Aksara:
Rajapatni.com: SURABAYA – Sekelompok anak muda menabuh kendang paralon dan memainkan gitar berkeliling kampung membangunkan orang orang untuk makan sahur pada kisaran pukul 3 pagi. Suasana riuh ini sudah berjalan selama tiga Minggu belakangan hingga malam malam ganjil bulan Ramadhan. Selamat bagi mereka yang terus menunaikan ibadah puasa. Inilah bernafas di bulan Ramadhan, yang semuanya hanya untuk Allah Tuhan Yang Maha Esa semata.

Di bulan puasa, salah satu keutamaannya adalah Allah SWT melipatgandakan pahala bagi setiap amal ibadah manusia sekecil kecilnya, yang dilakukan dengan penuh ketaatan dan keiklasan, seperti penabuh kendang sekalipun dan apalagi menulis artikel, yang isinya menebar ilmu dan kebaikan.
Bulan suci menjadi waktu yang tepat untuk memperbanyak dan berbuat kebaikan kepada sesama. Siapapun orangnya dan dimanapun mereka. Tidak pandang bulu, tidak pandang suku bangsa dan kebangsaan. Tulisan ini tidak hanya bersirkulasi lokal dan nusantara tetapi juga menjadi bacaan bagi mereka di mancanegara.
Menulis atau menyurat (nyerat) adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara.
Menulis secara umum memiliki tujuan untuk memberikan arahan, menjelaskan, menceritakan, meringkas dan meyakinkan pembaca melalui isi tulisan.
Sebenarnya berangkat dari Hakikat bulan puasa dan puasa di bulan puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu, serta menjauhi perbuatan dan ucapan serta perasaan yang diharamkan. Berfikir dan berbagi positif. Puasa tidak lain merupakan kesempatan untuk lebih fokus pada ibadah kepada Allah SWT. Menulis adalah ibadah. Apalagi isi tulisan bisa memberikan pencerahanan.
Berpuasa dan bernafas di bulan puasa adalah menghilangkan perasaan negatif, iri, dengki dan benci sekecil kecilnya, yang bahkan tidak bisa dilihat mata. Hanya diri seseorang lah yang tau dimana di hatinya ada atau tidak ada rasa negatif, iri, dengki dan benci.
Tetaplah menulis untuk kebaikan.

Tetaplah menulis meski tidak dibaca orang. Tetapi kamu telah menebar butir butir kebaikan yang tidak hanya tampak pada untaian aksara, tetapi pesannya memancarkan cahaya terang buat sesama.
Bahkan dalam budaya Jawa pun diajarkan bahwa perasaan negatif, iri, dengki dan benci tidak diperbolehkan. Karena hidup adalah bersabar dan bersyukur, maka iri bisa hilang oleh rasa syukur, dengki dan benci tereliminasi oleh sabar.
Dalam khasanah budaya Jawa pun, ada nasihat orang tua yang berbunyi, “wong urip kudu mateng aji sarwo ireng”, yang berart bahwa “iri, dengki dan benci iku ora pareng” (iri, dengki dan benci itu tidak boleh).
Maka sucikan dan bersihkan diri dari noda iri, dengki dan benci, yang masih menempel. Sesungguhnya orang yang dibenci itu bisa merasa dan tahu siapa yang sedang membencinya. Dalam Islam ada ajaran, agar umat Muslim mendoakan orang orang yang membencinya.
Pun demikian dalam ajaran Jawa, yang secara kultural bersumber dari ajaran Islam. Malah dianjurkan untuk mendoakan kebaikan kepadanya karena ada kemungkinan bahwa orang tersebut akan berubah menjadi lebih baik.
Tak terasa kumandang imzak mulai membahana dari corong corong masjid. Pertanda waktu makan sahur sudah habis. Inilah bernafas dalam bulan Puasa. (PAR/nng).