Rajapatni.com: Surabaya (28/2/24) – Tanggal 27 Februari diperingati sebagai peristiwa ꦒꦸꦒꦸꦂꦚ gugurnya serdadu gabungan Belanda, Amerika, Australia dan Inggris melawan Jepang di laut Jawa pada 1942. Bertempat di Makam Kehormatan Ereveld Kembang Kuning Surabaya, hadir puluhan warga Belanda untuk mengikuti peringatan itu.
Karena ꦥꦼꦫꦶꦱ꧀ꦠꦶꦮ peristiwa itu melibatkan empat negara, maka diantara hadirin terdapat undangan perwakilan empat negara sahabat yang berkantor di Surabaya. Ada perwakilan dari konsulat jenderal Amerika Serikat, Konjen Australia, Konsul Kehormatan Inggris dan Konsul Kehormatan Belanda. Selain mereka, juga hadir satu bis rombongan keluarga korban yang langsung datang dari Belanda.
Di antara mereka, dalam peringatan itu, ada pasangan Max Meijer dan Petra Timmer dari TiMe Amsterdam, sebuah lembaga konsultan permuseuman dan cagar budaya Belanda. Namun, mereka bukan dari rombongan keluarga korban ꦭꦻꦴꦠ꧀ꦗꦮ Laut Jawa 1942. Tetapi mereka adalah pengunjung makam yang ingin menambah wawasan tentang makam makam yang ada kaitan sejarah kolonial di Surabaya.
Max dan Petra sebenarnya adalah ꦥꦼꦒꦶꦪꦠ꧀ pegiat sejarah dan cagar budaya yang sedang melaksanakan project revitalisasi Makam Peneleh sebagai Kepustakaan Hidup (Makam Peneleh as a Living Library).
Karena kedatangan mereka ke Makam Kehormatan Belanda Ereveld Kembang Kuning bertepatan dengan peringatan 27 Februari, maka kesempatan itu dimanfaatkan untuk memaknai momen ꦧꦼꦂꦱꦼꦗꦫꦃ bersejarah itu.
Max dan Petra pun membaur dengan tamu tamu berkebangsaan Belanda dan para indo yang tergabung dalam Indo Club Surabaya serta tamu tamu setempat. Prosesi upacara di pelataran monumen Karel Doorman diimutinya dengan khidmat, termasuk ikut menyanyikan lagu kebangsaan ꦧꦼꦭꦤ꧀ꦝ Belanda.
TMP Kusuma Bangsa
Setelah dari Kembang Kuning, Max dan Petra menuju ke Taman Makam Pahlawan (TMP) ꦏꦸꦱꦸꦩꦧꦁꦱ Kusuma Bangsa. Sesampai disana, mereka mengamati sosok patung pejuang yang berdiri di Timur deretan kuburan para pejuang.
Di depan patung pejuang itu, mereka seolah merasakan ꦒꦼꦠꦫꦤ꧀ getaran pesan dari para pejuang yang sudah menjadi tulang tulang di dalam kubur. Pesan itu terekspresikan lewat sebuah puisi yang tertulis pada bagian bawah patung. Dengan seksama Max dan Petra mencoba memahami maksud puisi kepahlawanan itu.
“Kami cuma tulang tulang berserakan. Tapi adalah kepunyaanmu. Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang tulang berserakan. Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan”, itulah petikan kalimat puitis pada patung pahlawan di TMP Kusuma Bangsa.
Max, yang sebetulnya ada darah Indonesia dari keturunan neneknya yang asal ꦏꦸꦥꦁ Kupang, NTT, lantas berjalan bersama istrinya menyusuri makam para pahlawan yang tertata rapi. Di blok paling barat, di sana terkumpul kuburan para pendahulu yang tak dikenal. Blok makam ini adalah pemindahan makam massal dari komplek makam yang pernah ada di belakang Rumah Sakit Simpang (kini komplek Surabaya plaza).
Bagi Max, para pejuang yang telah gugur sebagai Kusuma Bangsa ini, adalah mereka yang pernah hidup di zaman kolonial.
“Mereka berjuang untuk bangsanya sendiri dan makam ini bagian dari sejarah Surabaya”, ujar Max.
Lantas Max mengusulkan dibuatnya papan keterangan yang menjelaskan tentang TMP Kusuma Bangsa dalam bahasa Inggris untuk memudahkan tamu tamu asing memahami.
“Disana, di Makam Kehormatan Kembang Kuning, seharusnya juga ada papan petunjuk yang mengarahkan ke lokasi TMP Kusuma Bangsa dan TMP lainnya sebagai koneksi historis kota Surabaya”, tambah Max.
Max memang berharap ada wisata makam historis di kota Surabaya untuk menunjang ꦯꦸꦫꦨꦪ Surabaya sebagai kota Pahlawan dan bersejarah. Dari makam makam pahlawan dan Makam Kehormatan Ereveld Kembang Kuning serta Makam Belanda Peneleh akan terkoneksi sebagai wisata makam bersejarah di Surabaya. (nanang PAR)
Terima kasih infonya Pak Nanang.