Aksara
Rajapatni.com: SURABAYA – Perkembangan zaman, terutama dengan kemajuan teknologi, membawa dampak perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Perubahan ini mencakup perubahan sosial, budaya, ekonomi, dan bahkan cara pandang serta perilaku masyarakat.
Tidak ada yang bisa menghentikan perkembangan zaman. Tetapi atas dampak dari perubahan perubahan yang diakibatkannya harus disiapkan mitigasinya. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman itu.
Terkait dengan perkembangan komunikasi, baru saja digelar Training of Trainer (ToT) Aksara Nusantara (aksara baru) sebagai bentuk aksara Nasional, yang tidak kedaerahan seperti aksara daerah Jawa, Bali, Batak, Sunda dll, tentu aksara Nusantara baru itu akan mengurangi porsi perhatian terhadap Aksara daerah yang perlu dijaga, dilindungi dan dilestarikan.
Peristiwa ini seperti halnya penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bangsa ini secara resmi tidak lagi menggunakan bahasa daerah. Akibatnya, orang Surabaya ketika ngomong bahasa Jawa subdialek Surabaya (bahasa Arek) mengalami kesulitan seolah diminta ngomong dalam bahasa asing. Fakta ini didapat ketika mereka diwawancara oleh TV lokal untuk berita program televisi. Mereka terbata bata ketika berbicara bahasa Suroboyoan.

Hal serupa ketika muncul Aksara Nusantara Baru (ANB), yang diharapkan bisa berfungsi sebagai aksara nasional dan tidak bersifat kedaerahan dengan menggunakan aksara Jawa, Bali, Batak dan Sunda. Aksara Nusantara Baru (ANB) adalah sistem tulis yang targetnya digunakan untuk menulis bahasa Indonesia. Jadi Aksara Nusantara diorientasikan untuk menuliskan bahasa Indonesia, bukan bahasa daerah.
Mitigasi
Dengan adanya Aksara Nusantara (baru), tentu akan berdampak pada aksara aksara Daerah yang sudah ada sebelumnya jika tidak disiapkan mitigasinya.
Sekarang saja Aksara Daerah boleh dibilang dalam keadaan mati suri dan seolah menjadi aksara asing, yang lebih asing daripada aksara asing. Menjaga, melindungi dan melestarikan aksara daerah sebagai identitas bangsa masih sangat sulit. Kesulitan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk dominasi aksara Latin, kurangnya peminat, dan tantangan dalam digitalisasi.
Berangkat dari pengalaman terjadinya pembiasaan menulis menggunakan aksara Roman, yang menyebabkan turunnya derajat penggunaan aksara daerah, maka perlu ada mitigasi terhadap aksara daerah seiring dengan akan hadirnya Aksara Nusantara Baru (ANB).
Untuk sementara ToT Aksara Nusantara Baru (ANB), yang baru saja diadakan di Keraton Majapahit Jakarta, masih mengundang tiga Provinsi pengampu Aksara Jawa yaitu DIY, Jateng dan Jatim. Selanjutnya adalah provinsi lainnya karena Aksara Nusantara Baru ini secara nasional untuk semua daerah.
Seperti apakah mitigasi terhadap Aksara Daerah itu? Apakah sudah dipikirkan dan disiapkan mitigasinya?
Kreativitas dan Kecerdasan
Bangsa, yang memiliki aksara, adalah bangsa yang memiliki kecerdasan karena ini menjadi ciri dari bangsa yang memiliki peradaban yang maju.
Bangsa Indonesia memiliki aksara sendiri meskipun itu merupakan turunan dan pengaruh dari Aksara Pallawa India. Karena dalam perkembangannya, secara lokal dipengaruhi oleh masyarakatnya, sehingga aksaranya berbeda beda.
Lain daerah lain aksara. Artinya bahwa setiap daerah atau suku bangsa di Indonesia memiliki aksara atau sistem tulisan yang khas. Ini mencerminkan kekayaan budaya dan keberagaman bahasa di Nusantara.
Apalagi sekarang di era modern, muncul adanya Aksara Nusantara Baru (ANB), yang bahkan sudah memiliki Tata Tulis Aksaranya. Ini menunjukkan bangsa ini masih dianugerahi kemampuan dan kecerdasan dalam membuat sistem tulis untuk menjawab isu isu kedaerahan jika dipandang menggunakan aksara daerah tertentu.
Menurut pegiat aksara asal Yogyakarta, yang ikut merancang dan mendesain Aksara Nusantara Baru, Amrih Setya Prasaja, bahwa perancangan sudah dimulai sejak dua tahun terakhir (2023).

Hasil dari perancangan itu adalah buku “Pedoman Umum Tata Tulis Aksara Nusantara” (2023).
Lebih lanjut Amrih mengatakan bahwa apa yang sedang diwacanakan ini adalah strategi untuk menyantolkan isu aksara daerah di pusat pemerintahan agar supaya bisa menaungi aksara daerah.
Aksara Daerah Harus Semakin Dijaga, Dilindungi dan Dilestarikan.
Selama ini aksara belum mendapat perlindungan secara hukum. Aksara tidak tersebut sebagai sebuah Object Kebudayaan yang dimajukan sebagaimana 10 Object Pemajuan Kebudayaan (OPK) lainnya sebagaimana termuat dalam Pasal 5, UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Disana disebutkan Bahasa sebagai salah satu OPK. Perlu diketahui bahwa bahasa tidak sama dengan Aksara. Masing masing memiliki aturan dan kaidah sendiri sendiri. Bahasa adalah sistem Lisan. Aksara adalah sistem Tulis.
Hadirnya Aksara Nusantara Baru menjadi pelajaran berharga untuk mengingatkan pentingnya perlindungan dan pelestarian Aksara Daerah. Kita tidak bisa menghentikan suatu perkembangan tetapi kita harus mampu menyiapkan mitigasi agar perkembangan itu tidak menggerus yang sudah ada. (PAR/nng)