Doel Arnowo Juga Berjuang Melalui Penanya Sebagai Wartawan.

Sejarah:

Rajapatni.com: SURABAYA – Perjuangan Cak Doel Arnowo, yang kemudian menjabat sebagai Walikota Surabaya ke 4 (1950-1952), sangat intelek. Yaitu sebagai wartawan. Di masa perjuangan Doel Arnowo menjadi anggota Biro Kontak. Doel pandai berdiplomasi. Ia juga menjabat sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) Karesidenan Surabaya.

Surat kabar Berdjoeang. Foto: ist

Karena kemampuan diplomasi itu, Doel mendirikan penerbitan yang diberi nama “Berdjoeang”. Melalui penerbitan itulah, Doel juga berjuang. Ia menyuarakan upaya upaya untuk meraih kemerdekaan. Doel sangat kritis sehingga sempat dipenjarakan.

Berikut profil Doel Arnowo yang dikutip dari Tirto.id.

Cak Doel Arnowo pelaku sejarah dan Walikota Surabaya. Foto: idn

Doel Arnowo lahir pada tahun 30 Oktober 1904 di Kampung Genteng, Surabaya. Ayahnya bernama Arnowo bekerja sebagai pegawai perusahaan ekspor gula milik Belanda.

Keluarga mereka memiliki kekayaan yang cukup dalam standar kelas ekonomi menengah ke atas.

Ayah Doel Arnowo sendiri tidak lulus sekolah dasar, tetapi ia berambisi memasukkan anaknya ke sekolah Belanda. Karena Doel Arnowo menentang keputusan tersebut, maka Doel Arnowo dipaksa menyelesaikan sekolahnya di HIS.

Setelah lulus dan menambah dua tahun belajar di sekolah menengah teknik Belanda, Doel Arnowo memutuskan untuk berhenti dari sekolah karena ayahnya telah meninggal.

Sebagai pemuda, Doel Arnowo adalah pengkritik paling keras pada masanya, ia memiliki simpati dan keprihatinan kepada masyarakat sekitar.

Doel Arnowo juga sempat bekerja di Kantor Pos Surabaya selama tiga belas tahun. Selama bekerja, ia menyempatkan diri untuk membaca dan mempelajari berbagai ilmu yang dapat membentuk dirinya.

Kemudian setelah itu, ia bergabung dengan PNI dengan tujuan agar dapat berkumpul dengan kaum terpelajar yang bercita-cita tinggi.

Pada tahun 1933, pemerintah memanggilnya dan menawarinya pilihan antara bekerja pada pemerintah atau memilih jalan pergerakan. Doel Arnowo pun memilih jalan pergerakan, karena sudah menjadi bagian dari dirinya.

Sebagai aktivis pergerakan, Doel Arnowo memutuskan untuk meniti karier di bidang kewartawanan. Bahkan ia sempat membeli mesin cetak dan menyusun penerbitannya dengan nama “Berdjoeang”.

Surat kabar perjuangan “Berdjoeang”. Foto: ist

Melalui penerbitannya, Doel Arnowo mencetak kamus Marhen untuk bahan ajar para anggota dan pengikut PNI. Buku tersebut memuat banyak hal-hal radikal yang bersifat politis.

Hal tersebut membuat kamus Marhaen disita oleh pemerintah kolonial, kemudian memenjarakan Doel Arnowo selama delapan belas bulan.

Pada tahun 1950-1952, Doel Arnowo menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, di mana pada masa itu, ia juga yang menjadi penggagas pembangunan monumen Tugu Pahlawan di Surabaya yang kemudian diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1952.

Di masa pemerintahan Doel Arnowo, nama nama jalan yang berbau kolonial diubah menjadi nasional yang menggambarkan kekayaan alam dan budaya Indonesia pada Maret 1950.

Doel Arnowo juga merupakan Rektor Universitas Brawijaya yang pertama, yakni pada tahun 1963-1966. Doel Arnowo meninggal dunia di RSUD dr Soetomo, Surabaya pada 18 Januari 1985. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *