Rajapatni.com: Surabaya (25/5/24) Surabaya memasuki usianya yang ke 731. Upaya mengenali dan menguatkan jatidirinya harus berjalan atau Surabaya kehilangan jatidiri di ꦌꦫꦏꦼꦏꦶꦤꦶꦪꦤ꧀ era kekinian ini.
Aksara Jawa dan Seni Tradisional, misalnya ꦭꦸꦣꦿꦸꦏ꧀ ludruk yang ada di kota Surabaya adalah khazanah kebudayaan Nusantara. Keduanya dilindungi oleh Undang-undang agar lestari dan bisa memberi manfaat kepada masyarakat. Undang Undang itu tepatnya adalah Undang Undang Pemajuan Kebudayaan. UU 5/2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan.
Menjadi kewajiban berbagai pihak sebagai warga negara Indonesia untuk menjaga, ꦩꦼꦊꦱ꧀ꦠꦫꦶꦏꦤ꧀ melestarikan agar bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Aksara Jawa dan seni tradisional termasuk dalam 10 Obyek Pemajuan Kebudayaan sebagaimana tersebut dalam Pasal 5, UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Sebagai suatu perbandingan antara Aksara Jawa dan ꦱꦼꦤꦶꦭꦸꦣꦿꦸꦏ꧀ Seni Ludruk, keduanya berdasarkan Undang Undang Pemajuan Kebudayaan diharapkan bisa lestari dan memberi manfaat. Seni Ludruk bisa lestari dan memberi manfaat tergantung dari 5 unsur.
Kelima ꦈꦤ꧀ꦱꦸꦂ unsur ini adalah 1) pemain atau Seniman Ludruk, 2) pencetak Seniman Ludruk yang berupa lembaga Seni, 3) promotor Seni atau produser, 4) pemerintah sebagai penyedia sarana-prasarana dan 5) penonton.
Pun demikian dalam upaya melestarikan Aksara Jawa sebagai bentuk peradaban literasi tulis ꦤꦺꦤꦺꦏ꧀ꦩꦺꦴꦪꦁ nenek moyang. Aksara Jawa dalam pelestariannya juga tidak lepas dari unsur unsur terkait. Misalnya 1) pembelajar, 2) pengajar seperti guru untuk jalur formal dan pegiat Aksara untuk jalan non formal 3) pencetak pengajar berupa lembaga pendidikan 4) pemerintah dalam penataan kurikulum belajar secara formal dan 5) tempat belajar mengajar baik yang disediakan pemerintah atau lembaga swasta.
Masing masing pihak sebagaimana tersebut di atas, khususnya dalam hal pelestarian ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Aksara Jawa, harus punya kesadaran kolektif demi pelestarian budaya bangsa sesuai dengan Undang Undang yang ada.
Kota Surabaya dalam hal pelestarian Aksara Jawa telah mengantongi dasar hukum baru selain UU 5/2017 tentang ꦥꦼꦩꦗꦸꦮꦤ꧀ꦏꦼꦧꦸꦣꦪꦄꦤ꧀ Pemajuan Kebudayaan. Yaitu Surat Edaran (SE) Sekretaris Daerah Kota Surabaya no. 000/20389/436.7.17/2023 mengenai penggunaan kembali Aksara Jawa untuk penulisan nama nama OPD di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya.
Dari dasar hukum di atas, maka muncullah kesadaran kolektif dari para pegiat Aksara Jawa dalam wadah komunitas ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni untuk membuka belajar Aksara Jawa dalam wadah Sinau Aksara Jawa. Wadah belajar Aksara Jawa ini dibuka untuk umum dan bebas biaya alias free. Untuk suksessnya kegiatan edukasi itu, para pegiat itu secara mandiri urunan untuk jalannya kegiatan Sinau Aksara Jawa. Para pegiat ini adalah unsur ꦥꦼꦔꦗꦂ PENGAJAR.
Masih ada empat unsur lainnya yang harus bisa memahami atas kepentingan bersama demi lestarinya budaya Aksara Jawa.
ꦥꦼꦩ꧀ꦧꦼꦭꦗꦂ PEMBELAJAR adalah unsur berikutnya. Persebaran Aksara Jawa akan semakin masif jika jumlah pembelajar semakin banyak dan banyak dari hari ke hari. Dari merekalah akhirnya Aksara Jawa digunakan.
Di kota Surabaya, sebuah kota yang heterogen dan modern, adalah tantangan besar bisa mengajak warganya mau belajar Aksara Jawa (Nusantara), yang dipandang asing, yang justru lebih asing daripada Aksara asing sendiri. Misalnya Latin (Eropa), Hanzi (China), Kanji (Jepang) dan Hengul (Korea). Aksara Jawa lebih asing daripada ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦄꦱꦶꦁ Aksara Asing.
ꦊꦩ꧀ꦧꦒꦥꦼꦤ꧀ꦝꦶꦣꦶꦏꦤ꧀ LEMBAGA PENDIDIKAN adalah lembaga yang bisa mencetak guru guru Aksara Jawa secara formal. Dengan masih adanya lembaga pencetak guru guru Aksara Jawa maka lembaga ini bisa bersinergi dengan lembaga lembaga pendidikan yang mengajarkan Aksara Jawa agar lulusan sebagai guru Aksara Jawa bisa terserap untuk mengaikasikan ilmunya.
ꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠ꧀ꦧꦼꦭꦗꦂ TEMPAT BELAJAR adalah sekolah yang secara struktural masih mengajarkan bahasa Jawa, yang didalamnya perlu diajarkan pelajaran Aksara Jawa dengan porsi jam ajar yang sesuai. Atau jika kurang memungkinkan, maka ada ektrakurikuler yang mengajarkan Aksara Jawa.
Tempat mengajar bisa di luar sekolah seperti kegiatan belajar Aksara Jawa yang diadakan oleh masyarakat dan pegiat budaya, khususnya aksara Jawa. Misalnya komunitas ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni mengadakan Sinau Aksara Jawa di Museum Pendidikan Surabaya.
Unsur ꦥꦼꦩꦼꦫꦶꦤ꧀ꦠꦃ PEMERINTAH adalah lembaga formal yang bisa menyelenggarakan kegiatan pengajaran Aksara Jawa. Misalnya lewat jalur pendidikan sekolah yang untuk Kota Surabaya meliputi Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tinggal Dinas Pendidikan membuat kebijakan yang berpihak kepada Aksara Jawa ketika Undang Undang di atasnya telah mengamanatkan pelestarian Aksara Jawa.
Dengan masih adanya ke lima unsur (pembelajar, pengajar, pencetak pengajar, tempat belajar dan pemerintah dengan kebijakannya) maka apa yang menjadi harapan bersama bisa terwujud dan ꦧꦼꦂꦏꦼꦭꦚ꧀ꦗꦸꦠꦤ꧀ berkelanjutan.
Harapan kita bersama, sebagaimana diamanatkan dalam UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan adalah obyek Aksara Jawa.
Bagaimana ke lima unsur ini di Surabaya? Sudah berjalankah? Mari kita menginstropeksi demi kepentingan Surabaya dan negeri ini. (nanang PAR)*