Rajapatni.com: Surabaya (19/4/24) – Buang sampah sembarangan adalah perilaku yang merugikan baik lingkungan maupun kesehatan manusia. Praktik ini ꦩꦼꦚ꧀ꦕꦶꦥ꧀ꦠꦏꦤ꧀ menciptakan berbagai masalah serius, termasuk pencemaran udara dan air, kerusakan ekosistem, serta penyebaran penyakit, termasuk banjir. Dalam beberapa minggu terakhir di Surabaya ketika turun hujan lebat, di beberapa tempat, masih ada banjir atau genangan air.

Di ꦣꦸꦏꦸꦃꦏꦸꦥꦁꦧꦫꦠ꧀ Dukuh Kupang Barat Surabaya misalnya, banjir merendam pemukiman padat hingga setinggi 2 meter dan 90 persen memasuki rumah. Demikian kata Saiful, mantan Ketua RT 06 Dukuh Kupang Barat selama 2 periode.
Saiful menambahkan bahwa wilayahnya menjadi langganan banjir. Sehingga setiap tahun di musim penghujan warga selalu dihantui dengan ꦩꦱꦭꦃꦧꦚ꧀ꦗꦶꦂ masalah banjir.

“iya … kulkas, lemari, kursi, sofa dan perabotan lain ngapung dan beberapa sepeda motor tenggelam dan katut banjir”, jelas ꦱꦻꦥ꦳ꦸꦭ꧀ Saiful mengenai kondisi kampungnya ketika banjir melanda.
Selain kondisi alam lingkungan yang menjadi penyebab genangan air, perilaku manusia juga menjadi penyebab potensial. Apalagi penyebab perilaku manusia itu sudah membudaya, menjadi kebiasaan. Yaitu kebiasaan membuang sampah ꦱꦼꦩ꧀ꦧꦫꦔꦤ꧀ sembarangan.
Buang sampah sembarangan menyebabkan ꦥꦼꦚ꧀ꦕꦼꦩꦫꦤ꧀ꦭꦶꦁꦏꦸꦔꦤ꧀ pencemaran lingkungan yang signifikan. Sampah yang tercecer di jalan, sungai, atau lahan terbuka dapat menciptakan pemandangan yang tidak indah, merusak ekosistem, serta mengganggu kehidupan flora dan fauna. Bahan-bahan kimia dalam sampah juga bisa merusak tanah dan air, menciptakan efek berbahaya dalam jangka panjang.

Kalau sudah seperti itu, maka banjir menjadi tanggung jawab bersama. Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, A. Hermas Thony, yang juga tokoh Penggerak budaya Surabaya, menilai bahwa perilaku manusia yang masih suka membuang sampah sembarangan menjadi penyebab utama terjadinya masalah masalah lingkungan. Salah satunya ꦧꦚ꧀ꦗꦶꦂ banjir.
“Kalau budaya buang sampah di saluran itu tidak dihentikan, bersiaplah kota ini berakrab ria dengan banjir”, kata AH Thony pada Selasa (16/4/24)
Selama ini ꦧꦸꦣꦪ budaya belum mendapat perhatian sebagai satu instrumen dalam mengatasi persoalan persoalan kota dan termasuk dalam pembangunan kota. Budaya atau kebiasaan seseorang dan komunal akan berpengaruh menjadi baik dan tidaknya suatu pembangunan.
“Apalah artinya dibangun gorong gorong dengan konstruksi box culvert di Surabaya jika warga masih membuang sampah sembarangan, apalagi di saluran saluran”, kata Thony pada Kamis malam (18/4/24).
Kebiasaan (budaya) baik harus ditumbuh kembangan di Surabaya sebagai bagian dari ꦥꦼꦩ꧀ꦧꦔꦸꦤꦤ꧀ꦯꦸꦫꦨꦪꦲꦺꦧꦠ꧀ pembangunan Surabaya Hebat. Pembangunan kota Surabaya adalah pembangunan yang bersifat gotong, yang melibatkan semua sektor. Selain peran pemerintah, masyarakat juga berperan dalam mengatasi masalah masalah lingkungan.
Mengatasi masalah buang sampah sembarangan membutuhkan ꦏꦺꦴꦭꦧꦺꦴꦫꦱꦶ kolaborasi semua pihak. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, serta masyarakat umum harus bekerja sama dalam mengedukasi dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah yang baik.
Program pembersihan ꦭꦶꦁꦏꦸꦔꦤ꧀ lingkungan, pengelolaan sampah yang berkelanjutan, serta sanksi bagi pelanggar peraturan terkait pembuangan sampah bisa menjadi langkah-langkah efektif.

Di kampung Candi Lempung RW. 09, kel. Lontar, kec. Sambikerep ꦯꦸꦫꦨꦪꦧꦫꦠ꧀ Surabaya Barat, atas inisiasi warga, mereka memasang spanduk besar yang berisi tentang himbauan dan peringatan membuang sampah sembarangan. Jika kedapatan membuang sampah sembarangan, siapapun akan didenda 100.000 dan bea denda diberikan kepada siapapun yang mendapatinya. Peraturan kampung ini dilindungi oleh Ketua RW setempat.
Menurut AH Thony, ini adalah bentuk implementasi dari ꦥꦼꦩ꧀ꦧꦶꦪꦱꦄꦤ꧀ pembiasaan tidak membuang sampah sembarangan.
“Ini ide bagus. Ada sanksi dan aturan yang dibuat oleh warga dan untuk warga untuk ꦏꦼꦥꦼꦤ꧀ꦠꦶꦔꦤ꧀ꦧꦼꦂꦱꦩ kepentingan bersama”, pungkas Thony. (nanang)