewi, naskah naskah yang ada di Museum Pendidikan Kota Surabaya dapat menjadi bahan kajian untuk pengenalan Naskah Naskah kuno kepada masyarakat.

Perpustakaan adalah agen, yang bisa menjembatani antara naskah naskah kuno sebagai wujud karya literasi leluhur dengan masyarakat moderen. Ada kecenderungan terjadi jarak (gap) antara naskah kuno dengan masyarakat modern. Bagi masyarakat umum naskah naskah kuno secara umum dianggap masa lalu yang tidak relevan dengan masa sekarang dan bahkan mendatang.
Adalah suatu tantangan untuk bisa mengimplementasikan bagaimana mengenalkan naskah naskah kuno kepada masyarakat umum, yang menjadi agenda Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya.
Karenanya, menurut Dr. Rahmad Joko Prakosa, Sastrawan, yang datang sebagai salah satu undangan, harus ada kolaborasi antara Dispusip dengan pihak pihak terkait, yang memiliki program penjabaran (apresiasi) isi naskah (manuskrip) baik dalam bentuk kegiatan diskusi maupun pertunjukan pertunjukan seni budaya.
Dengan demikian isi, yang terkandung dalam naskah kuno yang rencananya diperkenalkan kepada publik oleh Dispusip, tidak sekedar dibaca saja. Tetapi harus ada terobosan dalam memperkenalkan isi dari naskah naskah kuno yang ada.
Membaca naskah kuno memang memiliki tingkat kesulitan tersendiri, apalagi ketika manuskrip itu ditulis dalam aksara Jawa baru dan bahkan aksara Jawa Kuna (Kawi). Hal inilah yang selama ini menjadi jurang pemisah antara naskah kuno, yang umum ditulis memakai aksara aksara daerah (Kawi, aksara Jawa, aksara Pegon dan lain sebagainya) dengan masyarakat sekarang.
Adalah terobosan jika nantinya Dispusip memiliki cara jitu untuk memperkenalkan isi manuskrip (naskah naskah kuno) atau bahkan prasasti. Membaca prasasti oleh Dispusip Kota Surabaya bukan tidak mungkin dilakukan karena Museum Pendidikan Surabaya juga memiliki koleksi replika prasasti Kamalagyan, yang aslinya ada di desa Kelagen, Krian, Tropodo Kabupaten Sidoarjo. Prasasti itu tertias dalam aksara Jawa Kuna. Kota Surabaya membuat duplikat prasasti Kamalagyan karena pemerintah kota Surabaya menganggap prasasti Kamalagyan memiliki kisah sejarah tentang kota Surabaya.

Sedangkan menurut Prof Purnawan Basundoro, perpustakaan harus bisa menghidupkan masa lalu. Perihal masa lalu yang sangat terkait dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, salah satunya, adalah naskah naskah kuno, yang tentu saja menyimpan masa lalu, yang isinya berupa ilmu dan pengetahuan hasil cipta rasa para leluhur.
Lantas Bagaimana Dispusip dapat mengenalkan isi naskah naskah kuno kepada masyarakat dan apakah Dispusip bisa menggelar kegiatan kegiatan diskusi dan pertunjukan pertunjukan sebagai cara dalam upaya mengenalkan isi naskah naskah kuno?
Perpustakaan menurut Prof Rahma, salah satu narasumber, tidak hanya berkonsep tempat untuk membaca tetapi sudah bisa di tempat tempat lain yang kegiatannya bisa berupa seni dan pertunjukan.
Menurut Kepala Dispusip Mia Santi Dewi bahwa pengenalan Naskah Kuno akan menjadi kebijakan penting dalam mengungkap ilmu, pengetahuan dan bahkan teknologi masa lalu untuk masyarakat masa kini melalui program pengenalan naskah naskah kuno.
Menurutnya, pihak Dispusip akan bekerja sama dengan pihak pihak terkait. Sementara menurut Rahmad Joko Prakoso, Dispusip bisa menggandeng Balai Bahasa Jawa Timur atau Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya untuk kegiatan bersama mengenalkan naskah naskah kuno.
Naskah kuno yang biasa disebut manuskrip adalah satu Object yang masuk dalam Object Pemajuan Kebudayaan (OPK) yang tersebut dalam UU no 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Acara Rapat Penyempurnaan Rancangan Awal Rencana Kerja Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya 2025 dihadiri oleh Organisasi dan Forum Perangkat Daerah Kota Surabaya dan perwakilan komunitas. (PAR/nng)