Hadirnya Utusan (Caraka) Perkenalkan Aksara Jawa di Surabaya. Penuh Tantangan dan “Tentangan”.

Para pendukung lintas negara akan hadirnya aksara jawa di Surabaya. Foto: par

Rajapatni.com: SURABAYA – Ada sebuah cerita di kota Surabaya tentang datangnya aksara Jawa. Kota Surabaya memang sudah dikenal sebagai kota modern, metropolis dan bahkan kosmopolis sejak datangnya komunitas Eropa. Buktinya adalah pemakaman Eropa Peneleh. Ada berbagai bangsa di sana.

Seiring dengan perkembangan zaman, dinamika dan perubahan pun terjadi. Aksara tradisional Aksara Jawa, yang pernah ada di Surabaya, tergeser dan hilang. Akibatnya masyarakat kota Surabaya modern kehilangan identitas bentuk komunikasi tulis. Yaitu hilangnya tulisan aksara Jawa. 

Bahkan diiringi dengan hilangnya pelajaran Aksara Jawa. Kalau toh masih diajarkan di sekolah, keberadaan aksara Jawa berada di bawah mata pelajaran Bahasa Jawa.

Para pendukung lintas negara akan hadirnya aksara jawa di Surabaya. Foto: par

Dalam kondisi kekeringan dan kekosongan budaya literasi Aksara Jawa di Surabaya, maka datanglah para utusan di bumi Surabaya untuk mengenalkan kembali dan membumikan aksara Jawa di sana.

Datangnya utusan atau Hana Caraka ini ditandai dengan penerbitan buku “Surabaya Beraksara Nusantara” oleh komunitas Aksara Jawa Surabaya, Puri Aksara Rajapatni, pada 2023.

 

Datangnya Utusan 

Tim Puri Aksara Rajapatni, pegiat aksara jawa Surabaya. Foto: par

Para utusan (Caraka) itu datang  membawa pesan. Yaitu mengenalkan (mengembalikan) aksara Jawa di bumi Surabaya. Kisah ini bagaikan makna yang terdapat dari baris Hana Caraka. Yaitu ada utusan yang datang membawa pesan. Pesannya adalah mengenalkan aksara Jawa di Surabaya.

Namun, begitu mereka memulai aksinya dalam upaya mengenalkan Aksara Jawa ini, mereka menghadapi tantangan dan “tentangan” dari kelompok masyarakat, yang dilambangkan dengan kekurang pahaman, ketidak tertarikan dan ketidak pengertian mereka terhadap aksara Jawa, sehingga menimbulkan pertentangan dalam upaya menyampaikan pesan itu. Pertentangan antara pembawa utusan dan kelompok masyarakat ini bagai makna Data Sawala.

Antara pembawa pesan dan kelompok masyarakat “penentang” memiliki argumentasi masing masing yang kuat. Di satu sisi, bagi pembawa pesan, mereka berargumen bahwa mengenali aksara Jawa sebagai budaya bangsa adalah baik dan penting. Sementara di sisi lain, mengenali aksara Jawa sudah tidak zamannya lagi dan kuno. Zaman sudah berubah sehingga aksara Jawa tidak mendapat perhitungan. Kedua belah pihak ini bersikukuh mempertahankan argumentasi masing masing. Ini bagaikan makna Pada Jayanya.

Dengan berdiri dan berpegang teguh pada pendiriannya masing masing yang kuat, mereka menjadi entitas yang seolah tidak bisa disatukan. Akhirnya dipahami bersama bahwa masing masing harus saling menghormati dan menghargai terhadap adanya perbedaan. 

Lantas disadari bersama pula bahwa satu sama lain memang tidak boleh memaksakan kehendak kepada pihak lain. Pesan ini bagai makna yang terkandung dalam Maga Bathanga.

Itulah sekilas cerita tentang datangnya utusan ke Surabaya, yang membawa pesan mengenalkan aksara Jawa. Sayang, para utusan itu mendapat tantangan dan “tentangan” yang mana masing masing pihak bersikukuh pada pendapatnya. Sehingga terlihat keduanya tidak bisa sejalan dan lahirlah nilai untuk saling menghormati dan tidak ada paksa memaksa. Ini artinya sampyo, seri atau draw, imbang. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *