Redaksi rajapatni.com senang mendapat kabar dari Mayor Jenderal TNI Gamal Haryo Putro, S.I.P., M.Hum., M.S.S. seorang Purnawirawan TNI-AD yang terakhir menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Ideologi dan Politik BIN.

Jendral Gamal mengatakan bahwa dua artikel rajapatni.com, yang berjudul “Prasasti Tanpa Aksara Tak Ubahnya Batu Biasa, Tak Berharga” dan “Aksara Jawa: Aji Saka”, di tulis kembali sebagai bahan konten edukasi karena nilai nilai yang terkandung dalam dua artikel, yang diangkat oleh kelompok komunitas Aksara Jawa Surabaya, Puri Aksara Rajapatni, melalui media online rajapatni.com.
Berikut konten edukasi kebangsaan oleh Mayjend (purn) TNI Gamal Haryo Putro.
@ 23 – Kisah Dora Sembada.

Hanacaraka adalah baris pertama dari aksara Jawa yang berbunyi:
Ha Na Ca Ra Ka, Da Ta Sa Wa La, Pa Dha Ja Ya Nya, Ma Ga Ba Tha Nga.
Cerita di balik aksara ini adalah kisah dua pengikut setia Aji Saka, yaitu Dora dan Sembada, yang menjalankan tugas dengan penuh integritas, meskipun berakhir tragis karena kesalahpahaman yang berujung pada pertarungan membawa maut yang sia sia.
Di kisahkan, Aji Saka meminta Sembada untuk menjaga pusaka (keris suci) miliknya dan tidak menyerahkannya kepada siapa pun kecuali oleh Aji Saka sendiri.
Kemudian Aji Saka pergi berperang melawan Raja Dewata Cengkar.
Aji Saka berhasil mengalahkan Raja Dewata Cengkar, kemudian ia mengutus Dora untuk mengambil pusaka itu dari Sembada.
Ketika Dora bertemu dengan Sembada, keduanya memegang amanah Dari tuannya, Aji Saka.
Sembada menolak menyerahkan pusaka karena merasa belum menerima perintah langsung dari Aji Saka. Dora merasa berhak atas pusaka tersebut karena Aji Saka mengutusnya.
“Rekan rekan, (disampaikan kepada mahasiswa Nusantara yang menjadi asuhan Mayjend Gamal), Kisah ini menjadi pengingat bahwa menjadi Pemimpin itu harus berpikiran luas dalam memberikan perintah dengan memperhitungkan dampak dari setiap keputusan”. Kata Gamal.
Kisah Dora dan Sembada juga menjadi pengingat bahwa hidup adalah perjalanan untuk memahami, mendengar, dan bertindak dengan bijak. Kesetiaan itu penting, tapi kebijaksanaan adalah kunci agar tujuan mulia tidak menjadi bencana.
Selamat mencoba Dan Tetap semangat !
Selain itu artikel lain yang menjadi perhatian Mayjend Gamal adalah tentang Prasasti.
@ 24 – Prasasti Tanpa Aksara

“Prasasti tanpa aksara tak ubahnya seperti batu biasa”. Prasasti diciptakan untuk menyimpan cerita, mengabadikan nilai, dan menjadi pengingat bagi generasi mendatang.
Namun, tanpa aksara, prasasti itu kehilangan esensinya. Ia hanyalah batu, diam tanpa pesan.
Sebuah prasasti menjadi berarti karena ada aksara yang mengabadikan sejarah, kebijaksanaan, atau pesan moral yang ingin disampaikan dari generasi ke generasi.
Seperti halnya prasasti membutuhkan aksara untuk bermakna, manusia juga perlu mengisi kehidupannya dengan tindakan, nilai, dan kontribusi, bukan hanya keberadaan fisiknya semata.
Hidup tanpa tujuan, tanpa memberi manfaat, tak ubahnya seperti prasasti kosong.
Hidup bukan hanya soal ada, tetapi soal memberi arti. Seperti aksara, yang memberi nyawa pada prasasti, kita juga harus memberi makna pada hidup sebagai warisan.
Rekan rekan, Lalu, bagaimana dengan kita? Maka tanyalah pada hati.
Apa aksara yang ingin kita tulis nanti. Hidup ini terlalu singkat untuk sia-sia, Jadilah prasasti dengan aksara yang penuh makna.
Selamat mencoba Dan Tetap semangat!
Demikian dua cerita artikel tentang Budaya Nusantara yang sesungguhnya bisa menjadi lentera dalam kehidupan. (PAR/nng)