Rajapatni.com: SURABAYA – Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara, yang bersumber dari bahasa persatuan yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Pasal 36 ini merupakan bagian dari Bab XV UUD 1945, yang mengatur tentang bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan.
Sementara di Pasal 32 tentang Budaya pada ayat (1) dan ayat (2) mengatakan bahwa ayat (1) negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia dengan menjamin kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Sedangkan ayat (2) menyatakan bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Selain bahasa daerah, seyogyanya ada Aksara Daerah, yang merupakan sistem penulisan dari suatu bahasa yang menggunakan simbol-simbol atau keseluruhan sistem tulisan, yang juga dapat disebut sebagai huruf, abjad, atau sistem tulisan, dapat terakomodasi dalam UUD 1945.
Leluhur bangsa Indonesia sangat cerdas karena bisa menciptakan simbol simbol itu sehingga melalui simbol simbol itu (Aksara) Kita bisa mengetahui wujud kecerdasan nenek moyang. Yaitu ilmu pengetahuan yang ditulis dalam aksara. Aksara Aksara itu tertulis pada artefak artefak seperti prasasti batu dan logam serta manuscript yang terbuat dari lontar, kertas dan daluwang.
Batu, kertas, lempeng logam, lontar dan daluwang tanpa Aksara, yang ditulis oleh leluhur, tidak akan ada artinya, tidak berharga, tidak ada nilainya dan tidak dimuseumkan serta tidak dijaga super ketat. Nilai budaya itu ada karena ada goresan Aksara.
Mengapa? Karena Aksara adalah buah karya peradaban tinggi dari manusia Nusantara. Indonesia sungguh kaya akan Aksara, yang selanjutnya disebut Aksara Nusantara. Ada Aksara Kawi (Jawa Kuna), Carakan (Jawa Baru), Sunda, Bali, Lampung, Batak, Dan masih ada lagi lainnya. Total ada sekitar 15 Aksara Nusantara.
Aksara Nusantara ini simbol simbol dari bahasa bahasa daerah. Perbandingan antara Aksara (simbol daerah bahasa) dan bahasa daerah sendiri sangat njomplang, tidak seimbang. Hanya ada sekitar 15 Aksara Nusantara bersanding dengan sekitar 700 bahasa daerah. Aksara Nusantara terhitung langka dan rawan. Karenanya butuh mitigasi dan imunisasi aksara mulai dari penyelamatan, perlindungan, pemanfaatan dan Pelestarian.
Apa alat untuk mitigasi dan imunisasi?

Jawabannya adalah dicantumkannya Aksara dalam wadah Undang Undang Dasar. Dari dua Pasal UUD 1945, yakni Pasal 32 Dan Pasal 36 kita tau bahwa Aksara tidak ada, tidak dimuat. Padahal Aksara menjadi Identitas bangsa yang harus dijaga. Di Pasal 32 negara menjamin kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Aksara adalah nilai budaya.
Dalam Konstitusi Negeri (UUD 1945) ini tidak ada Aksara, yang seharusnya diwadahi sebagai identitas bangsa sebagaimana identitas bangsa lainnya seperti bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan.
Bahasa dan Aksara mestinya manunggal. Bahasa adalah bentuk lisan dan Aksara adalah bentuk tulis. Sebagai perbandingan bahwa Bahasa dan Aksara adalah sebuah manunggal, jika kita melihat Konstitusi India.
Dalam Konstitusi India Bab VII Pasal 343 disebutkan bahwa Bahasa persatuan adalah Hindi yang ditulis dalam Aksara Devanagari. Bahkan Konstitusi India pernah mengalami beberapa kali amandemen untuk mewadahi Aksara Aksara lokalnya yang tersebar di penjuru negeri.
Hal ini dibenarkan oleh Manoj Bhat, Konsul Kehormatan India untuk Jawa Timur, Jawa Tengah termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta di Surabaya.
“Betul sekali”, kata Manoj Bhat singkat melalui pesan Whatsapp.
Bagaimana dengan Indonesia,.yang masih memiliki Aksara dengan nilai nilai budayanya tapi tidak terwadahi dalam Konstitusi sebagai perlindungannya? (PAR/nng).
Memberi pemahaman pada kita yang sangat penting