Rajapatni.com: Surabaya (12/11/24) – Berbusana menunjukkan identitas. Terlebih busana itu memiliki gaya dan model. Misalnya busana kebaya, yang bersifat tradisional dan memiliki potongan khas yang terbuka di bagian depan dan dibuat secara tradisional dari kain ringan. Kebaya semacam ini mengekspresikan identitas Jawa.
Kebaya merupakan pakaian adat, yang memang sering dikenakan oleh wanita Jawa di Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta dan bahkan Jawa Barat, termasuk oleh orang Bali dengan gaya khas Bali.
Umumnya kebaya sering dijumpai di acara pernikahan dan juga upacara upacara adat. Namun bagi orang orang desa, secara cultural kebaya adalah busana harian. Bentuk dan potongannya sederhana. Sehingga umum menjadi simbol kesederhanaan dan kehalusan dari pemakainya.
Kebaya sering dipadukan dengan jarik sebagai bawahan serta kendit atau stagen. Kendit berfungsi untuk menahan bawahan (kain panjang) agar tidak melorot. Stagen juga membuat perut terasa lebih kencang dan terlihat lebih ramping seperti “nawon kemit”. Yaitu gambaran anatomi tubuh dengan bagian pinggang yang kecil dan ramping.
Dalam budaya Jawa, seperangkat kain Kebaya memiliki makna dan simbol seperti kepatuhan, kehalusan dan tindak tanduk wanita yang lembut dan anggun.
Pencitraan wanita yang lembut dan anggun belakangan ini diviralkan melalui sosok wanita bernama Dara Saraswati, yang berbusana kebaya dengan berlenggak lenggok di tempat tempat umum dan wisata. Tujuannya mempromosikan sosok wanita Jawa yang lembut dan anggun serta busana tradisional Jawa, kebaya.
Bagi orang yang tinggal di Kota, mengenakan kebaya biasanya kalau mereka mendatangi undangan acara atau dalam momen momen tertentu. Sangat jarang kaum wanita perkotaan mengenakan kebaya sebagai bagian dari busana keseharian. Misalnya dipakai untuk bekerja atau dalam pergaulan sebagai kontak sosial.
Memang tidak mudah menggunakan kebaya dalam keseharian jika tidak terbiasa. Atau mereka akan merasa dipandang akan ikut karnaval atau akan ditanya akan menghadiri kondangan dimana dan bahkan dipandang sebagai mbok mbok penjual jamu yang datang dari desa.
Maklum penjual jamu di kota tidak lagi menggunakan kebaya tapi daster atau rok bahkan memakai jeans, yang akhirnya bisa seperti ramalan Joyoboyo, dimana “Wong wadon menganggo lanang” (wanita berpakaian ala pria).
Kebaya (Jawa) dan Sari (India)
Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Peribahasa Indonesia ini artinya setiap daerah, kelompok, atau negeri memiliki adat istiadatnya sendiri. Peribahasa ini sekaligus menggambarkan bahwa setiap masyarakat memiliki adat istiadat masing-masing.
Kalau di Jawa, Busana wanita disebut kebaya. Sementara di India, busana wanitanya disebut Sari. Sari merupakan pakaian kebanggaan wanita India.
Apakah wanita Jawa bangga dengan busana tradisionalnya kebaya?
Mari kita lihat kebiasaan wanita India dengan busana Sarinya. Ita Surojoyo, pendiri komunitas Aksara Jawa Surabaya, Puri Aksara Rajapatni, sedang berada di India dalam program the Indian Technical and Economic Cooperation (ITEC) di Universitas English Foreign Language di Kota Hyderabad selama bulan November 2024.
Ita menyaksikan bagaimana seorang dosen yang sedang mengajar di depan kelas dalam balutan busana tradisional Sari. Ia bangga dengan busana Sari yang ia kenakan. Ia bangga menunjukkan busana tradisional nya di depan 42 mahasiswa yang datang dari 25 negara termasuk dari Indonesia.
Tidak cuma di dalam kelas yang suasananya terasa formal. Para wanita India dengan busana Sari dalam suasana yang tidak formal juga terasa enak dan nyaman bercengkrama di pinggiran jalan di lingkungan kampus. Termasuk ad yang dibonceng kendaraan rod Dua di jalanan. Ini menunjukkan bahwa Sari menjadi budaya dalam berbusana.
Ita Surojoyo sendiri adalah wanita modern Kota, yang tidak asing dengan busana tradisional Jawa, Kebaya. Di Surabaya ia terbiasa menggunakan kebaya dalam aktivitas kesehariannya. Di Kantor ia kadang berbusana Kebaya. Dalam aktivitas sosialnya, ia sering mengenakan busana kebaya.
Bahkan dalam kesempatan ke luar negeripun, ia membawa dan mengenakan busana kebaya. Termasuk ketika berada di India. Seharian penuh dalam kegiatan jelajah sejarah Kota Hyderabad pada Sabtu 11/24) Ita Surojoyo mengenakaan busana Kebaya yang dipadu dengan sepatu santai.
Ia bangga menggunakan busana kebaya.
“Di Surabaya, di dalam mobil tersedia beberapa potong busana Kebaya, yang siap dipakai”, pungkas Ita. (PAR/nng)