
Rajapatni.com: SURABAYA – Jepang dan India, dua negara yang ꧌ꦧꦼꦂꦡꦺꦏ꧀ꦤꦺꦴꦭꦺꦴꦒꦶ꧍ berteknologi tinggi. Namun mereka tidak melupakan tradisi literasi tradisional, yang dipercaya menjadi tangga untuk ꧌ꦩꦼꦔ꧀ꦲꦤ꧀ꦠꦂꦑꦤ꧀꧍ menghantarkan mereka naik ke peradaban moderen. Literasi itu adalah aksara tradisional yang memang menyimpan peradaban nenek moyangnya, yang tentunya berisi ꧌ꦅꦭ꧀ꦩꦸꦥꦼꦔꦼꦠꦲꦸꦮꦤ꧀꧍ ilmu pengetahuan.
Selama ini tradisi literasi tradisional itu terabadikan lewat karya karya nenek moyang mereka, yang terus ꧌ꦝꦶꦫꦮꦠ꧀꧍ dirawat dan dimajukan sebagai bentuk pelestarian.
Ada double impact: menghargai leluhur dan menghargai ilmu, yang ꧌ꦠꦼꦂꦑꦟ꧀ꦝꦸꦁ꧍ terkandung di balik Aksara tradisionalnya.

Tidak heran jika di kedua negara ini: Jepang dan India, aksara tradisional tetap terjaga dan ꧌ꦝꦶꦒꦸꦤꦏꦤ꧀꧍ digunakan. Secara nyata, aksara tradisional mereka terwadahi dan terayomi oleh undang undang mereka. ꧌ꦄꦏꦶꦧꦠ꧀ꦚ꧍ Akibatnya, aksara tradisional mereka ada di mana mana.

Dua orang, yang berafiliasi dengan Rajapatni, berkesempatan datang dan melihat fakta hidupnya aksara di kedua negara itu. Belum lama Ita Surojoyo, pendiri ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni, mendapat beasiswa belajar di India. Sekarang mitra Rajapatni, ꧌ꦲꦫꦸꦤ꧀ꦱꦺꦴꦧꦂ꧍ Harun Sobar, menikmati dinginya negeri Sakura. Keduanya: Ita Surojoyo (di India) dan Harun Sobar (di Jepang) ꧌ꦩꦼꦚꦏ꧀ꦱꦶꦏꦤ꧀꧍ menyaksikan bagaimana aksara tradisional menjadi tuan rumah yang baik di rumah sendiri.

Dari ꧌ꦥꦼꦔꦩꦠꦤ꧀꧍ pengamatan mereka berdua, aksara tradisional di jepang dan India menjadi aksara resmi negara. Aksaranya digunakan dalam berbagai bentuk praktik ꧌ꦏꦺꦴꦩꦸꦤꦶꦏꦱꦶ꧍ komunikasi tertulis. Selain surat menyurat, juga menjadi penanda (signage) di berbagai tempat umum dan fasilitas umum. Di bandara, di stasiun kereta api, di tempat hiburan, di mal mal, di ꧌ꦥꦼꦂꦡꦺꦴꦏꦺꦴꦮꦤ꧀꧍ pertokoan, di jalan jalan dan dimanapun. Warganya bangga dengan aksara tradisional karena aksara itu menjadi ꧌ꦅꦝꦺꦤ꧀ꦠꦶꦠꦱ꧀ꦚ꧍ identitasnya sebagai warga India dan Jepang.
Aksara yang bersifat tradisional bukan lah kuno dan kedaluwarsa. Tetapi mereka bisa ꧌ꦧꦼꦂꦯꦟ꧀ꦝꦶꦁ꧍ bersanding dengan produk modern dan hidup di zaman modern.
Ita Surojoyo berharap aksara ꧌ꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ꧍ Nusantara, utamanya Jawa, bisa menjadi simbol kebanggaan bangsa. Aksara yang telah dilahirkan oleh peradaban bangsa di masa lalu adalah buah karya ꧌ꦠꦼꦂꦠꦶꦔ꧀ꦒꦶ꧍ tertinggi dan intelek karena nenek moyang mampu membuat simbol simbol bahasa untuk mengekspresikan pesan, pikiran dan ꧌ꦥꦼꦫꦱꦴꦤ꧀꧍ perasaan.

Hal yang sama pun juga disampaikan Harun Sobar. Betapa mereka bisa menempatkan aksara meraka, Jepang, sebagai ꧌ꦠꦸꦮꦤ꧀ꦫꦸꦩꦃ꧍ tuan rumah di tengah hadirnya modernisasi termasuk aksara asing.
“Huruf Jepang tak pernah ketinggalan pada setiap kesempatan yang ada. Bahkan dia ꧌ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦝꦶ꧍ menjadi leader atas huruf latin”, kata Harun Sobar di kota Hokai do.
Jepang tidak tertutup dari pergaulan global yang ditandai dengan masuknya pengaruh ꧌ꦒ꧀ꦭꦺꦴꦧꦭ꧀꧍ global termasuk aksara sebagai bentuk ꧌ ꦏꦺꦴꦩꦸꦤꦶꦏꦱꦶ꧍ komunikasi tulis warga dunia, tetapi Jepang selalu menjadi tuan rumah yang baik.
“Ini adalah ꧌ꦧꦸꦏ꧀ꦠꦶ꧍bukti bahwa aksara Jepang adalah tuan rumah” tambah Harun.
Pelajaran yang baik buat Indonesia. Aksara tradisional, yang masih ada di Nusantara, jangan sampai ꧌ꦠꦼꦔ꧀ꦒꦼꦭꦩ꧀꧍tenggelam di rumah sendiri karena dampak globalisasi! Kesaksian mereka: ꧌ꦅꦠꦯꦸꦫꦗꦪ꧍ Ita Surojoyo dan Harun Sobar adalah nyata yang sepantasnya menjadikan periksa bagi kita bangsa Nusantara. (PAR/nng)