Mengawal Warga Dari Ancaman Dampak Revitalisasi Kota Lama. 

Rajapatni.com: Surabaya (3/5/24) – Imam Syafi’i, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, tepat pada Hari Jadi Kota Surabaya ke 731 pada 31 Mei 2024 menghabiskan sebagian waktunya melihat progres revitalisasi kawasan ꦏꦺꦴꦠꦭꦩꦯꦸꦫꦨꦪ Kota Lama Surabaya. Di sana ia sekaligus sambang konstituennya, dimana Imam menjadi wakil mereka di DPRD Kota Surabaya.

Berikut ꦕꦠꦠꦤ꧀ catatan Imam Syafii yang dikutip dari akun Facebooknya dengan judul “Warga Harus Dapat ‘Berkat’ Revitalisasi Kota Tua Surabaya”.

Hari ini 31 Mei 2024, tepat Kota Surabaya merayakan ulang tahunnya ke-731. Saya mengisi hari spesial ini dengan menemui Max Meijer dan istrinya Dr Petra Timmer. Keduanya pakar haritage dan museum dari ꦧꦼꦭꦤ꧀ꦝ Belanda.

Pertemuan ini difasilitasi Nanang Purwono, mantan Pemred Jawa Pos TV, yang sekarang aktif sebagai Ketua Komunitas ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni. Saya dan Nanang pernah sama sama mendapat beasiswa belajar manajemen dan produksi televisi di Hilversum, Belanda.

Kami menemani pasangan ꦱꦸꦮꦩꦶꦆꦱ꧀ꦠꦿꦶ suami istri dari Holland itu mulai sore hingga petang. Kami berempat menyusuri jalanan dan masuk perkampungan di dekat Jembatan Merah. Mulai dari Jalan Glatik, Mliwis, Prenjak, dan sekitarnya.

Imam Syafi’i mendengarkan keluhan warga di jalan Mliwis. Foto: dok PAR

Nanang, yang juga penulis buku ꦱꦼꦗꦫꦃꦯꦸꦫꦨꦪ sejarah Surabaya, menceritakan sejarah jalan-jalan yang kami lewati. Di antaranya, Jalan Glatik yang dulunya bernama Gang Balai Kota (Stadhuizsteeg). Di gang ini tinggal para pejabat Belanda, Stad van Soerabaia. Karena pada jaman itu, balai kotanya berada di dekat Jembatan Merah.

Saya lebih banyak menjelaskan Pemkot Surabaya yang sedang mengebut revitalisasi kota tua di tiga kawasan yang berdekatan. Yaitu, kawasan ꦗꦼꦩ꧀ꦧꦠꦤ꧀ꦩꦺꦫꦃ Jembatan Merah yang banyak peninggalan Belanda. Lalu kawasan Pecinan di Jalan Kembang Jepun. Serta kawasan wisata religi Sunan Ampel. Banyak bangunan kuno berdiri di ketiga kawasan tersebut dengan karakter dan arsitektur masing-masing.

“Nantinya, sekali jalan, turis bisa langsung menikmati ketiga kawasan wisata itu dengan nuansa berbeda.” 

Pemkot Surabaya menggelontorkan anggaran besar untuk mewujudkan ꦣꦺꦱ꧀ꦠꦶꦤꦱꦶꦮꦶꦱꦠ destinasi wisata di tempat-tempat bersejarah itu. Mulai melebarkan pedesterian, mengecat bangunan tua, hingga menanam di bawah tanah kabel listrik dan telepon di sepanjang Jl Rajawali.

Investasi tidak sedikit ini harus bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh warga setempat. Jangan sampai ꦮꦂꦒ warga yang saat ini berjualan malah menjadi penonton. Bahkan dipinggirkan dengan atas nama kekumuhan.

Warga justru harus diedukasi dan dibantu supaya tidak kumuh lagi. Juga dagangannya bisa ꦭꦫꦶꦱ꧀ꦩꦤꦶꦱ꧀ laris manis.

Warga harus mendapat “berkat” dari program yang dibiayai uang rakyat ini. Perekonomian mereka yang harus kali pertama tumbuh jika makin banyak pelancong berdatangan di dekat tempat tinggalnya. Bukan cuma hotel dan bisnis kuliner yang dimiliki pemodal besar ꦠꦸꦩ꧀ꦧꦸꦃꦱꦸꦧꦸꦂ tumbuh subur dengan fasilitas istimewa.

Kami mampir di gedung lawas Siropen. Pabrik sirup pertama di Indonesia ini dibangun pengusaha Belanda pada tahun 1923.  ꦱꦶꦫꦺꦴꦥꦺꦤ꧀ Siropen sekarang dikuasai dan dijalankan oleh Perusahan Daerah milik Pemprov Jatim.

Sebelum berpisah, kami juga menyempatkan ꦔꦺꦴꦥꦶ ngopi di warung Bu Mei. Kopi bikinan pedagang kaki lima ini tidak kalah dengan yang dijual di hotel bintang lima.

 “Kopinya enak sekali,” puji Max dan Petra setelah menghabiskan kopi di gelas mereka. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *