Kota Lama Surabaya Kebanggaan Baru Kota Surabaya. 

Rajapatni.com: Surabaya (13/6/24) – Mengamati denah atau peta lama yang menggambarkan Kota Surabaya (Stad van Soerabaja) pada pertengahan abad 18 sebagaimana dimuat pada buku Asia Maior: Soerabaja 1900-1950, disana dituliskan adanya ꦏꦩ꧀ꦥꦸꦁꦗꦮ Kampung Jawa (Javansche Huysen) dan tempat Pangeran Sumenep (Pangeran van Sumenep). Kedua kampung lokal ini berada di satu kawasan dengan Kota Bertembok (walled town) Surabaya.

Diduga sebelum permukiman Eropa ini mulai bercokol, ꦥꦼꦂꦏꦩ꧀ꦥꦸꦔꦤ꧀ꦥꦿꦶꦧꦸꦩꦶ perkampungan Pribumi (Jawa dan Madura) pernah pada di lahan perkampungan Eropa ini. Menurut Asia Maior, VOC mulai berdagang di Surabaya pada 1612 dengan kedatangan Hendrik Brouwer, yang kemudian disusul oleh Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen pada 1617 yang ditandai dengan membangun Pos Dagang (Trading Pos) di sisi barat Kalimas, tepatnya di area Tenggara bangunan Jembatan Merah Plaza sekarang.

Dari ꦥꦺꦴꦱ꧀ꦝꦒꦁ Pos Dagang itu kemudian berubah fungsi menjadi Military Post, yang sudah bersifat pengamanan (militer yang bersenjata). Tidak lain adalah untuk mengamankan segala kepentingan dagang Eropa, khususnya Belanda (VOC).

Seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan zaman, jumlah warga Eropa semakin bertambah. Akhirnya dibutuhkan tempat tinggal dan tempat beraktivitas. Komplek ini dibangun di sebalah selatan Pos Pertahanan atau ꦧꦺꦤ꧀ꦠꦺꦁ Benteng yang bernama Benteng Belvedere.

Apalagi di tahun 1743 VOC mendapat hadiah atau kompensasi dari ꦩꦠꦫꦩ꧀ Mataram berupa wilayah Pantai Utara Jawa bagian Timur yang disebut Java’s van den Oosthoek. Kota ditepian sungai itu semakin melengkapi diri untuk melayani sebagai ibukota wilayah Java’s van den Oosthoek.

Entah kapan tapal batas kota, yang berupa tembok itu, dibangun. Namun dari ilustrasi kota Surabaya yang dimuat di buku Soerabaja 1900-1950, gambaran kota dengan pengaman tembok kota ini sudah ada di pertengahan abad 18. ꦏꦩ꧀ꦥꦸꦁꦧꦼꦂꦠꦺꦩ꧀ꦧꦺꦴꦏ꧀ Kampung bertembok ini bersebelahan dengan Kampung Jawa dan Pangeran Sumenep.

 

Bahasa Lokal

Di dalam kota bertembok yang didiami oleh bangsa Belanda dan Eropa, bahasa yang digunakan adalah bahasa Belanda dan bahasa bahasa di Eropa yang dibawa masyarakatnya yang kemudian berdiam di Stad van Surabaya.

Sementara warga lokal seperti Jawa dan keluarga Pangerang Sumenep menggunakan bahasa daerah masing masing. Di perkampungan Jawa, warganya menggunakan bahasa Jawa (secara tutur). Sementara untuk simbol tulisanya, jelasnya menggunakan ꦕꦫꦏꦤ꧀ Carakan (Hanacaraka).

Bagi keluarga Pangeran Sumenep (Madura), bentuk simbol bahasa tulisnya adalah Carakan. Sama dengan Jawa. Bedanya adalah dialeknya. Orang Madura berdialek ꦩꦣꦸꦫ Madura. Simbol bahasanya adalah Carakan. Hingga sekarang Aksara yang dipakai di Madura adalah Carakan.

Itulah simbol bahasa yang digunakan oleh kedua etnis asli di kawasan itu, di barat sungai Kalimas. Seiring dengan pergantian zaman dan perubahan perubahan yang menyertainya, maka ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦕꦫꦏꦤ꧀ Aksara Carakan (Jawa dan Madura) tersisih dan hilang.

 

Penggunaan Carakan

Kini seiring dengan kemajuan zaman, Kawasan yang dulu bernama Stad van Soerabaya dihidupkan menjadi kawasan wisata Kota Lama Surabaya. Menjadi langkah yang bijak bahwa dalam rangka memanfaatkan kawasan ini sebagai kawasan wisata sejarah, maka ꦥꦼꦫꦣꦧꦤ꧀ꦭꦶꦠꦺꦫꦱꦶ peradaban literasi yang pernah hidup di kawasan ini dihidupkan kembali, minimal diperkenalkan lagi. Kawasan Kota Lama Surabaya juga menjadi sebuah wahana edukasi sejarah.

Rute bus kota di Kota lama menggunakan aksara Jawa. Foto: nanang PAR

Oleh karena itu aktivis sejarah dan budaya melalui komunitas budaya ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni bersama dengan perangkat Rukun Tetangga (RT) yang ada memberi bekal pengetahuan sejarah tentang Kawasan Kota Lama Surabaya kepada warga setempat. Upaya ini menjadi cara untuk menyiapkan warga guna menyambut hadirnya Kawasan Kota Lama Surabaya.

Imam Syafi’i, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya (kanan), Ricky (tengah) dan Nanang (kiri) dalam pendampingan warga untuk sambut Kota Lama Surabaya. Foto: nanang PAR

Kegiatan edukasi ini mendapat perhatian dari kalangan dewan DPRD Kota Surabaya. Adalah Imam Syafii dari Komisi A DPRD Kota Surabaya dan A. Hermas Thony, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya. Atas perhatian itu, mereke berdua secara terpisah sudah melihat progres ꦫꦺꦮ꦳ꦶꦠꦭꦶꦱꦱꦶ revitalisasi dan mendampingi warga guna mendorong warga untuk ikut berpartisipasi mengisi Kota Lama Surabaya dengan produktif, kreatif dan inovatif yang ekonomis.

Di bidang kebudayaan Literasi Aksara Jawa, Penggunaan Aksara ini sudah mulai diperkenalkan oleh komunitas ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni melalui kegiatan edukatif guna mendukung Kota Lama Surabaya sebagai wadah pariwisata. Penggunaan Aksara Jawa di Kota Lama Surabaya ini sesuai dengan kebijakan Walikota Surabaya mengenai penggunaan aksara Jawa di lingkungan pemerintah Kota Surabaya.

Formasi logo Kota Lama versi mandiri yang dikenalkan Puri Aksara Rajapatni. Foto/Desain: Rajapatni

Guna mendukung Kota Lama Surabaya sebagai daerah tujuan wisata, ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni sudah mempersiapkan sebuah logo Kota Lama Surabaya dan berbagai souvenir yang secara khusus menggambarkan Kota Lama Surabaya. Seperti apa indahnya cinderamata itu. Tunggu. Slow but sure (pelan tapi pasti). Kota Lama Surabaya akan menghidupi. (nanang PAR).

One thought on “Kota Lama Surabaya Kebanggaan Baru Kota Surabaya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *