Awas! Di Ujung Timur Surabaya, ada Aksara Jawa

Rajapatni.com: Surabaya (22/5/24) – Di ujung Timur Surabaya, ada Aksara Jawa. Sebuah hasil upaya pengenalan kembali kompendium tradisional ke masyarakat modern. Secara nyata juga hasil dari keseriusan pemerintah kota Surabaya dalam penggunaan ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Aksara Jawa.

Di ruang pelayanan di kelurahan Kenjeran Surabaya aksara Jawa telah bertengger. Foto: nanang PAR

Surabaya bukanlah kota yang asing bagi ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Aksara Jawa. Secara historis Aksara Jawa sudah berabad abad lamanya di kota Surabaya. Keberadaannya jauh sebelum bangsa Eropa masuk ke Nusantara, termasuk Surabaya. Bahkan ketika bangsa Eropa sudah menjejakkan kakinya di Surabaya, Aksara Jawa masih digunakan.

Sayang, popularitas memang berpihak ke ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦄꦱꦶꦁ Aksara Asing. Yaitu Latin. Lambat laun aksara Jawa tergeser oleh Latin. Akhirnya Aksara Latin menjadi budaya literasi baru. Bahasa Indonesia ditulis dalam aksara Latin. Bahkan bahasa Jawa sekalipun ditulis dalam Aksara Latin. Buku teks dari berbagai disiplin ilmu menggunakan Aksara Latin. Aksara Jawa terlupakan, tergeser, dan terpelanting dari Kompendium modern.

Jika dibandingkan dengan Aksara tetangga seperti Jepang, Thailand, China dan India, mereka masih bertahan dan bahkan masih menjadi tuan rumah dalam percaturan literasi dunia. Minimal di empat negara itu, ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦭꦺꦴꦏꦭ꧀ Aksara lokal tetap digunakan dan menjadi kebanggaan.

Bagaimana dengan di Indonesia, wal khusus di Surabaya?

Kelurahan Kenjeran dalam Aksara Jawa. Foto: nanang PAR

Kita mulai dan sedang menata untuk bertahan. Menata kata dan menata hati. Aksara Jawa tidak sekedar konstruksi harafiah, tapi konstruksi hati. Menata Aksara Jawa harus ꦧꦼꦫꦁꦏꦠ꧀ꦝꦫꦶꦲꦠꦶ Berangkat Dari Hati (BDH), yang artinya berangkat dari kemauan. Bukan didorong dan dipaksakan.

Berangkat dari ilmu dan budaya Jepang, sebuah negara yang pernah luluh lantak karena bom Amerika pada tahun 1945. Tapi Aksara Japang: ꦲꦶꦫꦒꦤ Hiragana, Katagana dan Kanji, yang sudah lebih dari seribu tahun tetap hidup dan dipakai. Bahasa Jepang yang disimbolkan oleh Hiragana, Katagana dan Kanji, sudah menjadi bahasa dan Aksara komunikasi.

“Dari dulu sudah biasa pakai bahasa dan ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦼꦥꦁ aksara Jepang di Jepang”, kata Ishii Yutaka, warga Jepang yang tinggal di Surabaya.

Bahkan Bahasa dan Aksara Jepang tidak ada pengaruhnya dengan perang yang sempat meluluh lantakkan Jepang pada 1945.

“Jadi penggunaan aksara Jepang, Hiragana, ꦏꦠꦏꦤ Katakana, Kanji, di Jepang itu tidak ada hubungan dengan perang dunia kedua pak”, tambah Ishii yang juga belajar Aksara Jawa.

Warga Jepang terus ꦏꦺꦴꦤ꧀ꦱꦶꦱ꧀ꦠꦺꦤ꧀ konsisten di berbagai zaman dalam hal penggunaan Aksara dan bahasanya. Mereka bangga menggunakan bahasa dan aksaranya.

Bahasa dan Aksara Jawa sempat terpengaruh. Akibatnya Aksara Jawa menjadi mati suri. Di berbagai daerah, utamanya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih dipakai karena disana ada kiblat budaya yang masih hidup, ꦏꦼꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ Keraton.

Surabaya kehilangan kiblat. Tapi Aksara Jawa memang pernah hidup di Surabaya. Ketika di era modern ini Aksara Jawa dihidupkan kambali, seyogyanya masyarakat Surabaya bangga terhadap literasinya yang pernah menjadi bahasa dan Aksara ꦏꦺꦴꦩꦸꦤꦶꦏꦱꦶ komunikasi.

Masyarakat nya harus saling bahu membahu menggunakan bahasa dan Aksara komunikasinya demi ꦩꦼꦊꦱ꧀ꦠꦫꦶꦏꦤ꧀ melestarikan warisan leluhur. Apalagi warisan budaya ini dilindungi oleh undang-undang undang.

Siapa kenal, dia pasti tau apa yang kurang. Foto: nanang PAR

Surabaya sedang mengembalikan Aksara Jawa dalam kompendium. Modern. Dalam prosesnya, memang belumlah mulus. Masih ada saja kekurangan. Apakah dalam kesalahan tulis atau kesalahannya lainnya. Belajar dari cara cara yang dilakukan Jepang, bangga terhadap aksaranya, maka dengan masih adanya kekurangan dalam penggunaan Aksara Jawa di Surabaya, maka hal itu bisalah dimaklumi. Niscaya, seiring dengan berjalannya waktu, ꦏꦺꦴꦫꦺꦏ꧀ꦱꦶꦤꦠꦸꦫꦭ꧀ koreksi natural dan kultural itu akan terjadi.

Surabaya Wani beraksara Jawa. Foto: nanang PAR

Kekurangan di sana sini dalam hal penulisan Aksara di berbagai tempat di Surabaya memang seyogyanya tidak terjadi. Kalau toh terjadi, itu semua adalah sebuah proses. ꦯꦸꦫꦨꦪꦧꦼꦫꦤꦶ Surabaya berani!

Karenanya dengan menggunakan pendekatan ꦏꦼꦩꦠ Kemata (terlihat mata), ꦏꦼꦮꦕ Kewaca (terbaca), ꦏꦼꦠꦠ Ketata (tertata, bisa menata dan menyusun Aksara menjadi kata) dan ꦏꦼꦫꦱ Kerasa (terasa, bisa memahami isi dan kontek dalam susunan kata dan kalimat), perlahan tapi pasti Aksara Jawa bisa kembali ke pangkuan Bumi Surabaya.

Di beberapa tempat, baik kelurahan dan kecamatan serta kantor pemerintah kota Surabaya lainnya memang masih ada kekurangan tulis. Nanti pada saatnya mereka akan menyadari apa yang harus dikoreksi. ꦮꦂꦒꦚ Warganya akan mengoreksi.

Selain di kantor kantor pemerintah kota Surabaya, khususnya yang berada di ujung timur Kota Surabaya, di lapak lapak penjual ikan asap di ꦧꦸꦭꦏ꧀ Bulak Kenjeran juga sudah tertulis Aksara Jawa. (nanang PAR).*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *