Pasar Buah Koblen Surabaya Akan Menjadi Sarana Wisata Belanja dan Sejarah.

Sejarah :

Rajapatni.com: SURABAYA – Sudah sekian tahun lamanya lahan eks Penjara Koblen di kelurahan Bubutan Kecamatan Bubutan Surabaya, seolah terlihat nganggur. Meski sebenarnya di dalamnya terdapat aktivitas pasar buah. Namun keberadaannya belum lah seperti yang diharapkan.

Sudah lama juga, pasar buah ini hendak dikembangkan sebagai Pasar Buah, yang representatif dan rekreatif di Surabaya. Pasar ini tidak sekedar pasar buah tetapi sebuah ladang sejarah. Pasar ini menempati lahan eks penjara Koblen yang memiliki nilai sejarah kota Surabaya. Sehingga sangat layak menjadi pasar buah, yang menyajikan nilai rekreatif dan edukatif. Itulah harapan Wayan Arcana, pengelola lahan dan eks penjara Koblen, sekaligus manager PT. Menara Property Development sebagai pengelola Pasar Induk Koblen.

I Wayan Arcana, Manager PT. Menara Property Development selaku pengelola Pasar Buah Koblen melakukan peletakan batu pertama. Foto: nanang

Pada Rabu pagi (16/4/25) di lahan eks Penjara Koblen itu mulai dibangun pasar buah. Namanya Pasar Buah Koblen. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada Rabu pagi (16/4/25). Hadir pada peletakan batu pertama adalah jajaran Muspika Kecamatan Bubutan Surabaya.

Anggota DPRD Kota Surabaya, Budi Leksono (kanan) menghadiri peletakan batu pertama pembangunan pasar Buah Koblen. Foto: nanang

Sudah lama pengelola lahan eks Penjara Koblen, I Wayan Arcana, berharap lokasi eks Penjara Koblen ini bisa menampung pedagang buah, yang sebelumnya buka lapak lapak, yang tidak resmi atau di tempat tempat yang bukan pada peruntukannya.

“Pasar buah ini menampung para pedagang buah, yang selama ini buka lapak di tempat tempat yang bukan pada tempatnya. Keberadaan Pasar Buah Koblen ini sekaligus turut membantu menata dan menertibkan kota Surabaya “, kata Wayan.

Hadir dalam acara peletakan batu pertama adalah jajaran Muspika Kecamatan Bubutan. Selain itu juga terlihat hadir adalah anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, Budi Leksono, yang akrab dipanggil Bulek.

Dengan dimulainya pembangunan Pasar Buah Koblen di lahan di dalam eks Penjara Koblen, akan ada peluang baru dalam pengembangan usaha.

Turut mendukung pembangunan dan pengembangan usaha di Pasar Buah Koblen adalah Bank Tabungan Negara (BTN). Bank BTN akan menyediakan pinjaman sebagai modal sewa stand kepada para pedagang. Syaratnya pedagang tandatangan kontrak dengan pihak pengelola Pasar. Selanjutnya pedagang baru mendapat fasilitas pinjaman untuk memperoleh stand.

Pengembalian atas pinjaman dilakukan dengan cara diangsur. Penjelasan tentang prosedur ini disampaikan oleh pejabat BTN Surabaya di depan para undangan dan pedagang, yang hadir sebelum dilakukan peletakan batu pertama. Menandai peletakan batu pertama adalah ritual selamatan tumpeng.

 

Menjaga Warisan Sejarah

Eks Penjara Koblen hanya tinggal tembok yang berdiri mengintari lahan. Tidak ada lagi bangunan penjara di dalam area tembok, kecuali bangunan eks kepala sipir, yang selama ini dimanfaatkan sebagai kantor pengelola.

Untuk memberikan nilai tambah terhadap keberadaan Pasar Buah dan sisa tembok penjara, di lokasi ini akan disediakan sarana edukasi sejarah untuk mengenalkan keberadaan tembok sebagai saksi bisu sejarah kota Surabaya di lingkungan eks penjara Koblen.

Penjara Koblen secara fisik adalah hasil karya estetika arsitektur dalam rangka pembangunan kota Surabaya di akhir tahun 1920-an dan awal tahun 1930-an. Kawasan Bubutan adalah salah satu kawasan pengembangan Surabaya ketika memasuki abad 20.

Karenanya Penjara Koblen dirancang dan didesain ramah lingkungan dan humanis. Ini terlihat dari pilihan materialan bangunan yang estetis dan indah. Yaitu dipilih batu hias cadas model Palimanan sehingga menyatu dan serasi dengan lingkungan permukiman elit kala itu. Tidak hanya estetis, temboknya juga sangat kokoh sebagai fungsi penjara.

 

Pembangunan Penjara Koblen

Walikota Surabaya kala itu di zaman kolonial, Ir. Dykerman banyak dikritik mengenai belum tersedianya fasilitas penjara baru ketika perkembangan kota bergerak ke selatan pada tahun 1920-an. Sementara fasilitas umum lainnya sudah mulai dibangun pada tahun 1920-an seperti gedung Balai Kota di Ketabang (1923), Sekolah Santa Maria di Darmo (1920), pengadilan di Sawahan (1924) dan gereja Kristen di Bubutan (1924).

Karena banyaknya kritik itu, Pemerintah Kota Surabaya secara berangsur menyiapkan dana untuk rencana pembangunan penjara. Dana yang dibutuhkan sebesar f 45.000 gulden untuk pengadaan lahan, f 76.000 gulden untuk pembangunan tembok penjara, dan f 20.000 gulden untuk pembangunan ruang sel sel tahanan (delpher.nl)

Ketika pemilihan lokasi untuk pembangunan penjara sudah muncul, maka berbagai perdebatan pun muncul lagi. Awalnya, pemilihan lokasi penjara baru itu ada di daerah Sawahan karena dianggap berdekatan dengan kantor pengadilan.

Namun pemerintah Kota Surabaya tidak setuju. Pertimbangan pemerintah sendiri adalah bahwa lokasi itu dianggap jauh dari Balai Kota, yang berlokasi di Ketabang. Selain itu, pertimbangan lain agar penjara baru tidak boleh jauh dari penjara lama Kalisosok, yang ada di kota lama (Benedenstad).

Ada satu pertimbangan penting lagi, yaitu agar penjara baru tidak jauh dari gereja yang menjadi sumber pelayanan rohani bagi tawanan.

Dengan mempertimbangkan semua itu, kemudian ditemukan lahan kosong yang tidak ada penghuni. Lokasinya tidak jauh dari gereja serta berada di antara kantor pengadilan, Balai Kota dan penjara lama Kalisosok. Tempat itu ada di Bubutan, berjarak sekitar 200 meter di barat Gereja Bubutan.

Sementara jalan Bubutan sendiri menjadi akses penting untuk hilir mudik dan menghubungkan penjara lama (Benedenstad) dan penjara baru (Bovenstad). Dari lokasi itu, di selatan ada kantor pengadilan Sawahan, di timur ada Balai Kota dan di utara ada penjara lama Kalisosok.

Nah, dengan dibangunnya Pasar Induk Koblen, nantinya bisa menjadi sarana belajar sejarah kota Surabaya di lingkungan Koblen. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *