Rajapatni.com: Surabaya (1/7/24) – Dr. Sarkawi Husein, SH., M. Hum. Dosen sejarah ꦈꦤꦶꦮ꦳ꦼꦂꦱꦶꦠꦱ꧀ꦍꦂꦭꦁꦒ Universitas Airlangga (Unair) dalam sebuah media menanggapi tentang Kota Lama Surabaya. Bahkan dia mengkritiknya. Sejarah Kota Tua Surabaya tidak boleh dipandang hitam-putih.
“Begitu juga dengan Zona Arab, yang terbentang di sekitar kawasan Ampel, juga penduduknya tidak hanya mereka yang memiliki keturunan Arab saja”, kata ꦱꦂꦏꦮꦶ Sarkawi yang dirilis oleh ngopibareng.id.
Menurut pandangan Media ini (rajapatni.com) konsep Kota Lama Surabaya yang hanya mengidentifikasi pendudukan ꦧꦁꦱꦄꦱꦶꦁ bangsa asing (Eropa, Pecinan, Melayu dan Arab) di wilayah Surabaya, ini justru menenggelamkan eksistensi pendundudukan dan peradaban lokal dalam pembangunan Surabaya.
“Membangun Surabaya tapi menenggelamkan kearifan lokal Surabaya. Meskipun toh konsep wisata Kota Lama ini digadang mendatangkan devisa”, kata Nanang Purwono dari Puri Aksara Rajapatni.
Ada yang lupa bahwa di kawasan dan sekitar Kota Lama Surabaya ini ada pemukim asli yang sudah ada sebelum ꦧꦁꦱꦄꦱꦶꦁ bangsa asing berhenti dan bermukim di sana.
Seorang juru tulis Cheng Ho yang bernama Mantan, ketika mendampingi Cheng Ho datang ke ꦩꦗꦥꦲꦶꦠ꧀ Majapahit pada kisaran tahun 1430-an mencatat perjalanan rombongan Cheng Ho. Singkatnya digambarkan ketika singgah di Tuban, Gresik, lempar sauh sebelum sampai di Surabaya dan sampai di wilayah yang disebut Tse Shui, yang tidak lain untuk penyebutan Surabaya. Tse Shui adalah wilayah yang dibatasi oleh empat air (Sungai). Empat air itu adalah Kalimas (barat), Pegirian (Timur), kanal utara yang sekarang menjadi jalan Kalimati Kulon- Kalimati Wetan dan kanal yang sekarang menjadi Jalan Waspada.
Mahuan menggambarkan tentang keberadaan ꦮꦂꦒꦭꦺꦴꦏꦭ꧀ warga lokal di kawasan yang disebut Tse Shui (Wilayah Pecinan Surabaya sekarang). Disana tergambarkan sudah adanya warga lokal sebelum bangsa dari China dan bahkan dari Mongol masuk pada 1289.
Kisah sejarah ini yang tidak ternarasikan dalam konsep gelegar panggung ꦏꦺꦴꦠꦭꦩꦯꦸꦫꦨꦪ Kota Lama Surabaya. Justru sebaliknya, dimuwatirkan gelegar panggung Kota lama Surabaya ini menenggelamkan sejarah peradaban Kota Surabaya.
Menurut sketsa peta Surabaya pada 1750 an sebagaimana diterbitkan dalam buku Soerabaja 1900-1950 oleh Asia Maior, dengan jelas tergambarkan adanya perkampungan Jawa dan ꦥꦔꦺꦫꦤ꧀ Pangeran Sumenep (Madura) di sekitar kota lama zona Eropa.
Jika mundur ke abad abad sebelumnya di kawasan ꦄꦩ꧀ꦥꦺꦭ꧀ꦝꦼꦤ꧀ꦠ Ampel Denta, pada gapura terdapat inskripsi beraksara Jawa yang diduga dari abad 15. Baru baru ini, rajapatni.com menerima kabar dari takmir masjid Ampel bahwa ditemukan manuskrip beraksara Jawa dan Pegon. Fakta ini membuktikan akan keberadaan bangsa Jawa sebelum bangsa Asing masuk wilayah Surabaya yang sekarang disebut Kota Lama Surabaya.
Mumpung Grand Opening Kota Lama Surabaya, dasar dan fakta sejarah itu hendaknya bisa disampaikan dalam narasi ꦥꦼꦉꦱ꧀ꦩꦶꦪꦤ꧀ peresmian Kota Lama Surabaya sebagai bentuk legitimasi keberadaan etnis asli Surabaya di wilayah Kota Lama Surabaya.
“Jangan sampai Kota Lama Surabaya semakin mengubur peradaban lokal Jawa dan Madura” pungkas Nanang, pengamat sejarah dan Ketua Puri Aksara Rajapatni. (Tim)