Rajapatni.com: Surabaya (1/3/24) – Pelan tapi pasti (slowly but sure). Itulah kiat ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni dalam mempopulerkan Aksara Jawa. Di Surabaya geliatnya sudah terlihat. Beberapa kelurahan dan kecamatan di Surabaya menginformasikan bahwa di tempat mereka sudah digunakan Aksara Jawa untuk penulisan nama nama kantor. Terakhir ada masukan bahwa di Kelurahan Gunung Anyar telah memasang Aksara Jawa.
Seiring dengan pemasangan Aksara Jawa secara top down oleh pemerintah Kota Surabaya, ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni juga telah menyelesaikan satu kelas Sinau Aksara Jawa pada akhir Februari lalu. Kelas Sinau Aksara Jawa diadakan setiap hari Sabtu sebanyak 5 kali pertemuan. Upaya ini sebagai cara menggerakkan masyarakat belajar Aksara Jawa secara bottom up, dari bawah ke atas.
Pada kelas pertama dengan kode PAR 01, satu keluarga berkewarganegaraan ꦗꦼꦥꦁ Jepang yang tinggal di Surabaya mengikutinya. Rombongan belajar (Rombel) PAR 02 akan dimulai pada 2024. Jumlah peserta terbatas hanya sebanyak 10 orang.
Menurut Ita Surojoyo, pembatasan ini untuk menjaga efektifitas proses ꦧꦼꦭꦗꦂ belajar mengajar dan juga karena kondisi ruangan yang tidak besar.
“Kelas ini seperti semi privat”, kata Ita Surojoyo.
Pada kesempatan yang lain, upaya memperkenalkan ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Aksara Jawa juga dilakukan kepada warga Belanda yang sedang menjalin kerjasama di bidang permuseuman antara Museum pendidikan Surabaya dan Dordrecht. Ini menyusul kunjungan budaya Max Meijer dan Petra Timmer dari TiMe Amsterdam, Belanda.
Max dan Petra berkunjung ke ꦩꦸꦱꦺꦪꦸꦩ꧀ꦥꦼꦤ꧀ꦝꦶꦣꦶꦏꦤ꧀ꦯꦸꦫꦨꦪ Museum Pendidikan Surabaya pada Senin, 26 Februari 2024 dalam rangka melihat kemungkinan kerjasama antar Museum pendidikan Surabaya-Dordrecht dimana didalamnya sama sama menyelenggarakan kegiatan budaya terkait dengan Aksara Jawa.
Ditemui di ꦲꦺꦴꦠꦺꦭ꧀ hotel tempat mereka menginap selama di Surabaya, Petra menunjukkan foto foto koleksi benda pecah belah nya yang di bagian bawahnya terdapat cap pabrik pembuat yang tercetak dengan tulisan Aksara Jawa. Hal ini menjadi perhatian Ita Surojoyo karena penulisan Aksara Jawanya dibuat berdasarkan bunyi asing: nama pabrik dan tahun pembuatan.
Dibuat oleh Grout pada tahun 1836. Selain ditulis dalam Aksara Latin, juga ditulis dalam Aksara Jawa. Menurut Petra, pada zaman itu, orang orang Belanda juga sudah belajar Aksara Jawa karena sebagian produk produknya dibuat untuk pemenuhan kebutuhan ꦏꦼꦭꦸꦮꦂꦒꦏꦼꦫꦗꦄꦤ꧀ keluarga kerajaan.
Selain foto yang ditunjukkan ke Ita Surojoyo, Petra berjanji akan berbagi foto foto lainnya dengan print Aksara Jawa lainnya. Menurut Ita, pada zaman dulu Aksara Jawa selain dipakai untuk bahasa Jawa, juga sudah digunakan untuk bahasa asing seperti ꦧꦼꦭꦤ꧀ꦝ Belanda.
Begitu sebaliknya, Ita juga menunjukkan file nya bahwa Aksara Jawa juda dipakai penulisan kamus berbahasa Belanda. Mengetahui data dan fakta historis tentang keterkaitan Aksara Jawa dengan bahasa Belanda, Max dan Petra semakin tertarik meniti jalan menuju ꦏꦼꦂꦗꦱꦩ kerjasama budaya literasi melalui Museum Pendidikan. Max dan Petra meninggalkan Surabaya pada Jumat, 1 Maret 2024 dan membawa serta hasil penjajahan nya mengenai Museum Pendidikan dan project Living Library di Makam Peneleh. (nanang PAR).