Rajapatni.com: SURABAYA – Fenomena alam segera akan tiba. Semua insan di muka Bumi akan merasa dan menyaksikan euforianya. Mulai dari usia muda hingga dewasa serta manula dimanapun mereka berada. Di negara adidaya dan yang tengah dihantam bencana. Semoga makhluk Tuhan senantiasa dalam lindungannya, aman dari segala mara bahaya. Amin.
Fenomena alam itu adalah malam pergantian tahun dari 2024 ke 2025. Selasa pagi (31/12/24) sebelum fajar menyingsing di Surabaya dengan selimut hawa sejuk pada kisaran 25°C, memang terasa dingin. Apalagi beberapa saat lalu Surabaya diterpa Hawa panas yang menembus batas 40°C seperti di Arab Saudi. Perbedaan alami yang kontras dan drastis.
Di penghujung Hari Selasa, 31 Desember yang sekaligus pamungkas Tahun 2024, (penulis) ikut merasakan fenomena alam (dunia) lain, yang langsung terasa dan nyata di tengah sejuk 25°C Surabaya. Ini adalah perpaduan alam mimpi dan nyata (pita). Inilah kisah mimpi yang bersambung dalam kisah nyata.
Penulis adalah pegiat Aksara Jawa Surabaya, Puri Aksara Rajapatni. Nama Rajapatni, sebuah Gelar kebangsawanan yang disandang oleh Dyah Gayatri, istri dan pendamping Raja Pertama Majapahit, Dyah Wijaya.
Sosok keibuannya dan kegairahannya dalam menjaga dan menyebarkan ilmu pengetahuan sungguh luar biasa. Semua didharmakan kepada putrinya untuk mengantarkannya menjadi Ratu Majapahit.
Sesungguhnya Dyah Gayatri sendiri sudah saatnya menerima estafet mahkota Kemaharajaan Majapahit, namun Ia lebih memilih tetap menjadi seorang ibu dan menjaga serta menyebarkan pengetahuan untuk anaknya Tribuana Tunggadewi hingga menjadi Ratu Majapahit.
Kebesaran hati dan keikhlasan melepas keduniawian ini sungguh luar biasa sebagai sosok manusia biasa. Dari sosok itulah terlihat sisi sifat Sang Dewi.
Dewi itulah yang mampir dalam mimpi (penulis). Setidaknya dalam mimpi itu terlihat sosok berparas ayu yang tengah bertutur di atas sebuah batur. Batur adalah tumpukan batu yang dibuat agar ikan berkumpul di tempat itu.
Tidak paham apa yang dituturkannya, pagi yang dingin itu membuat panulis menggigil dan membuatnya menarik sarung sambil mengeratkan sarung itu menjadi kemul (selimut). Maka terbangunlah pagi itu yang teriring dengan bunyi Whatsapp.
Matapun terbuka dan angkat Whatsapp. Ternyata pesan WA datang dari seorang kawan, dosen Arsitektur di Institute Tekhnologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Namanya Mas Andy Mappajaya. Isi pesannya adalah “Nyuwun alamat njenengan, akan saya kirim, nuwun”.
Mas Andy Mappajaya ini akan mengirimi penulis sebuah buku yang berjudul “Gayatri Rajapatni”.
Pada malam sebelum berangkat tidur, Andy Mappajaya memang berbagi gambar buku yang berjudul “Gayatri Rajapatni” itu kepada penulis.
Penulis sempat bertanya apakah buku itu miliknya dan baru dijawab pada pagi yang dingin itu, “Bukan mas, milik rekan, sampun saya pesan untuk njenengan”.
Embel embel, “sampun saya pesan untuk njenengan” ini yang sangat mengagetkan. Buku ini tentang Gayatri Rajapatni. Buku ini datang di dengan tiba tiba seperti mimpi yang datang tanpa diundang.
“Terima kasih mas Andy”, ucapku sebagai balasan WA.
Inilah mimpi tentang Sang Dewi, yang menjelma menjadi buku tentang Sang Rajapatni. Buku ini bagai bekal alas menapak di pergantian Tahun dari 2024 ke 2025 Semoga buku itu membawa manfaat dalam mewarisi nilai nilai sang Rajapatni. (PAR/nng)