Rajapatni.com: SURABAYA – Tiada rasa bahagia dan gembira sebelum meninggalkan tahun 2024 tanpa ada kado istimewa. Yaitu digunakannya Jawa Kuno atau Kawi, salah satu Aksara Nusantara, untuk papan informasi situs dan percandian purbakala di Jawa Timur, seperti di Kabupaten Mojokerto, Lamongan, Tuban, Pacitan dan Probolinggo.
Di dua situs yang belakangan menjadi fokus Ekskavasi, yakni Situs Kumitir dan Situs Bhre Kahuripan di Kabupaten Mojokerto, disana telah dituliskan penggunaan Aksara Jawa Kuna pada papan namanya. Kini masyarakat modern di abad 21 dapat mengenal Aksara apa, yang pernah digunakan oleh masyarakat zaman dulu pada kisaran abad 14 dan bahkan sebelumnya. Setelah berselang 700 tahun, Aksara Jawa Kuno itu muncul kembali di kawasan dimana orang orang dahulu kala pernah menggunakannya.
Sekarang Aksara Jawa Kuna (Kawi) menjadi Aksara langka. Namun, melalui media papan nama yang dibuat oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI, Aksara kuno itu bisa berdekatan dengan masyarakat modern. Masyarakat modern bisa mengenal kembali Aksara Nusantara masa lalu.
Aksara adalah bentuk peradaban tertinggi manusia. Aksara yang kemudian tersusun menjadi kata, kalimat dan seterusnya adalah bentuk olah dan pola pikir manusia, peradaban manusia. Karenanya pelestarian aksara bisa menjadi kunci pembuka kebudayaan dan sejarahnya. Temuan prasasti dengan Aksara Aksara yang digunakan pada masa itu (lalu) akan menjadi jendela untuk mempelajari peradaban masa lalu. Aksara adalah karya intelektual yang mampu digunakan untuk mendokumentasikan fakta dan peristiwa dan bahkan ilmu pengetahuan masyarakat pada masanya.
Penulisan dan penggunaan Aksara Jawa Kuna (Kawi) pada papan papan nama di situs purbakala dan percandian adalah upaya Pemajuan kebudayaan sesuai dengan UU 5/2017. BPK WXI telah memulainya di beberapa tempat di wilayahnya. Misalnya di Candi Jabung, Situs Kumitir dan Situs Bhre Kahuripan.
“Masih ada di 16 situs lainnya. Total ada 19 lokasi, cuma fotonya belum nyampe”, terang Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI, Endah Budi Heriyani kepada redaksi www.rajapatni.com.
Selama ini Komunitas Aksara Jawa Surabaya, Puri Aksara Rajapatni, yang mengelola www.rajapatni.com, memang berkolaborasi dengan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI dalam rangka Pemajuan Aksara Nusantara, minimal Aksara yang pernah digunakan oleh peradaban dimana nenek moyang pernah hidup di era Kerajaan Majapahit.
“Kami ini kan unsur masyarakat yang tidak punya wewenang meski punya gagasan untuk pemasangan dan penggunaan Aksara Jawa (Kuna atau baru) di kompleks percandian dan Situs di Wilayah BPKWXI. Kami sudah sampaikan gagasan itu ke Kepala BPKWXI beberapa bulan yang lalu”, jelas A. Hermas Thony.
“Setidaknya sudah mewakili ya, (meski masih beberapa). Ini menunjukkan komitmen kami terhadap aksara Jawa”, jelas Endah Budi Heriyani, yang berdinas di BPK Wilayah XI yang kaya akan tantangan karena Wilayah kerjanya berada di Pusat Ibukota Kerajaan Majapahit.
Sementara itu, A. Hermas Thony mewakili Puri Aksara Rajapatni, turut berterima kasih atas upaya BPK Wilayah XI dalam penggunaan Aksara Jawa, yang telah diawali mulai dari Pusat Informasi Majapahit (PIM) di Trowulan pada akhir tahun 2023.
“Sekarang jumlah penggunaan Aksara Jawa Kuna secara formal telah bertambah dan semoga terus bertambah ke depannya”, terang Thony yang belakangan juga sering berkunjung ke Situs Kumitir, Situs Bhre Kahuripan dan kawasan Trowulan lainnya.
“Terkait dengan upaya refungsionalisasi Aksara Nusantara, BPKW XI patut dinobatkan jadi BPKW teladan dalam Pemajuan Aksara Nusantara”, harap Thony.
Thony menambahkan, peneladanan ini sesungguhnya tidak hanya oleh BPKWXI saja, tetapi juga oleh instansi pemerintah lainnya, khususnya Dinas terkait seperti Dinas Dinas Kebudayaan yang ada di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten dan Kota.
Penggunaan Aksara Jawa Kuno pada situs Kumitir dan Situs Bhre Kahuripan merupakan aktualisasi nyata dalam melakukan ekskavasi yang terbaik. Ekskavasi di dua situs itu tidak hanya menguak peninggalan yang bersifat bendawi (tangible) tetapi juga unsur unsur yang bersifat tak bendawi (intangible).
“Ini bukti keseriusan BKPWXI”, tegas Thony.
Dengan memasang papan informasi beraksara Jawa Kuno (Kawi) di situs situs itu, maka upaya perlindunganya terasa semakin sempurna, marwah situs dan rasa kenusantaraannya nampak makin terasa.
“Pemerintah pusat harus melihat langkah tersebut sebagai bentuk kesungguhan dan terobosan maju dari BPKW XI. Bahkan kami masyarakat ikut merasa termotivasi untuk ikut berkontribusi lebih banyak lagi, karena penambahan aksara itu benar benar membuat kami, sebagai komunitas pegiat aksara, merasa makin bersemangat”, pungkas Thony, atas nama Puri Aksara Rajapatni. (PAR/nng).